Sebelum baca, follow akun Arii dulu 😗
17 tahun ia telah hidup, namun tidak pernah sekalipun ia berinteraksi dengan sang Papa. Mamanya telah meninggal saat melahirkan dirinya, semenjak itu pula kakek dan neneknya yang membesarkannya. Sedangkan, Papa...
Bel tanda pulang baru saja berbunyi. Namun guru yang mengajar telah pergi beberapa saat yang lalu karena sebuah keperluan.
"Nanti tetap ke apartemen aja. Walau gak perlu nyari tau apa yang terjadi, tapi kita kan dah lama gak ngumpul," ucap Rio dengan tangan yang masih sibuk membereskan buku-bukunya.
"Oke-oke, tapi tu adek kelas diajak kagak?" tanya Deon.
"Serah sih, yang pasti gue nebeng ye." Rio mengangkat tasnya untuk di gendong.
"Udah, bawa aja." balas Aldo.
Sementara Zino hanya diam membisu tanpa mau ikut nimbrung dalam obrolan teman-temannya.
Saat mereka keluar dari kelas. Terlihatlah Nio yang sudah menunggu di depan kelas mereka dengan membawa tasnya.
"Jadi'kan, kak?" tanya Nio antusias.
"Jadinya cuma ngumpul doang. Mau ikut?" tanya Aldo.
"Mau-mau, gue juga bosen kak di rumah." Nio mengangguk dengan semangat.
Mereka berjalan menuju parkiran dengan tenang. Tidak ada satupun dari mereka yang membuka suara. Sampai di parkiran juga tidak ada yang membuka suara.
Masing-masing dari mereka menaiki motor mereka dengan Nio dan Rio yang berada di boncengan.
💫💫💫
Saat ini, mereka sudah berada di apartemen milik Adam. Sedari tadi, mereka hanya fokus pada ponsel masing-masing tanpa ada yang membuka suara.
Bahkan mereka yang biasanya akan saling cekcok saja sekarang fokus pada kegiatan masing-masing.
Mereka semua fokus pada kegiatan masing-masing dengan posisi Deon yang berbaring di sofa paniang. Aldo yang duduk anteng di soda single, Zino dan Rio yang tengkurap di lantai yang sudah dilapisi ambal. Dan Nio yang duduk tepat di samping kaki Deon.
"Kak, boleh nanya gak?" tanya Nio tiba-tiba.
Semua perhatian mereka kini terpusat pada Nio. Menetap Nio dengan satu alis yang terangkat bingung.
"Bukannya lo itu dah nanya?" tanya Aldo balik dengan bingung.
Noo hanya menyengir seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Gini kak. Gimana menurut kalian kalo orang tua kalian nikah lagi?"
Semuanya diam memikirkan pertanyaan Nio.
"Kalo gue sih jelas marah banget. Kan ortu gue masih bareng, masa ia mereka nikah lagi. Walau ortu gue tinggal di kota yag berbeda sama gue dan cuma liat gue beberapa bulan sekali. Tapi tetep aja gue gak mau mereka pisah, tioh selama ini juga mereka baik-baik aja tu. Kalo pun mereka nikah lagi, gue bakar tu rumah, terus gue giring tu adik-adik gue ke rumah nenek gue. Terus gue labrak tu calon baru mereka. Enak aja nikah lagi."
Aldo berucap santai dengan memakan cemilan yang disediakan oleh Rio.
"Kalo lo, kak." tunjuk Nio pada Deon yang kini hanya diam.
"Ortu gue kan emang udah pada nikah masing-masing." santai Deon.
Nio menyatukan alisnya bingung.
"Maksud kakak?" tanya Nio bingung.
"Biasalah. Kek drama-drama, nikah karna perjodohan terus kagak ada rasa. Jadi pas gue umur sepuluh taun mereka milih untuk pisah terus nikah sama pasangan masing-masing. Tapi gue sih b aja, soalnya bunda sama papa tiri gue baik banget sama gue.
Apa lagi bunda yang gak punya dan gak bisa punya anak. Alhasil bunda tiap bulan pasti dateng ke apartemen buat ngecek keadaan gue sama ayah. Pas gue bilang gue dah besar dan gak perlu dicek tiap bulan. Eh bunda ngamuk, diam bilang kalo gue cuma anak satu-satunya dia.
Gitu juga sama papa tiri gue. Dia cuma punya anak satu, cewek pula. Terus dia pengen anak cowok tapi mama gue gak hamil-hamil. Jadinya ya b aja, keluarga mereka juga bak sama gue. Makanya gue sih b aja."
Mereka semua terdiam mendengar ucapan Deon.
"Jadi, lo anak broken home?" tanya Aldo hati-hati.
"Yoi, tapi gimana ya. Gue lebih bahagia sama yang sekarang sih, hehe. Soalnya kasih sayang sama duet gue double jadinya." nyengir Deon.
"Kalo gue, untuk sekarang enggak dulu deh. Apa lagi gue sama Adam baru-baru aja deket akhir-akhir ini. Takutnya nanti bukannya makin deket malah makin jauh." Rio menatap ke arah jam yang menunjukkan pukul 06:15 sore.
"Kalian sampe malam kan?" tanya Rio yang dibalas anggukan oleh semuanya.
"Gue sama kayak Rio. Tapi sebenarnya gue gak peduli sih mau nyokap nikah lagi ato enggak. Toh itu hak dia, gue juga sama kayak Rio yang gak pernah dapat kasih sayang ortu. Tapi bedanya gue gak dapat kasih sayang dari ortu semenjak bokap meninggal lima taun lalu terus gue tinggal sama nenek gue." acuh Zino.
"Kalo gue di posisi kalian terutama Rio juga mungkin gak bakal ngizinin ortu nikah lagi sih." sahut Deon dengan masih memakan cemilannya.
"Kalian dah shalat?" tanya Rio tiba-tiba.
"Gue nonis kalo lo lupa," jawab Aldo yang diangguki oleh Deon.
"Bareng aja yok sholatnya." Zino bangkit dan berjalan menuju toilet.
Jangan tanya seberapa sering mereka datang sampai sudah hapal dimana letak ruangan-ruangan apartemen Adam. Jawabannya, sangat sering.
"Lo muslimkan, Ni? Kalo muslim ayo shalat. Tinggalin aja mereka. Eh pesan makan gih, nanti gue yang bayar." Rio bangkit dan disusul oleh Nio.
"Yakin lo yang bayar?" tanya Deon tak yakin.
"Make duet, Adam." Rio memutar bola matanya malas.
Dan tinggallah Deon dan Aldo yang kini masih betah sama posisi mereka dan kembali fokus pada ponsel mereka. Tapi, mereka bukan fokus bermain game atau apa, melainkan sedang fokus memilih makanan apa saja yang akan mereka beli.
-T B C-
Hehe Ari double up ni Betewe Ari mo nanya
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kok bisa gini ya? Udah diperbaiki beberapa kali tapi tetep aja gak bisa Ada yang tau?