35

9K 1K 42
                                    

H a p p y 💫 R e a d i n g

Mama is calling...

Adam menyatukan alisnya bingung begitu melihat nama sang mama yang tertera di ponselnya.

Adam yang saat ini sedang mengerjakan berkas-berkas di ruang kerja yang berada di apartemennya seketika menghentikan kerjanya dan mengambil ponsel miliknya yang berada di meja.

"Halo, ma?"

"Halo, Dam. Adam, Rio masih les'kan?"

Adam kembali menyatukan alisnya bingung. Sepertinya Rio tak pernah membahas tentang les kepada dirinya.

"Emang kenapa, Ma?"

Adam mendengar suara hela nafas dari sebrang sana. Ah, sepertinya sekarang ia mdbgerti situasi ini.

"Rio itu nakal, Dam. Dia bisa aja gak ngomong sama kamu kalo seharusnya dia setiap hari les. Kalo pun dia ngomong sama kamu. Pasti dia izinnya les tapi sebenarnya dia main sama temen gak beresnya itu. Oh ya, Dam. Kalo bisa kamu jauhkan gih anak kamu dari teman-temannya itu, terutama si Zino-Zino itu. Dia itu gak pantes temenan sama Rio."

Adam menghela nafas kasar. Lagi dan lagi, sifat arogan sang Ibu keluar. Sifat yang paling dibencinya karena sifat itulah yang membuat ia tak mempunyai teman. Tapi untung saja anaknya memiliki tiga temannya iti walau sang Ibu taj menyukai ketiga teman anaknya.

"Ma, Rio pasti paham sama yang dia lakukan. Stop untuk ngelarang Rio bergaul sama teman sebayanya."

"Mama gak ngelarang Rio bergaul sama teman sebayanya. Tapi Mama gak suka aja itu sama ketiga teman Rio. Ah ralat, Mama hanya menyukai Deon karena Deon setara sama kita. Tapi Zino Zino itu? Oh ayolah, dia cuma anak dari supir taksi dan juga seorang jalang! oh ya, Rio kalo les tetap pulang jam sembilan malam kan?"

Adam yang tadinya memijat pangkal hidungnya karena pusing mendengar ucapan dari sang Mama seketika menghentikan akisnya.

Apa tadi? Jam sembilan malam? What?

"Ma! Masa Rio les bimbelnya sampe jam sembilan malam sih? Terus kapan Rio istirahatnya?" tanya Adam dengan nada yang sedikit tinggi.

"Loh, itu udah termasuk cepat loj? Bahkan Mama ngurangin jam bimbelnya biar ada waktu sama kamu. Oh tunggu! Kok kamu kaget sih? Jangan bilang selama tinggal sama kamu Rio gak pernah pergi les bimbel? Mama gak mau tau! Mulai sekarang, kamu harus pastikan kalau Rio les bimbelnya dan jangan sampai bolos! Mama akan tambahin waktu les bimbelnya sampe jam sebelas. Kamu gak bisa nolak!"

"Ma! Rio anak aku! Sekarang juga Rio udah tinggal sama aku. Jadi Adam mohon, biar Adam aja yang ngatur waktu belajar Rio. Ma, nilai iti bukan segalanya. Nilai juga gak bisa menjamin masa depan, Ma! Jangan terlalu memaksa kepintaran anak, karna itu sia-sia. Jadi, Adam mohon sama Mama, biar Adam aja sekarang uang ngatur waktu belajar Rio. Adam juga bakal pastikan kok kalo Rio bisa kuliah di universitas dunia."

"Ck, terserah kamu. Yang penting Rio maduk ke Universitas Dunia, kalau bisa di harvard university, ingat itu!"

Tutt...

Adam menghela nafas dan memijat pangkal hidungnya kembali.

"Pa."

Adam mengangkat wajahnya saat suara Rio terdengar memanggil dirinya. Dan benar, Rio sedang berdiri di depan pintu dengan raut wajah bersalah.

"kenapa, hm?" tanya Adam dengan tersenyum.

"Oma marah, ya? Maaf ya, Pa. Karna aku Papa jadi berantem sama Oma."

Rio menundukkan kepalanya merasa bersalah. Membuat Adam tersenyum gemas melihat tingkah putra semata wayangnya itu. Adam bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Rio.

"Gak masalah, kok. Malah Papa bersyukur karna kalo Oma kamu gak ngomong. Pasti Papa gak tau kalo selama ini kamu setres karena tuntutan Oma kamu."

Adam mengelus surai hitam Rio menenangkan. Rio mengangkat wajahnya, menatap Ad dengan mata hang berkaca-kaca.

Karena pada dasarnya, inilah yang dia inginkan. Mendapstkan sandaran ketika ia sedang berada di titik terendahnya dan berharap orang itu adalah Adam, Papa kandungnya.

Rio tak perduli jika orang-orang mengatakan kalau ia banci karena menangis. Ia tak peduli tentang itu.

"Setelah ini, Rio bakal les bimbel lagi kok. Papa tenang aja. Rio pasti nisa masuk ke harvard university sesuai kemauan, Oma." Tekad Rio sudah bulat, mulai sekarang ia akan lebih belajar bersungguh-sungguh.

Adam tertawa mendengar ucapan Rio.

"Papa percaya kok. Tapi jangan sampe setres oke?"

-t b c-

1 Tahun Bersama Papa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang