18

10.5K 1K 27
                                    

H a p p y 💫 R e a d i n g

Suasana berubah menjadi tegang, bahkan Deon dan Aldo saja tak berani bersuara karena merasakan aura mencekam dari Zino.

"Gue ada salah apa sih, bang sama lo? Kok lo dari pertama gue gabung lo langsung gak suka sama gue?" tanya Nio lirih dengan kepala yang masih tertunduk.

Zino kembali tertawa sinis.

"Gue? Gak suka sama lo? Ya wajar dong, gue sama mereka cuma berteman berempat oke. Kita juga gak ada niatan untuk nambah member. Dan lo? Datang-datang sok akrab, sok kenal sama kita? Lo kira kita gak risih sama lo? Kita risih anjir. Jadi, lo sekarang udah ngerti kan? Jadi lo bisa dong gak sksd lagi sama kita? Bisa kan?"

Pundak Nio bergetar, isak tangisnya mulai terdengar. Membuat Aldo seketika kelabakan takut dikira merudung Nio.

"Udah, No. Udah, kasian anak orang woy!" teriak Deon tak terlalu kuat.

Bahkan kini, Deon sudah berpindah tempat dan mengelus punggung Nio agar berhenti menangis.

"Lo cowok bukan sih? Lemah banget anjir. Gitu doang nangis, malu woy sama gender," celetuk Aldo.

Rio masih diam memantau apa yang akan para temannya itu lakukan. Tak lupa juga dengan mata yang terus memandangi tangan Nio yang masih terkepal kuat.

"Kalian kenapa sih, anjir? Anak orang nangis woy! Lo juga, Yo, bukannya bantuin malah diem aja." marah Deon.

"Gue pergi!"

Zino bangkit dan langsung meninggalkan kantin, diikuti oleh Aldo. Dan tak lama kemudian, Rio memutuskan untuk menyusul Zino dan Aldo meninggalkan kantin. Deon yang melihat ketiga temannya pergi seketika menjadi bingung.

"Udah jangan nangis lagi. Gue pergi dulu." Deon langsung lari menyusul temanya meninggalkan Nio sendiri.

Jika kalian mengira  kalau Deon akan tetap tingal. Tentu saja kalian salah, mana mau Deon sendirian tanpa temannya. Karena baginya, ketiga temannya itu adalah keluarganya.

💫💫💫

"Siang, tuan muda."

Rio menatap Pak Cahyo dengan malas.

"Emang Adam sibuk banget, ya?" tanya Rio.

"Iya, tuan muda. Akhir-akhir ini, pak Adam emang lagi sibuk-sibuknya."

Rio mengangguk lalu memasuki mobil, tak lupa sebelum itu Pak Cahyo lebih dulu membukakan pintu mobil untuk Rio.

Begitu Rio sudah memasuki mobil, Pak Cahyo berjalan mengitari mobil dan masuk ke kursi depan kemudi.

"Apa tuan muda tau jika besok adalah hari ulang tahun, Pak Adam?" tanya Pak Cahyo begitu mobil sudah melaju.

Rio menatap Pak Cahyo dengan tatapan bertanya.

"Ah ternyata tuan muda tidak tau. Besok adalah ulang tahun tuan Adam yang ke empat puluh tahun. Saya yakin kalau tuan muda pasti tidak tau, makanya saya memberi tau tuan muda."

Rio memandang sinis pak Cahyo begitu mendengar kalimat terakhir Pak Cahyo.

"Bercanda tuan muda."

Rio memilih abai, menyenderkan kepalanya di kaca mobil dan melihat-lihat perjalanan menuju apartemen.

Tapi, salah satu objek yang Rio lihat mampu membuat Rio dengan segera menajamkan penglihatannya. Sesosok manusia yang berada di depan danau sebuah taman yang hanya diisi oleh dirinya seorang. Sepertinya benar dugaannya, karena sesosok itu memiliki tubuh serta motor yang sangat-sangat Rio kenali.

"Pak, Pak, Pak. Turun disini aja, aku mau nemenin temanku itu."

Rio menunjuk dimana objek itu berada. Pak Cahyo menganguk dan menghentikan mobil.

"Apa nanti perlu saya jemput, tuan muda?"

"Tidak perlu, Pak. Aku bisa nebeng sama dia. Oh ya, Pak, tasnya aku tinggal ya. Nanti kasi ke Adam aja."

Rio dengan terburu-buru keluar dari mobil dan berlari menjauh dari mobil. Sedangkan, Pak Cahyo hanya mengangguk lalu mulai menjalankan mobil kembali.

"Kayaknya masalah lo kali ini besar banget sampe lo merokok lagi."

Sesosok yang menjadi objek perhatian Rio tadi seketika berbalik dan menatap Rio terkejut. Rio dengan santainya duduk di samping sesosok itu. Menghiraukan tatapan terkejut yang diberikan sesosok itu.

"Santai aja kali, No. Kali ini gue gak bakal ngelarang lo merokok."

Seseorang itu a.k.a Zino hanya mengangguk lalu kembali merokok.

"Gue gak tau masalah lo apa. Tapi entah kenapa gue yakin kalo masalah lo ini berkaitan sama Nio."

Zino masih diam, ia kembali menghisap rokoknya dan menghembuskannya begitu saja.
Hingga asap rokok itu beterbangan dengan bebas. Dan Rio dengan sigap mengipaskan tanganmu agar ia tak terlalu menghirup asap rokok.

"Lo gak bakal paham, Yo."

Zino membuang rokoknya lalu ia injak.
Pandangan Zino mulai sendu, Zino menyenderkan kepalanya di bahu Rio.

"Apa yang gak gue paham, No? Kasi tau sama gue, biar gue coba untuk paham masalah lo. Lo teman gue, dan sepatutnya kita saling membantu. Bukan malah saling meninggalkan saat ada masalah."

Rio menoleh ke samping, tepat ke bahunya dimana kepala Zino masih bersender apik disana.

"Nio, dia gak sebaik yang kalian kira. Dia munafik, Yo. Dia licik, dan gue benci dia!"

Air mata Zino mulai mengalir tanpa izin. Dengan kasar, Zino menghapus air matanya.

"Gue tau, pasti lo punya hubungan yang gak kami ketahui sama Nio. Makanya lo yakin banget kalo Nio itu gak sebaik yang kami pikirkan. Lo gak perlu ngasi tau gue apa hubungan lo sama Nio. Tapi satu yang lo harus tau, gue siap jadi sandaran untuk lo, untuk yang lain. Kalo lo mau cerita, cerita aja, jangan lo pendam sendiri. Karena pasti lo yang ujung-ujungnya setres sendiri. Tumpahin aja semua hal yang lo pendam. Gak papa nangis, gak ada larangan untuk laki-laki gak boleh nangis. Paham?"

Zino mengangguk, air matanya juga kembali mengalir sengaja sendirinya.

-t b c- 

Ari mau ngasi tantangan ni ke kalian.

110 vote dan 20 komen, Ari bakal Up :v

1 Tahun Bersama Papa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang