🌼 Follow akunku sebelum membaca!
🌼 Dilarang plagiat karena ide itu MAHAL!
🌼 Status cerita sudah end, jadi bisa marathon sampai akhir.
🌼 Jangan lupa vote dan komen saat membaca, agar Author tahu kalian benar-benar ada dan nyata.
Blurb :
Apa jadin...
But, sekarang aku up satu part dulu ya. Satu part lagi udah ada, tinggal publish aja.
Kenapa nggak sekalian up aja?
Sepengalamanku kemarin, viewers di dua part bersamaan itu bedanya lumayan jauh. Part akhir jauh lebih banyak ketimbang yang sebelumnya. Nggak tahu kenapa, mungkin ada yang skip?
Jadi, satu part lagi nanti aku up jam 9 yaaa. Stay terus di wattpad biar langsung baca saat aku up!
Selamat penasaran untuk yang kesekian kali🤪
Happy Reading!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Usai mengetahui Sahara mengandung anaknya, sikap Sagara benar-benar kembali berubah 180°. Lelaki itu menjadi perhatian, lembut, dan penyayang. Apakah Sahara meresponnya? Tidak!
Namun, bukan Sagara namanya jika tak berjuang sampai keinginannya tercapai.
Belakangan ini, Sagara rutin mengunjungi kontrakan Sahara hanya untuk melihat dan memantau Sahara dan calon anaknya. Kadang, lelaki itu bersembunyi di balik pohon karena Sahara pasti akan menjauhinya atau justru menutup rapat pintu rumahnya.
Hari ini, Sagara kembali mengirimkan bucket coklat dan sepucuk surat permohonan maaf. Lelaki itu melakukannya setiap hari dengan benda yang berbeda-beda.
Sagara selalu meletakkannya tepat di depan pintu kontrakan Sahara. Namun, bukannya di terima. Sahara justru selalu membuang hadiah-hadiah itu ke dalam tempat sampah.
"Terima, Ra. Please," gumamnya dari kejauhan.
"Sial. Barang semahal itu ujung-ujungnya masuk tempat sampah," lanjutnya kesal karena gadis itu kembali membuang hadiahnya.
Sahara kembali masuk ke dalam rumah untuk mengambil dompet. Hari ini ia akan pergi ke pasar untuk membeli sedikit keperluan.
Melihat itu, Sagara terkesiap bangkit untuk menghampirinya. "Mau kemana? Ayo gue anterin?"
Gadis itu mengabaikannya. Ia tetap melanjutkan langkahnya seraya menenteng keranjang belanja.
"Ra, ayo gue anter? Masa jalan kaki, nanti lo capek. Kasian anak kita."
Berkali-kali ia hanya berbicara sendirian. Seolah Sahara adalah gadis tuli dan bisu yang tidak bisa mendengar dan menanggapinya dengan baik.
Sahara nempercepat langkahnya. Lelaki itu sudah seperti anak kucing yang berlari-lari kecil mengejar induknya. Ia meninggalkan mobilnya dan berjalan di dekat gadis itu.
Asal kalian tahu, lelaki itu rela meninggalkan pekerjaannya hanya untuk terus memohon agar di maafkan. Sagara menitipkan pekerjaannya sementara kepada sekretaris dan orang-orang terpercaya lainnya.
Di pasar, suasana sangat ramai dan ricuh. Banyak sekali para pedagang dan pembeli yang berlalu lalang dan bertemu.
"Sini gue bawain keranjangnya," ucap lelaki itu dan lagi-lagi tak mendapat jawaban apapun dari Sahara.