16

13.2K 1K 20
                                        

H a p p y 💫 R e a d i n g

Dua puluh menit telah berlalu setelah Rio, Zino, dan Nio pamit untuk shalat. Tapi, sampai saat ini mereka masih belum juga kembsli dari ibadah mereka.

Aldo dan Deon sudah sedari tadi menahan rasa bingung mereka karena Rio dan yang lain belum juga datang.

Ceklek...

Pintu apartemen terbuka, dan terlihatlah Adam yang menenteng beberapa bungkusan.

"Eh Om Adam. Baru pulang, om?" tanya Aldo basa-basi.

"Belum, Al. Saya masih di luar kota. Ini arwahnya," jawab Adam asal dengan malas.

Aldo menyengir mendengar jawaban Adam yang terkesan malas.

"Om bawa apa, om?" tanya Deon yang melihat banyak sekali bungkusan di tangan Adam.

"Makanan kalian, tadi pas om di depan ada abang-abang yang ngantar makanan kalian. Jadinya sekalian aja om bayar sama ambil."  Adam meletakkan bungkusan yang ia bawa di meja depan Aldo dan Deon.

Lalu Adam duduk di depan kedua remaja yang kini suah duduk tegak dengan tangan yang membukai semua makanan yang Adam bawa dan mereka pesan.

"Rio sama Zino, mana?" tanya Adam.

Adam memandangi ke sekitar namun tak jugaendapati dua anak remaja itu.

"Tadi katanya shalat, om. Tapi udah dua puluh menit tapi gak balik," jawab Aldo.

"Kalian, gak shalat?" tanya Adam lagi dengan menaikkan satu alisnya.

"Yakali kita shalat, om. Yang ada tuhan kita marah kalo kita ibadah di agama lain." Deon menatap Adam malas tapi tangan terus bergerak membuka bungkus makanan.

"Oh iya. Om lupa kalian nonis. Tapi kok mereka lama banget? Kalian bilang udah dua puluh menit yang lalu? Kok belum keluar?" bingung Adam.

"Nah itu, om. Mau kita datangi, takutnya nanti mereka terganggu. Makanya kita diem aja disini," ucal Deon dan diangguki oleh Aldo.

"Yaudah, biar om aja yang ngecek." Adam bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ruang Shalat.

Belum sempat Adam melangkahkan kakinya, ketiga pemuda yang tadi izin untuk Shalat itu telah terlebih dahulu menampakkan diri mereka.

"Kok kalian lama banget sih?" tanya Aldo penasaran.

"Ketiduran tadi siap shalat," jawab Zino acuh.

Mereka bertiga ikut duduk di samping Aldo dan Zino dengan Rio berada di samping kiri Aldo, Zino dan Nio yang berada du samping kanan Deon.

Lalu diikuti oleh Adam yang duduk di depan mereka.

"Ini satu lagi siapa? Kok keknya om belum pernah liat?" tanya Adam dengan menunjuk Nio yang kini juga menatap Adam dengan tersenyum manis.

"Saya Nio, om. Saya baru saja pindah hari ini, saya kelas sebelas, dan saya baru gabung di pertemanan mereka."

Adam mengangguk mengerti mendengar jawaban Nio.

"Halo, Nio. Saya Papanya Rio, salam kenal ya."

"Sejak kapan kami bilang kalo lo gabung di pertemanan kami?" celetuk Zino tiba-tiba.

Seketika suasana berubah menjadi canggung setelah mendengar kalimat yak bersahabat dari Zino. Mereka secara serempak menghentikan acara makan mereka.

Aldo, Deon, dan Rio secara bersamaan melirik satu sama lain seolah bertanya 'apa yang sebenarnya terjadi pada Zino?'. Dan secara kompak juga mereka mengedikkan bahu tanda tak tahu.

Begitu pula dengan Adam yang kini mulai mengerti kalau Zino tidak menyukai keberadaan Nio. Namun, Adam memilih untuk diam karena memang itu bukan urusan dirinya.

"Lo, kenapa sih, No?" tanya Aldo hati-hati.

"Gue gak kenapa-napa tuh. Lagian kan gue bener, emang sejak kapan kita nerima dia dipertemanan kita? Dia aja dateng-dateng sok akrab sama kita. Masih mending ini dia kita kasih ikut. Lagian kan dia juga orang baru yang kita aja gak tau asal usulnya dari mana."

Zino kembali melanjutkan acara makannya tanpa menghiraukan keempat orang lainnya yang kini sedang dalam suasana canggung.

Rio memandangi ke sekeliling untuk membuat dirinya merasa tidak canggung. Tapi, tanda sengaja pandangan Rio tertuju pada tangan Nio yang kini terkepal kuat.

"Udah-udah, kata emak gue, gak baek makan sambil ribot." Aldo melerai dengan memasukkan sendok yang berisi nasi itu ke mulut Zino entah untuk apa maksud tindakannya tersebut.

"Ya lo ngapain nyuapin si Zino? Lo kira Zino kagak bisa makan sendiri kek bocil?" tanya Deon yang kini sudah mau tertawa.

Receh?
Emang.

"Kenapa lo? Mau gue suapin juga?" tanya Aldo sinis.

"Boleh-boleh, aaaa." Deon membuka mulutnya lebar menanti suapan dari Aldo.

Bukan nasi yang masuk ke mulutnya, melainkan sebuah kertas tisu yang sudah di remet Aldo meniadi sebuah bola lalu di lemparkan ke mulut Deon.

Deon yang tak terima pun ikut mengqmbil tisu dan merematnya dengan kuat dan membentuknya menjadi bola. Jika kalian mengira kalau Deon akan melemparkannya pada Aldo, maka kalian salah.

Karena Deon membuka paksa mulut Aldo lalu memasukkan bola tisu itu ke mulut aldo dan ia tutup dengan kuat.

"Bangsat!"

- t b c-

Eh Ari mo nanya deh.
Menurut kalian, kalian lebih suka part pendek tapi rajin up atau part panjang tapi jarang up?

Serius Ari nanya banget, soalnya Ari ada cerita partnya udah 11 tapi kok menurut Ari itu alurnya lambat banget ya? Jadi Ari rencananya mau gabungin part satu sama dua. Tapi kok Ari kayak merasa kurang nyaman gitu.

Guys, serius deh Ari udah gak ngerti lagi sama wattpad.
Semua partnya teracak berantakan 😭
Plis yang tau gimana caranya buat benerin bantuin huhu 😭

Ih pokonya Ari bingung :(
Betewe triple up yuhuuu 😍😯

1 Tahun Bersama Papa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang