45. Pembelaan yang menyakitkan

29 1 0
                                    

"Ingin melepaskan tetapi sulit. Ingin melanjutkan tetapi menyakitkan."

Happy Reading...

Seminggu sudah berlalu. Hari yang Silla tunggu. Kepulangan Aji dan keluarga. Ingin rasanya Silla cepat-cepat melepaskan rasa rindu pada lelaki itu.

Pagi sekali sebelum pergi ke sekolah, Silla sudah berdiru di depan rumah Aji. Menunggu Aji keluar dan mengajaknya pergi bersama.

Ceklek..

Pintu rumah berwarna putih itu terbuka. Menampilkan sosok yang Silla tunggu.

"HAI JII, SELAMAT PAGII." Sapa Silla dengan suara yang keras. Sontak membuat Aji terkejut, tapi Aji di buat tersenyum oleh tingkah gadis yang rambutnya dikepang dua itu.

"Morning too queen." Sapa Aji sambil mengusap puncak kepala Silla gemas.

"Ish rambut Silla berantakan nanti." Protesnya, "pergi bareng yuu." Ajak Silla.

Aji menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Duhh. Maaf ni Sil. Tapi Aji harus jemput Tiara sekarang."

Senyuman yang awalnya merekah sempurna di wajah milik Silla, kini berubah dengan senyuman kecewa.

"Oh gitu ya Ji? Yaudah deh gapapa." Kemudian Silla berbalik dan meninggalkan pekarangan rumah Aji.

Melihat perubahan ekspresi wajah Silla yang sedih seperti itu, membuat Aji merasa bersalah. Ingin rasanya Aji pergi bersama Silla. Menikmati pagi di kota Bandung. Membelah jalanan dengan motor kesayangan milik Aji, hanya berdua dengan Rasilla Akhsya.

***

Silla berjalan keluar dari rumah Aji sambil menunduk. Pagi-pagi moodnya sudah anjlok.

"Pergi bareng gw ya?!" Tanya seseorang membuyarkan lamunan Silla.

"Hah?!"

"Pergi bareng gw aja. Udah hampir jam masuk." Ajak Ello.

Lagi dan lagi, selalu Ello yang datang disaat keadaan Silla seperti ini.

"Iya El." Jawab Silla lesu. Dengan penuh perhatian, Ello memakaikan helm pada Silla. Setelah selesai, Silla pun naik ke atas motor sport hitam milik Ello.

Ello mengarahkan kaca spion motornya pada Silla. Nampak pantulan wajah cantik Silla yang sedang cemberut.

"Lo jelek kalo cemberut Sil." Ucap Ello sebelum akhirnya melajukan motornya.

Silla tidak menanggapin ucapan Ello tadi. Moodnya sedang hancur, Silla sedang tidak berselera untuk berbicara.

Sepanjang perjalanan ke sekolah, tidak ada pembicaraan antara mereka berdua. Keduanya terfokus pada kegiatannya masing-masing. Silla sibuk melamun, dan Ello sibuk memperhatikan jalanan sekaligus memperhatikan Silla dari kaca spion tentunya.

***

Sesampainya di sekolah. Untung saja tepat waktu, kalau telat semenit saja sudah dipastikan Silla dan Ello akan berkumpul dengan murid yang telat di luar gerbang sekolah sana.

Antara Kita¿?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang