H a p p y R e a d i n g
Pemakaman Nita dan David sudah selesai dilaksanakan beberapa saat yang lalu. Para pelayat sudah banyak yang pamit untuk pulang. Juga Rina yang sudah sadarkan diri beberapa menit yang lalu, namun masih enggan untuk ikut berkumpul dan lebih memilih untuk tetap bersama Rio kecil.
Sementara, Rio kecil tak henti-hentinya menangis walau hanya sesegukan kecil saja.
Sedangkan, untuk orang tua Rina. Mereka berkata kalau mereka tidak dapat datang karena ada salah satu kerabat mereka yang juga sedang kemalangan
Adam yang sudah memastikan bahwa Rina baik-baik saja menghela nafas lega. Tapi, ia membiarkan Rina tetap bersama Rio kecil karena Adam merasa bahwa saat ini Rina dalam safe sensitif.
Pada saat mereka sedang berkumpul di ruang tamu sambil berbincang-bincang. Rina turun dengan Rio kecil di gendongannya.
Si kecil itu tampak sangat lemas di gendongan Rina. Tidak lagi binat ceria yang selama ini selaku terpancar dari netra itu. Menyenderkan kepalanya di punggung sang tante, Rio memandang mereka dengan tatapan sendu.
Berjalan dengan pelan agar tak terjadi apa-apa pada dirinya juga Rio kecil.
Saat Rina sampai di ruang tamu, ia langsung duduk di samping Adam. Menatap Oma yang kini juga menatap dirinya sambil tersenyum sendu.
"Ma, Rio, biar aku sama Mas Adam, ya, yang ngurus."
Mereka semua seketika memusatkan perhatian mereka pada Rina dengan tatapan terkejut. Menatap wanita hamil itu dengan tak yakin atas apa yang baru saja ia katakan.
"Kamu yakin, Rina? Kamu bentar lagi mau melahirkan, loh. Nanti takutnya malah Rionya ngerepotin kamu. Mama masih sanggup kok ngurus, Rio, ucap Oma pelan.
Mengelus punggung tangan wanita hamil itu yang kini di genggaman Oma. Oma memberikan pegertian pada Rina dengan lembut.
"Ma, plis! Mama tau-kan kalo Rina tu sayang banget sama, Rio. Rina juga gak mau kalo Rio kehilangan kasih sayang orang tua karena orang tuanya yang udah gak ada." tanda di perintah, air mata wanita hamil itu mengalir dengan deras.
Hingga membuat semua orang yang berada disana kelimpungan di buatnya.
"Oke, kalo itu mau, Rina. Mama akan turutin, tapi janji jangan cape-cape, ya?"
"Oke, ma. Mama tenang aja, Rina pasti selalu jagain Rio! Makasih, Ma!" ucap senang wanita hamil itu.
💫💫💫
Tiga bulan tepat setelah perkacapan itu berakhir. Perlahan-lah, Rio mulai melupakan kejadian itu. Netranya yang pernah sendu kini telah kembali ceria seperti sedia kala. Begitu pula dengan keluarga Adam dan Rina yang semakin bahagia semenjak adanya keberadaan Rio kecil.
Sungguh, pengaruh Rio kecil saat ini memberikan dampak yang sangat baik pada Adam dan Rina.
Rumah yang awalnya sunyi kini sangat ramai akan pekikan-pekikan lucu dari si kecil.
Dan saat ini, Adam dan Rio kecil berada di tepan televisi sambil menonton sebuah kartun anak-anak.
"Yo, Papa ke dapur dulu. Jangan kemana-mana, ya!" peringat Adam pada Rio kecil yang hanya fokus pada televisi di depannya.
Kini, Adam mulai membiasakan Rio untuk memanggil dirinya Papa dan juga memanggil Rina Mama. Bukan maksud ingin membuat Rio lupa akan orang tua kandungnya. Hanya saja, mereka tidak ingin Rio merasa canggung karena panggilan yang menurutnya mungkin akan aneh.
Melihat Ri yang masih fokus pada televisinya, Adam pun dengan cepat pergi ke dapur agar ia cepat kembali sebelum Rio kecil menyadari ketidak adakan dirinya.
Rina yang baru saja keluar dari kamar, melihat ke lantai satu untuk melihat bagaimana kondisi anak dan suaminya.
Seketika, Rina terbelalak kaget saat melihat Rio kecil yang akan terjatuh karena ingin mencapai dotnya.
Dengan cepat, Rina berlari menuruni tangga takutnya jika sesuatu terjadi pada bayi satu tahun itu.
Namun naas, baru saja ia menginjakkan anak tangga ketiga dari atas, Rina terpeleset hingga ia terguling ke bawah.
Brukk...
Terjatuh ke lantai satu dengan badan yang penuh darah. Seolah tau apa yang baru saja terjadi, Rio kecil menangis dengan kencang. Hingga Adam yang tadinya ingin duduk sebentar seketika berlari ke ruang tamu.
Namun, langkah Adam semakin mengencang saat melihat istrinya berbaring dengan bersimbah darah.
"Sayang! Sayang bangun! Sayang!" menepuk pelan pipi Rina, namun tak kunjung mendapatkan jawaban dari sang empu.
Degan cepat, Adam mengangkat tubuh Rina dan membawanya ke rumah sakit. Dan melupakan Rio kecil yang sudah terjatuh dari sofa dengan terus menangis.
Melajukan mobil dengan kencang menuju rumah salit terdekat. Dengan sesekali menoleh ke belakang untuk melihat keadaan sang istri.
Sesampainya di rumah sakit, Adam berteriak heboh memanggil para suster dan dokter yang berjaga.
"SUSTER! DOKTER! TOLONG BANTU ISTRI SAYA!" teriak Adam sambil terus berlari memasuki rumah sakit.
Para dokter dan suster yang melihat itu dengan cepat membawa brangkar untuk tempat Rina berlari.
Meletakkan Rina di brangkar, Adam ikut berlari mendorong brangkar itu.
Sesampainya di UGD, Adam tak dapat masuk karena memang sudah peraturannya. Duduk di depan ruang UGD sambil merogoh sakunya mengambil ponsel untuk menghubungi sang Mama.
Untung saja ponselnya berada di saku. Jadi, ia tak perlu lagi kerepotan.
"Halo, Ma. Bisa ke rumah Adam ngambil Rio? Tadi Rina jatuh dari tangga dan Adam lupa bawa Rio ke rumah sakit."
Menundukkan kepalanya lesu, Adam berkata dengan lirih.
"MAMA SEGERA KESANA!"
Panggilan langsung mati begitu saja.
Adam menyenderkan kepalanya di sandaran kursi, menghela nafas pelan sambil terus mengucapkan doa.
"Masalah apa lagi ini, Ya Tuhan!" gumam Adam sambil mengusap rambutnya kasar.
-t b c-

KAMU SEDANG MEMBACA
1 Tahun Bersama Papa
Novela JuvenilSebelum baca, follow akun Arii dulu 😗 17 tahun ia telah hidup, namun tidak pernah sekalipun ia berinteraksi dengan sang Papa. Mamanya telah meninggal saat melahirkan dirinya, semenjak itu pula kakek dan neneknya yang membesarkannya. Sedangkan, Papa...