"Panas. Tapi lagi hujan."
Happy Reading :)
Masih di hari yang sama. Siang ini hujan mengguyur kota Bandung. Hujan yang cukup deras membuat hawa dingin mulai menyelimuti.
Selama jam pelajaran sejarah peminatan. Silla menggosokan kedua telapak tangannya lalu ia tempelkan pada pipinya untuk memberikan sedikit kehangatan pada dirinya.
Ello yang memperhatikan Silla sedari tadi. Rasa ingin memeluk Silla untuk memberikan kehangatan itu ada, tapi Ia tahan. Ello bergerak membuka tasnya dan mengambil jaket kulit yang tadi pagi Ia kenakan. Ello menyampirkan jaket itu di kedua pundak Silla. Silla memperhatikan Ello.
"El?"
"Pake aja." Ucap Ello singkat lalu kembali fokus pada buku pelajarannya.
Aji yang menyaksikan kegiatan kedua orang di depannya itu merasa ada yang aneh pada hatinya. Perasaan tidak suka melihat sahabatnya lebih dekat dengan orang lain.
Pulpen yang ada di tangan Aji Ia pegang dengan sangat kuat. Tangan kirinya ngepal kuat, sampai-sampai urat di lengannya terlihat. Tatapan tajam Aji layangkan lada dua orang itu yang tidak menyadari bahwa yang di belakanv bangku mereka tengah kepanasan.
"Hawa dingin gini, kok lo panas sih Ji?" Tanya Toni meledek Aji.
"Bacot lo." Jawab Aji ngegas. Aji bangkit dari duduknya. "Pak saya izin ke kamar mandi." Ucap Aji dan di angguki oleh guru itu.
Aji melangkah menuju lorong belakang sekolah yang kelasnya sudah tak terpakai. Dengan emosi yang menggebu-gebu Aji meninju tembok yang tak bersalah itu dengan kencang. Aji lakukan hal itu berkali-kali sampai tangannya mengeluarkan darah.
"ARGHHHH GW INI KENAPA?!!"
"SIKAP GW YANG BUAT DIA JAUH. TAPI GW YANG MERASA KEHILANGAN." Mata Aji memerah. Rasa sedih, marah, kesal, bingung bercampur aduk menjadi satu. Aji tak mengerti akan perasaannya. Tubuh Aji merosot ke lantai dan punggungnya bersender pada dinding dengan kedua kaki ditekuk.
"Ji, are you okay?" Suara seorang perempuan itu yang membuat lamunan Aji buyar.
"Silla?" Aji langsung memeluk gadis itu dengan kuat.
"Ji. Ini gw Tiara, bukan Silla." Ucap Tiara menyadarkan Aji. Aji langsung melepaskan pelukkannya.
"Sorry."
"Gapapa gw seneng kok ji." Balas Tiara dengan senyum tipis. Lalu Tiara pun ikut duduk di sebelah Aji.
"Sakit ya liatnya? Lo harus bisa nahan Ji. Kuatin hati lo. Ini semua yang lo mau'kan? Sekarang tinggal jalanin aja." Ucap Tiara.
"Tapi Ra... gw ga suka liat senyum dan tawa dia timbul karena orang lain. Bukan karena gw." Balas Aji dengan pandangan yang kosong menatap dinding.
"Lo ga bisa egois Ji. Gw tau berat, tapi ini keputusan lo kan?" Ucap Tiara, "Lo boleh cemburu liat dia sama yang lain. Tapi liat lagi hubungan kalian itu sebatas apa? Hanya sebatas sahabat kecil Ji."
"Gw tau. Tapi gw ga rela aja liat ratu gw bahagia tanpa gw." Balas Aji.
"Bagus dong. Itu'kan yang lo mau?" Ucap Tiara enteng. "Dengan begitu lo lebih tenang untuk pergi Ji."
Mendengar kata 'pergi' yang diucapka Tiara membuat dada Aji sesak. Nafasnya seakan tercekat tidak bisa ia hembuskan.
"Lo kayaknya mau banget gw mati Ra." Ucap Aji.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Kita¿?
Roman pour AdolescentsSahabat jadi cinta Cinta jadi benci Benci jadi cinta Lucu, cinta serumit itu ternyata. Tapi dari cinta banyak pelajaran yang bisa diambil. Persahabatan yang sudah terjalin dari kecil, harus hancur begita saja karena timbulnya rasa ingin memiliki leb...