Toxic (2)

263 24 3
                                    

Seperti biasa ini ada hubungannya dengan cerita sebelumnya. Kini, kita biarkan Veranda bercerita.

***

Keputusan ini berat, tapi aku tidak punya pilihan lagi. Aku memutus untuk berhenti dari JKT 48. Tapi itu tidak seberapa. saat aku harus memutuskan untuk berpisah dengannya, itulah yang terberat.

Bagaimana tidak berat? Perasaan cinta, sayang. Takkan mudah menghilang dari perasaanku. Atau lebih tepatnya tak kan pernah hilang. Tapi, tetap saja aku harus berpisah dengannya. Itu yang terbaik.

"Kita putus." Ucapku setelah perayaan grad. Sungguh aku tak sanggup melihat matanya, rasa sakitnya. Apalagi air matanya.

"Mengapa? Beri aku alasannya Veranda?" Tanyanya.

"Aku bosan sama kamu Naomi!" Entahlah alasan tak logis itu tiba tiba terpilih menjadi alasan yang terucap.

Bagaimana aku bosan dengannya? 3 tahun, kami memadu kasih tak pernah ada rasa bosan, tak pernah ada rasa hambar. Cinta ku selalu tumbuh setiap harinya.

Itulah terakhir kali kami bertemu.

Aku tau, Naomi tidak akan menerima begitu saja. Maka, aku melarikan diri darinya. Bukan karena aku pengecut. Tapi aku tak mau dia terluka jika tahu kebenarannya.

Enam bulan lalu sebelum aku memutuskan grad. Aku divonis mengidap kanker otak stadium 4. Aku pikir sakit kepala yang sering ku rasa hanya karena kelelahan dan darah rendahku saja. Tapi aku terlalu menyepelekan rasa sakit itu, ternyata itu sebuah sel kanker ganas yang sedang menyerang jaringan otakku.

Aku bisa saja jujur pada Naomi dengan keadaanku. Tapi aku tak sanggup. Aku tak sanggup jika dia menerima keadaanku, menerima penyakitku. Aku tak menerima jika dia  melihatku dalam keadaan lemah. Aku tak bisa menerima semua itu.

Maka aku pikir, berpisah adalah yang terbaik.

Aku tak hanya diam diri meratapi penyakitku ini. Aku berusaha. Berusaha sembuh. Berusaha melawan.

Kemoterapi adalah salah satu caraku memperlambat pertumbuhan selnya. Ingatlah, aku ini pengidap kanker stadium 4, jalan satu satunya hanyalah operasi. Aku harusnya menjalankan operasi, resikonya memang besar tapi kemungkinan sembuh pun ada.

Kenapa aku tak percaya dengan kemungkinan baik itu? Apa aku takut mati? Aku bukan tak percaya pada kemungkinan sembuh itu, tapi aku tak ingin dan tak bisa menghadapi efek setelah operasi. Setalah operasi, aku akan kehilangan memori ku. Bukan sekedar memori, tapi aku pun akan kehilangan kemampuan motorik dan sensorik ku, mengalami penurunan kecerdasan.

Aku terima jadi aku mengalami semuanya, tapi aku tak bisa menerima jika hari kehilangan kenangan. Bagaimana bisa aku melupakan Naomi? Bagaimana bisa aku menghapusnya? Jika aku lupa tentang Naomi, aku pun akan melupakan kenangan bersama, melupakan debaran cinta bahkan aku melupakan perasaan cintaku.

Bagaimana bisa aku bertahan jika tanpa Cinta? Tanpa Naomi dalam ingatanku? Bagaimana bisa, itu disebut kehidupan? Karena tanpa Naomi, itu bukanlah kehidupan.

Ve, Sinka pengen ketemu sama kamu

Aku ga bisa Nal

Ya, aku hanya berhubungan dengan Kinal selama tiga tahun ini. Aku mendengar banyak tentang Naomi darinya. Kata Kinal, Naomi grad setelah setahun aku grad. Kata Kinal Tahun pertama aku grad dan menghilang Naomi terus bertanya tentangku pada Kinal. Tapi Kinal sudah kusuruh bungkam. Setelah itu, aku tak mendengar apapu lagi tentangnya.

Kata Kinal, "Naomi mungkin sudah melupakanmu, Ve."

Sakit.
Mungkin ini yang disebut sakit tak berdarah. Tapi apa boleh buat, bukankah lebih baik seperti itu? Naomi move on melupakanku, hidup bahagia. Lagi pula itu sudah pilihanku, melepas Naomi, untuk kebahagiaan nya. Karena dia berhak bahagia, walaupun bahagianya bukan denganku.

ONE SHOO(R)T STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang