48. Untuknya Aku Bertahan

8 0 0
                                    

Hallo semuaaaaaaaaa!!!

All balik lagiii... udah lama banget All ga nulis lagi ni. Hehe sorry yaa

And now i'm back

Happy Reading

"Aji sayanggg." Tegur seorang gadis dengan make up tebal dan baju kurang bahannya.

"Ngapain lo kesini?!" Balas Aji dengan ketus.

"Ishh sayanggg ga boleh marah marah gitu. Nanti Rara syedih." Ucap gadis itu.

"Najis lo ngomong kayak gitu. to the point apa tujuan kedatangan lo kesini?!" Tanya Aji.

Tiara tersenyum bak devil. Dia berjalan sediki menjauh dari Aji. Melipat kedua tangannya di depan dada dengan tatapan angkuh ia menatap Aji yang terduduk lemah di atas brankar rumah sakit.

"Ternyata ayang peka ya." Ucap Tiara, "Gue cuma mau minta lo post foto ini." Pinta Tiara sambil menujukkan foto yang di maksud.

"Lo gila?!! Jalang lo!!! Biar apa coba gue post begituan? Menarik juga kagak." Bantah Aji.

"Kalo ayang ga mau. Nanti Rara edit fotonya jadi foto Silla deh. Kan ayang cinta mati sama anak cupu itu, pasti mau dong post fotonya." Ucap Tiara sambil mengutak-atik handphonenya.

Mata Aji membelalak terkejut. "Jangan pernah lo edit foto itu. Atau lo terima akibatnya." Ancam Aji.

Tapi, bukan Tiara kalau ia takut dengan ancaman seperti itu.

"Ututututu... Lo bisa apa sii. Sakit mah sakit aja ga usah belagu." Hina Tiara.

Aji sudah terlampau emosi. Ingin rasanya menghajar Tiara saat ini juga. Tau kalau akhirnya akan seperti ini. Aji tidak akan pernah mengajak Tiara untuk bekerja sama dalam scenario yang Aji buat.

Aji meremas selimut yang menutupi setengah tubuhnya dengan kuat untuk menyalurkan emosinya.

Aji sudah muak dengan kelakuan Tiara. Tiara benar benar memanfaatkanya. Aji telah di perbudak oleh Tiara. Aji tidak habis pikir wanita ini berkelakuan seperti iblis.

***

Sudah satu minggu ini Aji kembali di rawat di rumah sakit. Rasa sakit di perutnya semakin terasa. Tubuhnya semakin kurus, dan rasa sakit di tubuhnya makin terasa dimana mana.

Liver yang di deritanya semakin parah. Jika Aji tidak mendapatkan pencangkok hati dalam waktu dekat, maka dokter memprediksi bahwa Aji tidak akan bisa bertahan lama.

Kabar itu sangat buruk bagi Aji dan keluarga. Zinla sang Ibunda sudah bersedia memberikan hatinya untuk Aji. Tapi Aji tidak ingin menerimanya. Rafa sang kakak pun sudah bersedia bahkan mereka sampai berdebat. Tapi Aji tetap tidak ingin menerimanya.

"Bang... kalo nanti gue pergi lo ga boleh nangis ya." Ucap Aji disela keheningan kamar inap Aji.

"Ngomong apa lo?! Lo emang mau pergi kemana?" Balas Rafa tak terima.

"Ke rumah lah bang." Jawab Aji santai sambik tersenyum getir.

"Bareng gue perginya." Ucap Rafa singkat. "Lo adik gue. Gue harus selalu jagain lo dimanapun dan kapanpun." Lanjutnya.

"Kali ini tolong biarin gue bebas bang. Gue mau sendiri, ga mau ajak siapapun."

"Lo yakin sama ucapan lo kali ini?" Rafa menatap Aji sedih. Ia merasa kasihan dan tak tega melihat adiknya pasrah seperti ini.

Mendengar pertanyaan yang dilontarkan kakaknya, Aji memejamkan matanya. Menahan air matanya untuk tidak keluar.

Aji meneguk ludahnya dengan susah payah. Aji menatap kakaknya yang kini sama tengah menatapnya.

"Gue udah ga kuat bang. Gue capek. Kalaupun gue harus istirahat biar ga ngerasain sakit ini, gue ikhlas," nafasnya tersengal, air matanya sudah tidak bisa dibendung.

