40

8.8K 963 65
                                        

H a p p y 💫 R e a d i n g

"Kita pulangnya lewat gang itu aja, ya? Biar cepat juga," usul Zino.

Saat ini, mereka sedang berada di jalan sepi yang berada lumayan jauh dari rumah sakit tempat Mamanya Aldo dirawat.

"Ini gangnya keknya serem banget deh. Lewat jalan lain aja deh." Deon menolak langsung.

Menatap gelapnya gang itu membuat bulu kuduk Deon berdiri. Apa lagi saat menyadari bahwa hanya ada satu lampu yang sudah mulai remang-teman di gang itu.

Bukannya takut, tapi Deon hanya tak ingin menemukan seorang gadis yang menggunakan pakai berwarna putih serta rambut yang panjang tengah menangis di pinggir jalan gang itu.

Bahkan, di tempat mereka sekarang berhenti saja Deon sudah merinding ketakutan. Tempatnya hanya sedikit lebih terang daru gang itu karena ada tiga lampu yang masih menyala. Dan juga, entah kenapa Deon merasa kalau ada orang-orang yang mengawasi mereka sejak mereka berhenti tadi.

"Tapi ini udah malem banget. Nanti kita kemaleman nyampe rumahnya. Apa lagi kita kan harus ngantar Rio dulu. Pasti kemaleman sampe rumahnya." kekeuh Zino.

"Kalo emang nanti kalian kemaleman. Gue nelpon papa gue aja minta jemput. Dari pada nanti kalian kena marah." sahut Rio.

Jujur, mendengar ucapan Sini, entah kenapa Rio sedikit tersinggung. Entah kenapa Rio merasa kalau Zino mengatakan kalau ia membuat Zino dan Depan pulang kemalaman hanya karena mengantar dirinya.

Deon mengedikkan bahunya acuh.

"Kalo gitu, lo aja yang lewat gang ini, No. Kan lo ada nenek kakek lo yang bisa marah. Kalo gue mah kagak ada, bunda udah balik ke Semarang."

Mulut Zino terbuka untuk membalas ucapan Deon. Belum sempat bibirnya mengeluarkan sepatah kata, tiba-tiba...

Bruk...

Belum sempat Zino membalas ucapan Deon. Segerombolan pereman datang dan langsung menendang motor milik Deon hingga membuat Deon dan Rio jatuh.

Bruk...

Preman lain juga ikut menendang motor milik Zino. Membuat ketiga pemuda yang belum siap akan serangan seketika terjatuh.

Bugh...

Bugh...

Bugh...

Bugh...

Bugh...

Tanpa aba-aba, segerombolan preman yang berjumlah enam orang itu menendang dan meninju Deon, Zino, dan Rio.

Meninju di rahang Rio hingga membuat sudut bibir Rio sobek dan mengeluarkan darah.

Menendang Zino tepat di perut pemuda itu hingga membuat Zino memuntahkan cairan berwarna merah a.k.a darah.

Serta menendang kepala Deon hingga membuat pemuda itu seketika merasakan pusing yang sangat teramat.

Rio yang hanya terkena bogeman di rahangnya dengan cepat menendang satu oreman yang berada di depannya, tepat di perut preman itu hingga membuat preman itu mundur beberapa langkah.

Menendang preman yang lain tepat di area kemaluannya. Lalu menendang preman yang akan meninju Zino. Membuat preman itu seketika tersungkur ke depan.

Rio dengan buru-buru membantu Zino untuk bangkit. Zino bangkit dan langsung meninju ketiga preman yang akan menendang Deon kembali.

Rio nengedarkan pandangannya, lalu netranya tertuju pada satu balok yang berada tak jauh darinya.

Berlari dengan kencang menuju balok itu. Namun naas, salah satu preman lainnya kebih duku menyadari arah pandang Rio hingga dengan cepat preman itu menendang Rio hingga Rio tersungkur ke depan.

Preman itu berjalan dengan tangan yang siap meninju Rio. Deon yang menyadari preman itu dengan cepat meninju kepala preman itu kuat.

"Cepat, Yo!" teriak Deon kuat.

Rio kembali bangkit, sedikit berlari menuju balik itu berada. Dengan terbuka-buru mengambil balok yang sudah berada dekat dengannya.

Memukul preman-preman itu dengan balok yang lumayan berat hingga mampu menumbangkan para preman itu.

Tiga preman lainnya langsung berjalan menuju Rio. Namun dengan cepat di halau oleh Zino dan Deon.

Rio memukul para preman yang sudah tumbang beberapa kali. Lalu berjalan menuju salah satu preman yang masih berusaha menghajar Deon.

Bugh...

Rio memukul preman itu tepat di bahu kirinya. Membuat preman itu mengaduh kesakitan, membalikkan badannya ke arah Rio dan tersenyum licik.

"RIO AWAS!"

Jleb....

Belum sempat Rio menoleh, sebuah pisau lebih dulu tertancap di lengan atasnya.

Bruk...

Balok yang di pegang Rio jatuh bersamaan dengan Rio yang meringis sambil memegangi lengan atasnya.

"Sepertinya sudah cukup main-mainnya. Bius mereka!" perintah seseorang.

Belum sempat mereka menoleh, sebuah sapu tangan yang sudah diberi bius lebih duku membekap mulut mereka. Membuat kesadaran perlahan-lahan mulai menghilang.

Jleb...

Jleb....

Jleb....

Jleb...

Sebelum keduanya kehilangan kesadaran, para preman itu tanpa rasa kasian langsung menusuk keempat telapak tangan mereka dengan pisau. Membuat mereka meringis kesakitan serta darah yang mengalir dengan deras.

Sebelum sepenuhnya menghilang, Rio menatap seseorang itu tak percaya.

"Gue gak nyangka lo dalang dibalik semua ini." Dan setelahnya, kesadaran Rio mulai menghilang.


1 Tahun Bersama Papa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang