H a p p y 💫 r e a d i n g
Sesuai dengan janji mereka tempo lalu. Saat ini, pukul sebelas lebih lima menit, pada hari minggu, tepat di depan sebuah apartemen mewah yang di tempati oleh Rio. Jauh lambat dari waktu yang mereka janjikan. Sekelompok manusia yang berisi dari tiga laki-laki dan tiga perempuan telah siap untuk memencet bel tapi tidak ada satupun dari mereka yang melakukannya.
"Ini benerkan apartemennya? Nggak salahkan? Ini apartemen elit loh. Nanti kita salah apartemen." Rati memandangi yang lain dengan cemas takut-takut kalau mereka salah tempat.
"Bener loh, Rati. Walopun Rio itu penampilannya biasa-biasa aja, tapi dia tu keturunan orang kaya, mana anak tunggal lagi." sahut Deon malas.
"Kalo kita salah tempat, ya minta maaf aja lalu pergi." Vina menyahut dengan santai.
Sementara yang lainnya hanya memandangi mereka dengan malas. Lalu Aldo pun maju dan menekan bel dengan bruntal. Tak hanya itu saja, Aldo juga mulai menggedor-gedor pintu itu.
Yang mana hal itu mampu membuat kelima orang lainnya membelalakkan mata tak percaya.
"ADAM, OY ADAM! BUKA PINTUNYA!" teriak Aldo dengan kuat.
"Lo yang sopan anjir! Gimana kalo kita salah tempat?!" teriak Deva kesal.
Bertepatan dengan itu, pintu pun terbuka dan terlihatlah Adam yang sedang mengenakan celemek dan juga memegang sutil sayur.
"Ada yang bisa saya bantu? Ada apa ya, sampe teriak manggil-manggil saya?" tanya Adam pada ke enam remaja itu.
Mereka semua masih diam membisu dan memandang Adam dengan tatapan takut-takut. Ah ralat, mungkin hanya ketiga gadis itu saja yabg memandang Adam takut-takut. Karena, ketiga lainnya hanya memandang Adam dengan tersenyum manis.
"Eh ada Om Adam. Nggak kerja, Om?" tanya Aldo dengan cengengesan.
"Ini hari minggu loh, Aldo. Kantor saya tutup hari minggu kecuali untuk yang lembur." sahut Adam lembut dengan tersenyum paksa walau ada niat hati ingin menggetok kepala temen anaknya itu dengan sutil sayur.
"Heheh iya juga, ya om." Aldo menyengir kuda dan mengangkat kedua jarinya membentuk peace.
"Rionya ada, om?" tanya Zino yang paling waras.
"Oh itu udah nunggu di ruang santai, masuk-masuk." Adam membuka lebar pintu apartemen dan mempersilahkan mereka masuk.
"Langsung aja masuk, om masih mau masak dulu untuk makan siang."
"Cepat amat om, masak jam segini. Perlu Deon bantuin gak om?" tanya Deon.
Adam dengan cepat menggelengkan kepalanya tanda ia menolak tawaran Deon.
"Nggak perlu, langsung kalian kerjakan tugas kalian. Om juga baru mulai. Ini udah jam berapa, ya Deon kalo om boleh tau?" tanya Adam dengan kembali tersenyum paksa, sedangkan Deon hanya menyengir kuda.
"Eh Al, itu siapanya Rio?" tanya Vina pada Aldo yang memang berjalan di sampingnya.
"Bokapnya, kenapa?" jawab dan tanya Aldo balik.
"Serius lo? Oma sama Opa nya aja udah kaya. Eh ternyata bokapnya lebih kaya. Gila emang si Rio turunan sultan oy. Mana tu om-om sugar daddyable banget lagi." Vina berdecak kagum dan mulai memandangi ke sekeliling.
"Emang bener sih. Apa lagi Rio anak tunggal." Vina terbelalak kaget mendengar jawaban Aldo.
"Serius lo?" tanya Vina dan dibalas anggukan oleh Aldo.
"Piks harus gue gebet ni si Rio. Mayan euy, anak tunggal kaya raya."
Aldo hanya menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Vina.
"Salib di lehermu tak akan pernah bersatu dengan tasbih di tangan Rio." Aldo menunjuk kalung salib yang memang selalu digunakan oleh Vina.
"Sialan lo!"
Setelah berjalan sekitar dua menit, akhirnya mereka sampai di ruang santai yang diberi tahu Adam tadi. Dan terlihatlah Rio yang sedang menonton televisi dengan berbagai snack yang menumpul di depannya.
"Buset santai amat lo!" Zino mendudukkan dirinya di samping Rio tak lupa dengan tangan yang mengambil satu snack dari meja.
"Kok lama banget sih. Katanya jam sepuluh, lah ini jam berapa?" tanya Rio sinis.
"Masih jam sepuluh juga," sahut Deva.
"Mata lo lima, jam sepuluh. Liat tu jam!" Rio menunjuk pada jam dingin yang sudah menunjukkan pukul 11:15 wib.
"Loh, kok dah jam segitu? Rusak kali jam lo, Yo." timpal Deon.
Rio mengambil satu snack dan bersiap untuk melemparkannya pada Deon. Tetapi langsung tertahan karena ucapan Rati.
"Udah-udah. Yok mulai kerja."
Mereka mulai mengerjakan tugas mereka sesuai dengan keahlian. Terkadang mereka akan saling bertanya dan juga berdebat untuk satu tugas.
Hingga tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 12:00 siang. Sudah saatnya makan siang. Tugas mereka juga sudah selesai, tidak lupa bungkus snack yang sudah berserakan di sekitar mereka dan tidak ada satupun snack yang tersisa.
"Kalian langsung pulang?" tanya Adam yang sepertinya baru selesai dengan urusan dapurnya.
"Kayaknya bentar lagi deh, om. Gapapa kan?" jawab dan tanya Rati tidak enak.
Adam tersenyum dan mengangguk.
"Yaudah, makan siang dulu yuk."
"Nah ini dia yang gue tunggu. Emang Om Adam tu paling debes deh pokoknya!" Aldo memeberikan kedua jempolnya pada Adam.
Adam hanya menggelengkan kepalanya saja lalu berjalan menuju meja makan yang berada tak jauh dari dapur. Diikuti oleh para siswa-siswi yang berjumlah tujuh orang itu di belakangnya.
-T B C-
KAMU SEDANG MEMBACA
1 Tahun Bersama Papa
Teen FictionSebelum baca, follow akun Arii dulu 😗 17 tahun ia telah hidup, namun tidak pernah sekalipun ia berinteraksi dengan sang Papa. Mamanya telah meninggal saat melahirkan dirinya, semenjak itu pula kakek dan neneknya yang membesarkannya. Sedangkan, Papa...