🌼 Follow akunku sebelum membaca!
🌼 Dilarang plagiat karena ide itu MAHAL!
🌼 Status cerita sudah end, jadi bisa marathon sampai akhir.
🌼 Jangan lupa vote dan komen saat membaca, agar Author tahu kalian benar-benar ada dan nyata.
Blurb :
Apa jadin...
Part sebelumnya lumayan panjang, tapi apresiasinya dikit banget :( Nggak tau kenapa, nggak seru kah?
Padahal aku buru-buru nulis karena udah ada yang nunggu-nunggu. But, pas udah di upload nggak ada yang nongol hiks.
Ya nggak papa deh, kita nggak bisa maksa orang lain untuk apresiasi usaha kita. Tapi, aku salut sama kalian yang selalu vote dan komen di cerita manapun itu. Kalian hebat👍🏻 Terus pertahankan ya Sehat selalu🧡
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Lo kenapa jadi lemah gini, sih? Kenapa diam aja di perlakuin kayak gitu ha?"
Sahara tetap saja menangis apalagi saat Sagara terus saja merutuki dan memarahinya.
Setelah jeda yang cukup lama, gadis itu berusaha menetralkan diri dengan mengontrol air matanya agar tidak jatuh terlalu banyak.
"A--aku bingung harus apa. Aku kaget karena Zara ngelakuin itu tiba-tiba, Ga. Hiks," lirihnya terbata-bata kemudian kembali menangis.
Sahara menundukkan wajahnya, meletakkan wajah yang sudah basah di atas lututnya yang ia lipat. Ia kembali menangis seolah meluapkan rasa sakitnya.
Sagara menghela nafas kasar. Ia kemudian menghampiri gadis itu. Duduk di sebelahnya. Merangkulnya. Lalu mengusap-usap pundaknya.
"Jangan nangis lagi. Muka lo jelek banget kalau nangis!"
"Ganti baju dulu sana, nanti masuk angin. Gue mau buatin teh hangat untuk lo," ucapnya kemudian bangkit meninggalkan Sahara.
Gadis itu mendongak setelah mendengar penuturan dari Sagara. Dengan perlahan ia menyeka air matanya, kemudian mengikuti perintah dari pria yang merupakan calon tunangannya itu.
Sahara berjalan pelan dengan jas yang masih bersarang di tubuhnya. Langkah kakinya menuju ke kamar mandi. Ia akan membersihkan tubuhnya terlebih dahulu sebelum berganti baju.
Saat ini, keduanya berada di apartemen yang di beli Sagara beberapa waktu lalu. Pria itu membawanya sepihak, tanpa bertanya terlebih dahulu pada Sahara. Sagara bahkan sempat membelikan piyama saat perjalanan menuju apartemen.
Sekitar lima belas menit kemudian, gadis itu sudah selesai membersihkan diri. Sahara bahkan membasahi rambutnya lalu membungkusnya dengan handuk. Ia berjalan menghampiri Sagara di ruang tamu, dengan piyama tangan panjang yang menutupi tubuhnya.
Sudah ada satu gelas teh hangat di sana. Siapa lagi kalau bukan Sagara yang membuatnya. Pria itu bahkan masih fokus menonton televisi dengan penampilannya yang hanya mengenakan kaos dan celana pendek.
"Minum tehnya, biar tubuh lo hangat," perintahnya tanpa menatap ke arah Sahara karena masih fokus menonton televisi.
Tanpa basa-basi apapun, Sahara kemudian mengangkat gelas dengan menggenggam menggunakan dua tangannya. Ia menyeruput teh dengan perlahan, karena kondisi teh yang masih sangat hangat.