Shinta Naomi
&
Anindhita Rahma Cahyadi-------------------------
Masih terngiang dalam ingatanku saat pertama kali team K3 melakukan theater. Masih ingat pula saat MC dalam moment theater believe k3
"Aku ingin dekat dengan ci naomi. Walaupun kesannya judes tapi bikin penasaran gitu.." Ucapnya dengan ekspresi menggemaskan.
Bahwa selesai thetaer kami mengabadikan momen bersama. Foto itu masih ada dalam memori handphoneku. Aku tak ingin menghapusnya, karena kini dia sudah tumbuh dihatiku.
Seseorang yang mulanya aku anggap mengganggu karena sikapnya yang childlish ternyata malah mengingatkanku kepada Sinka dan membuatku dekat dengannya. Awalnya hanya sekedar gemas dengan tingkah manjanya. Namun kelamaan, entah kenapa ada satu hal yang memaksakanku untuk selalu memanjakannya, dan harus.
Seperti sore ini, ketika latihan untuk theater believe K3, kulihat dia duduk sendiri di pojok ruang latihan, menekuk lututnya sebagai tumpuan dagunya sambil memainkan ponsel. Dia duduk sendirian bukan karena tidak memiliki teman, namun dia datang ke tempat latihan lebih awal. Kulihat Ayana, yang memang selalu datang pertama, sedang tidur di sisi lainnya.
Ku hampiri dia dan langsung kujatuhkan tubuhku di sampingnya yang membuatnya kaget.
"Eh cici. Bikin kaget aja," ucapnya setelah menyadari kehadiranku yang tiba-tiba.
"Abisnya kamu sibuk banget sih sama HPnya sampe cici datang aja gak tau," balasku yang mendapat tawa kecil darinya.
"Ya abisnya bosen banget. Tadi sekolahnya kelar lebih awal. Terus aku langsung kesini. Datang-datang, kak Ayana udah tidur aja disana. Aku gak enak buat bangunin," ucapnya pura-pura sedih sambil melihat ke arah Ayana yang masih tidur.
Ekspresinya sungguh menggemaskan. Membuatku ingin mencubit pipinya. Jika kebanyakan orang bilang pipi ve sangat menggemaskan tapi bagiku pipinya anin jauuh lebih menggemaskan.
"Kamu udah makan?" Tanyaku mengusap puncak kepalanya. Dan dijawabnya dengan gelengan kepala semabari memanyunkan bibirnya.
uhh menggemaskan.
"Ini cici bawa siomay langganan cici di kampus, kita makan bareng ya." Ajakku bahkan tanpa menunggu jawabannya aku telah menyodorkan suapan pertama untuknya.
Anin tersenyum menerima suapanku. Kemudian merebut sendokku setelah lebih dari tiga kali aku menyuapinya.
"Jangan aku aja donk yang makan, cici juga makan. Buka mulutnya ci aku suapin.""Eh?" Aku terkejut. "Ci...cici sendiri aja nin." Belum sempat aku mengambil alih sendlk itu, anin sudah menempelkan sendok di bibirku membuatku membuka mulutku.
"Tuh kan jadi belepotan." Ucapnya seranya menempelkan ibu jarinya di bibirku sukses bukan hanya menghilangkan noda bumbu kacang namun membuat rona merah di wajahku terlihat.
"Wah enak banget makan siomaynya," suara berat seseorang mengagetkan kami. Atau lebih tepatnya mengagetkanku.
"Eh kak Lidya," sapa Anin kepadanya yang dijawab oleh cengiran dari Lidya.
"Heh Bundo, gue gak dikasih nih?" ucapnya sembari duduk bersama kami.
"Punya Anin. Bilang aja ke dia," ucapku dengan ketus.
"Jutek banget. Perasaan tadi senyum-senyum aja," grutunya. "Yaudah deh Lidy mau nyusul Ayana bobo aja. Baik-baik sama Anin," dia menepuk pundakku sebelum beranjak dan berjalan menuju Ayana yang sedang tidur.
"Kak Lidya emang gitu ya?" tanya Anin setelah Lidya sedikit menjauh.
"Ya aslinya sih pendiem. Tapi gak tau deh makin kesini makin gila," jawabku asal. Anin hanya tertawa mendengarnya.