"Gue ga sanggup liat semua orang yang gue sayang sedih karena gue. Gue sedih liat mamah yang nangis tiap liat gue kesakitan. Gue capek bohongin semua temen-temen gue, dan..." Aji menunduk sambil mengatur nafasnya, "Gue capek bohongin Silla terus, sejauh ini gue udah buat dia sakit hati bang. Gue nyesel punya rencana itu tapi sewaktu gue mau menyelesaikan semuanya ga bisa. Gue di jebak lawan main gue sendiri." Tangis Aji semakin pecah. Tangannya terkepal kuat.

Rafa yang melihat hal itu, mencoba mengulurkan tangannya menenangkan adiknya dan memberikan kekuatan.

"Lo harus bertahan Ji. Gue tau lo ga selemah itu. Gue yakin lo bisa sembuh." Ucap Rafa berusaha menenangkan.

"Lo inget? Dulu waktu kecil lo pernah punya cita-cita jadi salah satu anggota angkatan militer dengan tujuan lo bisa lindungin malaikat kecil lo, Silla. Lo juga bilang, kalo lo mau hidup bahagia selamanya sama Silla sampai jadi kakek nenek." Ujar Rafa, "Lo ga mau mewujudkan semua mimpi lo itu?"

Aji tertegun. Aji menatap mata Rafa dalam dalam. Aji melihat seolah tatapan abangnya itu memberikan suatu harapan baru, cahaya baru.

"Emang gue bisa?" Tanya Aji ragu.

Rafa mengangguk yakin.

"Lo bisa!! Lo harus bertahan demi ratu kecil lo." Ucap Rafa.

"Tapi'kan dia udah punya pengganti gue." Ucap Aji.

"Tapi di hati dan pikiran Silla, cuma ada lo. Kalaupun cowo itu bisa gantiin posisi lo, lo masih bisa jaga dia dari jauh. Itu janji lo waktu kecil'kan, akan selalu jaga dia." Ujar Rafa.

Mendengar kalimat yang diucapkan oleh Kakaknya Aji berpikir sejenak. Apa yang di bilang kakaknya ada benarnya juga.

"Ya! Gue harus bertahan untuk orang-orang tersayang." Batinnya berusaha kembali untuk bangkit dan berpikiran positif.

Senyumnya kembali terukir. Rafa yang melihat hal itupun ikut tersenyum. Hal ini lah yang Rafa inginkan. Ini yang Rafa suka dari adiknya. Tekadnya yang kuat.

"Gue bakal selalu ada di samping lo Ji. Lo ga sendirian. Ada gue, gue sebagai abang yang jagain adeknya." Ucap Rafa sambil menepuk pundak Aji.

"Gue minta tolong ya bang. Buat lo selalu ada disamping gue." Ucap Aji. Rafa membalas dengan anggukan dan senyuman tulus.

Walau sebenarnya yang Rafa rasakan itu tidak se-senang itu. Ada setitik rasa khawatir akan penyakit adiknya ini yang cepat atau lambat akan membawa adiknya pergi dari semua orang.

Setidaknya apa yang Rafa ucapkan barusan untuk memberikan motivasi agar adiknya bertahan lebih lama dan Rafa ingin membuat banyak memori dirinya dengan sang adik.

Bagi Rafa, Aji adalah segalanya. Dia adalah sumber tawa di dalam rumah. Aji yang membuat rumah itu terasa nyaman. Dia pemersatu kami disaat ada perselisihan keluarga. Dia yang paling dekat dengan mama, Dia yang selalu membuat mama tersenyum bahagia. Dia juga yang membuat Rafa betah dirumah. Aji adalah alasan Rafa tidak terpengaruh oleh pergaulan luar.

"Pesan gue, sebagai abang lo. Gue harap lo selalu bahagia dimanapun. Gue mau lo selalu ada disamping gue dan disamping mama papa. Lo...satu satunya orang yang berpengaruh dalam hidup gue." Batin Rafa sambil menangis dalam diamnya.

***

Okeyy part ini segini dulu aja yaa...

Kepo sama kehidupan Rafa ga nii??

Minta doanya guys supaya Al bisa lancar di s2 dan bisa jalanin ujian dengan baik dan bisa masuk PTN Impian... aamiin.

Thank you

and see you on the next chapt♡♡

Antara Kita¿?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang