______
"SAHARA," pekik pria itu saat tiba-tiba saja tubuh Sahara jatuh ke lantai.
Lisa yang mengamati dari kejauhan pun terkejut melihat Sahara yang tiba-tiba jatuh pingsan. Ia sontak berlari menghampiri temannya itu, tanpa memedulikan apapun.
"Ra, bangun!" Sagara menepuk-nepuk pelan pipi gadis itu. Namun, Sahara tetap tidak membuka matanya. Di rasa tak mendapati respon apapun, dengan sigap pria itu menggendong tubuh Sahara, dengan kondisi tubuhnya yang bertelanjang dada.
Tentu saja aksi Sagara menjadi pusat perhatian di sana. Banyak yang bertanya-tanya perihal apa yang sedang terjadi. Mengapa Sagara terlihat sangat gusar dan cemas. Aldino yang melihat sepupunya seperti itu pun penasaran ingin tahu.
"Sahara kenapa, Ga?" Beo lelaki itu saat Sagara berjalan melaluinya.
Sagara yang sangat panik sampai-sampai tidak mendengar pertanyaan Aldino. Ia bahkan menghalau apapun yang ada di depannya. Entah setan apa yang merasukinya, Sagara bahkan berjalan sangat cepat seperti sedang tidak mengangkat beban apapun. Padahal, berat badan Sahara termasuk lumayan.
Saat sudah berada di depan pintu ruangan UKS, Sagara bahkan hendak menendang pintu dengan kakinya. Untungnya, Lisa sigap membukanya terlebih dahulu. Jika tidak, mungkin pintu tersebut akan rusak.
"Bu, tolong periksa keadaan Sahara," serunya saat sampai di ruang UKS.
Pria itu meletakkan tubuh Sahara di ranjang dengan sangat pelan dan hati-hati. Tangannya kembali menepuk-nepuk pipi Sahara, juga sesekali mengecek suhu tubuh wanita itu dengan meletakkan tangannya di dahi.
Ada perasaan bingung di hati Lisa. Gadis itu bingung, kenapa Sagara terlihat sangat khawatir seperti ini? Bukankah mereka baru saja bertemu belakangan ini? Apa Sagara menyukai temannya itu? Ah, entahlah. Yang terpenting, sekarang Sahara harus segera sadar.
Lisa juga berada di sebelah Sahara, bersebrangan dengan posisi Sagara. Sedikit ia mundurkan langkahnya, agar Riri selaku dokter sekolah bisa memeriksa keadaan Sahara.
Bak dokter pada umumnya, Riri memeriksa degup jantung Sahara dengan stetoskopnya. Setelah itu, ia mengecek suhu tubuh Sahara dengan alat termometer.
"Sahara demam, cukup tinggi. Asam lambungnya juga kumat," jelas Riri terkait kondisi Sahara berdasarkan pemeriksaannya.
"Apa harus ke rumah sakit, Bu?" Tanya Sagara dengan cemasnya.
"Tidak perlu. Sahara hanya perlu beristirahat dan minum obat dengan teratur. Pikirannya juga tidak boleh stres. Sebentar lagi dia akan sadar. Setelah itu akan Ibu berikan obat beserta resepnya."
Sagara mengangguk mengerti, perasaannya mulai lega. Nafasnya pun sudah mulai beraturan. Ia mengamati dalam-dalam wajah teduh Sahara. Sepertinya, Sagara masih memiliki rasa di hatinya untuk gadis itu. Meski sekarang, kebenciannya jauh lebih besar ketimbang perasaan cintanya dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
180° [END]
Fiksi Remaja🌼 Follow akunku sebelum membaca! 🌼 Dilarang plagiat karena ide itu MAHAL! 🌼 Status cerita sudah end, jadi bisa marathon sampai akhir. 🌼 Jangan lupa vote dan komen saat membaca, agar Author tahu kalian benar-benar ada dan nyata. Blurb : Apa jadin...