Peeved

1.3K 235 5
                                    

__________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

__________

"Sudah, sudah. Kenapa jadi berdebat seperti ini. Sagara, kamu yakin mau membayar uang semester Sahara?" Tanya Dewi untuk benar-benar memastikan kebenarannya.

"Yakin, Bu."

"Enggak, Bu."

Jawab Sahara dan Sagara dengan serentak.

"Dasar keras kepala!"

"Lo yang keras kepala! Sesuai sama nama lo. SA-GA-RA. SukA cari GAra-gaRA," ucap Sahara mengeja kata perkata dengan penekanan.

"Lo juga. SA-HA-RA. SukA Huru-hARA," balas pria itu mengikuti gaya bicara Sahara.

Semakin kesal Sahara di buatnya. Mimpi apa ia kemarin malam sampai harus bertemu pria menyebalkan seperti ini.

"Anjir lo," Sahara berucap seolah tak menyadari ada Dewi di depannya.

"Lo yang anjir," lagi-lagi Sagara tidak mau kalah. Jika Sahara bisa, kenapa ia tidak?

"Astaga. Sahara. Sagara. Bisa berhenti berdebat, tidak? Kalau tidak lebih baik keluar saja. Ibu pusing mendengarnya," keluh wanita berseragam kecoklatan itu.

"Maaf, Bu," Sahara tertunduk, begitu juga Sagara. Keduanya kembali terdiam seperti patung.

"Ya sudah, jadi bagaimana mengenai uang semester kamu, Sahara? Dewi bertanya kembali, karena memang belum ada kejelasan yang di peroleh.

"Saya minta keringanan waktu boleh tidak, Bu?" Pintanya sekali lagi.

"Tidak bisa, Sahara. Kamu bahkan sudah telat dua minggu sejak hari pertama masuk sekolah."

"Tapi, Bu--."

Ucapan Sahara kembali terhenti karena Sagara yang ikut berbicara.

"Gue aja yang bayar. Jangan ngeyel!" Omel Sagara pada gadis di sebelahnya.

"Berapa, Bu? Biar saya lunasin sekarang," Sagara merogoh kantongnya, mengeluarkan sebuah benda kecil dari sana.

"Seratus dua puluh juta. Untuk satu semester."

Sagara langsung menyodorkan benda kecil mirip sebuah kartu ATM. Sedangkan Sahara? Gadis itu hanya menatap kesal pada raut wajah pria menyebalkan yang berlagak seperti pahlawan.

Setelah menyelesaikan segala urusan. Kedua sejoli itu beranjak untuk meninggalkan ruangan. Selesai sudah urusan uang semester Sahara. Bukannya tenang, Sahara justru semakin gusar. Mau tidak mau ia pasti akan berurusan dengan Sagara.

"Tunggu!" Suara Sahara menghentikan langkah kaki Sagara yang mulai menjauhinya.

"Apa lagi?" Ucapnya seraya membalikkan badannya menghadap ke arah Sahara.

"Makasih."

Sahara mengucap terima kasih, dan itu membuat Sagara senang. Seorang Sahara yang terkenal arogan dan ketus, ternyata bisa juga berterima kasih pada orang lain.

180° [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang