Hening dan senyap kembali menyelimuti suasana. Hilal kebahagiaan yang sebelumnya sedikit terlihat, sekarang harus hilang terbawa arus kesedihan.
Tak ada percakapan apapun setelahnya. Semuanya hanya terdiam dan meresapi kesedihan. Air mata tanpa suara beterbangan luas di sana.
Sahara terus menjatuhkan air mata dengan matanya yang masih terpejam. Tangannya di genggam begitu kuat.
Oh, Tuhan. Kesakitan seperti apa lagi ini? Apa kesakitan sebelum-sebelumnya tidak cukup? Apa Sahara masih harus menerima karma atas perbuatannya? Mengapa Engkau hancurkan dunianya sekaligus? Hidupnya sudah berat, apa Engkau akan menambah lagi beban di pundaknya?
Gadis itu tidak kuat. Terlalu sakit merasakan semua ini sendirian. Terlalu pedih menerima kenyataan yang terdengar memilukan. Sahara sudah terlalu lelah menjalani semuanya.
"Mama mohon tolong lakukan sesuatu. Apapun itu, yang terpenting jangan angkat rahim Sahara. Bagaimana hidup Sahara nantinya? Mama tidak mau dia semakin tersiksa. Sahara tidak punya siapa-siapa lagi, dia hanya punya kita. Mama mohon tolong lakukan sesuatu. Lakukan sesuatu untuk Sahara. Mama mohon."
Amara menjatuhkan tubuhnya di lantai. Ia bahkan bersimpuh di kaki Sagara, memohon agar lelaki itu melakukan sesuatu demi kesembuhan Sahara.
Melihat ibunya yang seperti itu, Sagara tidak kuasa. Ia memegangi pundak Amara kemudian membawa wanita itu agar berdiri dan kembali pada posisinya.
Saat ini gantian Sagara yang bersimpuh dan berada di dekat kaki Amara. "Aga juga maunya seperti itu, Ma. Aga juga nggak mau rahim Sahara di angkat. Aga nggak bisa membayangkan bagaimana hidup Sahara nanti setelah tahu kenyataannya. Semuanya udah terlambat sekarang. Kista di rahim Sahara sudah sangat besar dan parah. Sahara mungkin selalu merasakan kesakitan, tapi ia tidak menyadari dan selalu ingin terlihat baik-baik saja. Ini semua salah Aga, Ma. Sebagai suami harusnya Aga selalu memperhatikan keadannya. Tapi, apa yang Aga lakukan? Aga justru melakukan sebaliknya. Aga selalu memberikan luka dan kekecewaan untuknya. Aga menyesal, Ma. Aga me---nye--sal," sesalnya di susul isak tangis.
Keadaan semakin kacau saja. Air mata terus saja berjatuhan menghadapi kenyataan pahit nan memilukan. Lemas tubuh Amara mendengarnya, ia kemudian menyandarkan kepalanya pasrah di tembok kamar.
Amara hanya takut jika menantunya semakin terluka dan kecewa. Mengapa hidup terlalu kejam kepada Sahara? Apa salah gadis polos nan lugu itu? Apa adil baginya untuk menerima semua ini bersamaan? Pundaknya lemah, ia tidak seharusnya mengalami ini semua.
🦋🦋🦋
Sejak Sagara mengatakan semuanya, keadaan masih sama sampai sekarang. Mereka bahkan tidak berselera untuk makan. Sedari tadi hanya melamun dan merenung. Terlebih, melihat tubuh Sahara yang masih terbaring di brankar semakin membuat mereka tidak kuasa menahan kesedihan.
Saat ini, jam menunjukkan pukul 01.30 dini hari. Sagara dan kedua orang tuanya tengah tertidur pulas karena hampir seharian menemani Sahara.
Sagara tertidur di dekat istrinya, ia bahkan menggenggam jemari Sahara dalam tidurnya. Sedangkan orang tuanya, mereka tertidur di sofa kamar yang posisinya tidak terlalu jauh dari brankar.
KAMU SEDANG MEMBACA
180° [END]
Teen Fiction🌼 Follow akunku sebelum membaca! 🌼 Dilarang plagiat karena ide itu MAHAL! 🌼 Status cerita sudah end, jadi bisa marathon sampai akhir. 🌼 Jangan lupa vote dan komen saat membaca, agar Author tahu kalian benar-benar ada dan nyata. Blurb : Apa jadin...