Shinta Naomi
dan
Jessica VerandaThis part inspired by Taylor Swift's song, with the same tittle.
----------------------------------
I'm so glad, you made time to see me.
How's life? Tell me how's your family.
I haven't seen them in a while"Hai, udah lama nunggunya?" panggilku kepada seseorang yang sedari tadi menungguku di sebuah cafe.
"Hmm, nggak kok," jawabnya sambil tersenyum.
"Udah pesan minum?" tanyaku sambil mengambil buku menu yang ada di depanku, namun tangannya menahanku.
"Udah. Aku juga udah pesan buat kamu. Green tea latte, dan cheese cake," jawabnya sambil tersenyum. Dia masih ingat ternyata.
Hari ini aku membuat janji dengan seseorang yang telah lama tidak aku temui. Mantan kekasihku yang entah mengapa beberapa bulan ini terus mengganggu pikiranku. Aku merindukannya, kurasa.
Aku senang dia memenuhi undanganku untuk sekedar makan siang di cafe langganan kami dulu. Aku kira, dia akan menolak ajakanku terus-menerus. Mengingat pertemuan terakhir kita pasti menorehkan luka di hatinya.
Pesanan kami datang lebih cepat dari yang aku kira. Kurasa dia berbohong soal lamanya waktu dia menungguku.
"Gimana kabar mami sama papi, Mi? Mereka sehat? Uhm? Sinka gimana? Aku lama banget nggak ketemu mereka ya?" tanyaku sambil memotong cheese cake yang telah terhidang di depan mataku.
"Sehat, Ve. Sinka sekarang udah mulai kuliah." jawabnya singkat.
You've been got busier than ever.
We small talk, work and the weather.
Your guard is up, and I know why."Kamu kayaknya makin sibuk ya sekarang? Bahkan aku harus nunggu 2 minggu buat ketemu kamu," tanyaku lagi.
"Hmm, aku lagi bantuin papi urus perusahannya aja kok," jawabnya yang entah mengapa kurasa masih sedikit kaku.
"Ah," aku mendesah pelan menjawab pernyataannya. Suasana canggung kurasakan di pertemuan kami ini setelah sekian lama.
"Tumben cuacanya cerah," aku mengalihkan pembicaraan. Namun dia hanya tersenyum.
Maafkan aku, Naomi. Pasti luka itu masih sangat membekas di hatimu. Bahkan seakan kamu sedikit takut berbicara denganku. Takut jika luka yang belum sembuh benar itu kembali menganga.
*****
Akhir-akhir ini aku tidak bisa tidur. Bayangan wajahnya selalu menghantui hari-hariku, siang dan malamku.
Aku teringat ketika malam ulang tahunnya, dimana seharusnya aku, sebagai orang spesialnya, memberinya ucapan selamat. Memberinya untaian doa-doa, memberi sebuah kado kecil, atau memberi sebuah ciuman. Namun, hal itu tidak aku lakukan. Aku malah bersenang-senang bersama beberapa sahabatku. Menghabiskan weekendku dengan pergi ke luar kota, tanpa mengajaknya, yang mungkin sedang berdebar menunggu ponselnya berdering mencantumkan namaku di layarnya. Dan dia tidak menuntut apapun. Hatinya masih milikku.
Kemudian, otakku kembali memutar kejadian dimana dia, dengan rengekannya, memintaku untuk menemaninya ke pantai. Ketika itu musim panas. Pantai merupakan salah satu spot terbaik untuk menghabiskan musim panas. Aku menyetujuinya, karena aku pikir tidak ada salahnya sesekali menghabiskan waktu liburanku dengannya. Wajahnya berbinar ketika dia mendengarku menyetujui permintaanya. "Benarkah, Ve? Kamu mau berlibur dengan aku?" pertanyaan yang sama, yang selalu dia tanyakan berkali-kali setelah aku menyetujui permintaannya.