50

3.9K 342 16
                                    

       H A P P Y 💫 R E A D I N G

"RIOOO!"

Adam berlari mengejar Rio yang kian terhuyung ke belakang. Namun tetap saja, Adam tak dapat meraih tangan sang anak. Hingga Rio terjun bebas dari rooftop rumah tua itu.

Saat Adam hampir ikut terjatuh dari rooftop karena tak adanya pembatas. Salah seorang bawahannya dengan cepat menahan tubuh Adam.

Perasaan panik yang tadinya menyerang Adam seketika tergantikan dengan rasa lega begitu melihat bahwa orang tua Deon telah lebih dulu memasang trampoline di sekitar rumah tua itu. Dan berkat itulah, saat ini Rio baik-baik saja. Walau terdapat banyak luka memar yang memang sudah ada.

"Anda baik-baik saja, tuan?"

Adam mengangguk, melepaskan tangan bawahannya dari lengannya lalu berjalan menuju pria bertopeng tadi yang kini mencoba untuk kabur.


Namun, aksinya itu gagal karena para bawahan Adam yang dengan sigap menahan pria bertopeng itu.

"Waktumu untuk bermain sudah selesai," menjeda ucapannya sejenak dan menatap pria bertopeng itu dengan seringai di bibirnya.

"Cahyo!" lanjutnya pelan.


Bugh...

Menendang perut Cahyo hingga pria bertopeng itu a.k.a Cahyo terjatuh terlentang tak berdaya.

"Ini karena kau yang menyakiti putraku."

Bugh...

Memukul rahang Cahyo dengan sangat kuat hingga sudut bibir pria paruh baya itu sobek dan mengeluarkan darah.

"Ini karena kau yang mengkhianati saya."

Bugh...

Menendang Kepala Cahyo tanpa rasa kasihan. Itulah yang Adam lakukan saat ini.

"Ini karena kau yang membongkar rahasia yang sudah kututupi selama ini."

Menginjak lengan pria paruh baya itu dengan sadis hingga Cahyo berterima kesakitan.


Arggghhh...


"Kau tau, Cahyo? Saya sangat ingin membunuh kamu. Tapi saya sadar, hanya sekedar membunuhmu itu tidak akan seru. Selain nama baik saya tercoreng, saya sudah pasti akan di penjara. Jadi saya ingin menyiksa kamu secara perlahan, agar kamu lebih memilih untuk mati daripada hidup dengan penderitaan. Tapi lagi-lagi, itu tak bisa saya lakukan karena polisi sudah berada di lokasi ini. So, semoga kau membusuk di penjara."

Bughh...

Memendam Cahyo sekali lagi, lalu berbalik dan segera turun untuk melihat bagaimana kondisi anaknya saat ini.

💫💫💫

Sesampainya Adam di bawah, ternyata lokasi sudah sangat ramai akan wartawan yang ingin tau. Entah darimana para wartawan ini tau, tapi yang pasti ia akan kesulitan untuk melewati lautan para wartawan yang kini sudah berlarian ke arah dirinya.

Hingga, akhirnya Adam sedikit bisa bernapas karena para bodygard orang tua Deon yang dengan sigap mengawal dirinya.

Tapi tetap saja, para wartawan itu masih bisa mengacukkan microfon mereka pada Adam sambil menanyakan beberapa pertanyaan.

"Sebenarnya apa yang sedang terjadi, pak?"

"Apakah benar jika putra anda merupakan salah satu korban, pak?"

"Bisa jelaskan kronologi kejadian ini terjadi, pak?"

"Pak, tolong buka suara. Kami memerlukan penjelasan anda!"

Langkah yang terus bergerak dengan tak nyaman akhirnya terhenti saat para wartawan itu tak mau membuka jalan.

Bakalan, para bodygard orang tua Deon sudah sangat kesusahan untuk menerobos banyaknya wartawan yang mengelilingi mereka.

Fles-fles dari cahaya kamera terus bersaut-sautan memontret Adam. Membuat Adam menoleh nafas sebentar lalu membuka suara.

"Saya tidak akan membuka suara untuk menjelaskan kronologi kejadian ini! Jadi tolong biarkan saya lewat! Say ingin melihat keadaan putra saya!" ucap Adam tegas.

Lalu kembali berjalan dengan sedikit terburu-buru. Bahkan kini, para bodygard orang tua Deon sudah tak segan lagi untuk mendorong jika ada wartawan yang masih ngeyel ingin mewawancarai Adam.

💫💫💫
Dan disinilah saat ini mereka berada, di salah rumah sakit terkenal yang berada di Jakarta.

Sedap tadi, Adam tak henti-hentinya mengusap wajahnya kasar. Menoleh nafas yang entah ke berapa kalinya lalu berjalan mondar-mandir sambil mengumpulkan tekadnya untuk masuk ke dalam dan menemui sang putra yan pasti kini akan menuntut penjelasan darinya.

Setelah ia berhasil menerobos sekumpulan wartawan di gedung tua itu. Ia mendapatkan kabar bahwa Rio sudah di larikan ke rumah sakit. Tanpa menunggu waktu lagi, Adam langsung tancap gas ke rumah sakit. Tapi hingga kini, ia masih belum berani masuk untuk menemui putranya itu.

Pintu terbuka, dan keluarga Oma dari dalam ruangan Rio. Menepuk pelan punggung sang putra agar menoleh ke arahnya.

Adam menatap bingung ke arah sang Mama yang kini tersenyum teduh.

"Pulanglah terlebih dahulu. Mandi dan segarkan pikiranmu. Mama tau kamu pasti sedang kalut untuk menjelaskan dari mana semua kisah ini bermula. Tapi sebelum itu, lebih baik kamu segarkan dan tenangkan pikiranmu. Agar kau tidak salah acara dan membuat salah paham. Rio juga masih istirahat. Besok pagi datang kesini, dan mama harap kau tak begadang karena masih memikirkan ini semua. Besok akan menjadi hari yang menentukan hubunganmu dengan Rio." Oma menepuk punggung Adam beberapa kali dengan pelan. Lalu membawa tubuh sang putra ke pelukannya.

"Semua pasti baik-baik saja," bisik Oma pelan.

Kata orang, pelukan dari seseorang yang kita sayang seperti mama kita adalah tempat bersandar paling nyaman untuk menumpahkan semua keluh kesah kita.

Begitu pula dengan Adam, walau umurnya tak lagi bisa dikatakan masih muda. Tetapi, pelukan hangat dari wanita enam puluh dua tahun yang kini memeluk dirinya erat tetap saja menjadi pelukan terhangat untuk ia berkeluh kesah.

"Maaf, ma. Adam gak tau kalau akhirnya bakal kayak gini." gumam Adam pelan.

Memeluk tubuh sang Mama dengan erat dan menenggelamkan wajahnya do potongan leher wanita paruh baya itu.

"Iya mama tau, kok. Udah ya, sayang? Lebih baik kamu istirahat, kamu juga pasti capek bukan." Adam mengangguk, melepaskan pelukan wanita paruh baya itu dan menghapus air matanya kasar.

"Adam pulang, ma."

Adam bangkit dari duduknya dan langsung berjalan meninggalkan Oma.

"Hati-hati, Dam. Jangan ngebut." nasehat Mama.

"Iya, ma," balas Adam singkat.

-t b c-

1 Tahun Bersama Papa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang