Aku melupakan seseorang yang belum menghampiriku. Matanya memerah, menahan tangis.
"Bentar Del." Aku menjauh dari Adel.
Berjalan menghampirinya, yang masih duduk dan berada di tempat yang sama.
Aku memegang pundaknya, hendak bertanya keadaannya. Namun dia menghempas tanganku.
"Chik..."
Dia bangkit menatapku. Aku sesungguhnya tak bisa melihat mata merahnya. Aku mohon jangan menangis.
"Aku pikir Ka Gita beda. Berbeda dari yang lain. Ga bisa di gombalin. Sulit di dekati. Tapi ternyata sama aja. Aku salah berharap sama kakak. Menaruh harapan. Menaruh rasa sukaku" Ucapnya kesal dan pergi.
Aku menatap punggungnya. Diantara semua kepergian. Kepergian Chika adalah yang paling menyakitkan.
Lucu rasanya. Aku tak merespon, menolak semua gombalannya. Padahal saat ini hatiku menyerukan namanya.
"Hah.. sorry Chik." Ucapku pelan.
***
Ku pikir setelah semua terbongkar keadaanku menjadi lebih baik, lebih teratur. Tapi nyatanya tidak. Diam nya Chika, perubahan drastis sikap Chika. Sungguh itu sangat tak menyenangkan ku terima.
"Handphone Lo bunyi terus tuuh." Eli mengingatkanku.
Namun bukan menggubris ucapan Eli, panggilan masuk, chat yg masuk ku abaikan. Aku sama sekali tak menyentuh hp ku.
"Kenapa sih Lo? Perasaan idup Lo malah nambah ribet setelah ga ada pacar." Eli membuka kembali pembicaraan. "Pacarin aja salah satunya, pasti diantara semua ada yang paling berkesan kan?"
"Ga semudah itu Li," aku membaringkan tubuhku di sofa. "Mereka semua minta balikan lagi."
"Wow." Eli terkejut. "Mereka tahan banting ternyata," antar komentar positif entah semuah sindiran. "Gue pikir mereka akan berakhir hari itu juga."
"Gue juga mikirnya kaya gitu. Tapi satu persatu dari mereka ngechat gue, ngajak balikan. Ngajak ketemuan."
"Dari semuanya siapa yang Lo pilih?" .
"Marsha yang imut dan menggemaskan? Atau Fiony yang punya karakter. Ci eril yang gampang ngambek tapi slalu menyerah kalo ngadepin Lo, Dey sahabat kita, atau indah yang dewasa?"
"Ga tau."
"Marsha sama Fiony itu udah kaya adik. Gue sayang, gue suka memanjakan mereka, gue suka saat mereka kesal dengan sikap iseng gue. Yaaa tapi hanya sebatas adik."
"Ci eril teman seangkatan, kita ga pernah Deket sebelumnya yaa Lo tau juga kan gue telat masuk tim, terus pas masuk gue masuk tim K3, ci eril tim J. Rasanya bersama ci eril membuat gue berpikir tentang kehidupan gue di JKT."
"Sedangkan Dey, kita kan sahabatan. Gue sih yang salah. Pas dia nembak gue, malah gue terima. Gue pikir perasaan sahabat lebih mudah di rubah menjadi cinta. Tapi ternyata salah. Ga semudah itu. Sahabat dan cinta itu berbeda konsep."
"Yaaa lu tuh nyaris menghancurkan persahabatan kita. Belum lagi si Muthe yang ngerasa iri karena ga lu ajak taruhan." Eli kembali berkomentar. "Jadi pilihan Lo Indah?"
"Indaahh?? Hah? Entahlah."
***
Aku segera menuju Theater, kali ini aku datang lebih awal. Mengingat ci Shani ingin bertemu dan berbicara akan hal penting denganku.Hah. Pasti kejadian tempo hari itu. Pasti ci Shani akan membicarakannya. Pastinya ci Shani ga akan sendiri, karena akhir-akhir ini ci Gre sangat sentimentil padaku. Padahal kan aku hanya bercanda akan mendekati ci Shani. Mana beranikah pawangnya macem ci Gre mah.