3 cinta 1 hati (4)

676 99 21
                                    

Aku tidak menjawab ucapan Veranda. Namun pandanganku terfokus pada dua gadis yang ada di belakang Veranda tengah berjalan mendekat ke arah kami dengan tatapan tajam.

"Kak Naomi." "Mi." ucap Ayana dan Melody berbarengan.

Ve berbalik badan mendengar mereka berdua memanggil namaku. Sejurus kemudian dia menatapku dengan tatapan bingung.

"Anu...." aku tidak dapat mengucapkan sepatah katapun.

"Mereka siapa, sayang?" potong Ve sebelum aku menyelesaikan kalimatku.

"Sayang sayang enak aja lo manggil pacar gue sayang," omel Melody kepada Ve.

"Hah? Kak Naomi pacar aku tau," protes Ayana. Sedangkan Ve kini tengah menatapku tajam.

Tuhan, selamatkan aku...

Tidak.

Sekarang bukan hanya mata ve. Tapi mata ketiganya seakan ingin memangsaku. Aku berkali-kali menelan ludah.

Bagaimana cara kujelaskan pada mereka?

Plak.
"Kamu duain aku? Hmm." Ucap ve dengan nada menantang.

"Enggak ve. Bukan dua tapi tiga." Jelasku polos.

"Tiga?" Teriak ve

Plak.
"Kamu udah khianati kepercayaanku Mi." Ucap ve meninggalkanku.

"Ve.. veranda." Aku hendak mengejar namun melody menghentikan pergerakkanku.

Amukan melody pasti lebih menyeramkan dibandingkan ve.

"Mel, a..aku."

Brugh.

"Uhh." Aku meringis kesakitan memegangi perutku yang di pukul keras oleh melody. Yang meninggalkan ku tanpa bicara.

"Sakit ka?" Tanya ayana menghampiriku.

Ayana mengusap pipiku lembut. Aku mengangguk lemah bersikap semanja mungkin padanya.

"Arghhh." Jeritku saat ayana menginjak kakiku dengan heelsnya keras dan bahkan sekan gemas ingin mencincang tulang benulang punggung kakiku.

"Kakak jahat sama aku." Ucapnya dengan tangisan dan pergi begitu saja.

Aku mencoba mengejar mereka tapi kakiku terlampau sakit. Aku hanya ingin mengatakan aku sayang mereka.

"Astaga Naomi," seseorang memegang pundakku dari belakang ketika aku sedang berjongkok menahan sakit di bagian kakiku.

"Gre," panggilku lirih sambil mendesis.

"Yuk duduk dulu, Mi," Gre memapahku menuju kursi terdekat lalu membuka flatshoes yang kupakai.

"Merah banget kaki kamu. Sakit?" tanyanya sambil menekan bagian yang memerah.

"Aaaakkk jangan diteken, Gre!" teriakku padanya.

"E-eh maaf. Bentar," dia menggeledah tasnya mencari sesuatu. Ternyata dia mengambil minyak dari dalam tasnya dan mengoleskan pada kakiku.

"Tahan bentar ya. Sakit dikit. Bakal panas juga. Tapi paling enggak, nanti bakal ngurangin rasa sakitnya," ucapnya. Aku hanya menunduk melihatnya sesekali meringis kecil.

"Perutnya sakit nggak?" aku menggeleng. "Pipinya?" dia menyentuh pipiku. Cukup lama aku tertegun karena dia memegang pipiku, kemudian aku menggeleng.

"Kamu bawa mobil?" aku mengangguk. "Yaudah aku anter ke basement ya. Nanti aku yang nyetir aja. Kaki kamu kayanya gak bisa dipake nginjek pedal," lagi-lagi aku hanya mengangguk.

ONE SHOO(R)T STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang