4

26.9K 2.1K 78
                                    

H A P P Y 💫 R E A D I N G

"Pagi, sayang." sapa Adam begitu melihat sang putra yang baru saja keluar dari kamarnya.

Rio tersenyum dengan canggung mendengar kata 'sayang' yang dilontarkan oleh sang Papa.

"Pagi, juga." Rio dengan cepat mengubah senyumnya menjadi senyum manis agar Adam tidak menyadari kalau ia sedang merasa canggung.

Rio berjalan dengan perlahan menuju meja makan. Duduk dengan santai di meja makan dan melihat ke arah Adam yang kini fokus pada masakan di depannya.

Setelah selesai memasak, Adam langsung menata masakannya di meja makan. Lalu mengambil sebuah piring dan diisi dengan nasi goreng yang ia masak, setelah itu diserahkan pada Rio.

"Nanti naik apa ke sekolah?" tanya Adam membuka percakapan.

Rio berpikir sebentar sebelum menjawab pertanyaan Adam. Setelah beberapa saat berpikir, akhirnya Rio menjawab.

"Entahlah, biasanya sih dianter supir. Tapikan sekarang supirnya udah nggak kerja lagi. Mungkin nanti naik bus," jawab Rio acuh lalu memilih untuk melanjutkan makannya.

Adam mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Lalusebuah pikiran tiba-tiba terlintas dibenak Adam.

"Gimana kalau perginya nanti sama, Papa aja? Lagian juga arah sekolah kamu sama kantor Papa itu satu arah. Dan juga, kayaknya papa punya urusan deh di sekolah kamu. Kan kita bisa bareng aja perginya," usul Adam.

Tanpa pikir panjang, Rio langsung mengangguk setuju. Toh ia juga akan diuntungkan bukan? Tapi ada satu pertanyaan dibenak Rio.

"Ngapain ke sekolah? Eh tunggu, bukannya tadi malam udah nanya ya?" tanya Rio bingung.

Adam tersenyum lalu mulai membereskan piring bekas mereka sarapan.

"Rapat tahun, Papa salah satu donatur di sekolahmu. Oh Iyakah? Maaaf papa lupa kalo udah bertanya sama kamu," jawab Adam tanpa mengalihkan pandangannya dari piring yang ia cuci.

Namun, terlihat ada nada penyesalan yang Rio dengar dari kalimat yang Adam ucapkan.

Rio mengangguk tanda mengerti.

Setelah selesai membereskan piring san gelas, Adam mencuci tangannya dan berjalan menuju Rio yang masih duduk di meja makan.

"Ayo kita pergi, nanti kamu terlambat." Rio bangkit lalu berjalan mengikuti Adam.

💤💤💤

Sma merpati.

Sebuah sekolah menengah atas yang paling elit di kota mereka. Sekolah yang sangat diidam-idamkan oleh semua kalangan.

Namun, untuk memasuki sekolah itu bukanlah hal yang mudah. Mengingat betapa mahalnya biaya sekolah dan betapa sulitnya untuk mendapatkan beasiswa di sekolah itu.

Hanya orang-orang dari kalangan atas dan juga orang-orang yang memiliki otak diatas rata-rata saja yang bisa memasuki sekolah itu.

Begitu pula dengan, Rio. Ia salah satu dari siswa-siswi yanf masuk ke sekolah itu dengan menggunakan uang sang Papa dan Oma-Opanya.

Tapi jangan salah, walaupun Rio masuk tidak menggunakan jalur beasiswa, Rio juga termasuk jajaran orang pintar di sekolah.

Mobil mahal itu berjalan memasuki pekarangan sekolah. Banyak dari siswa-siswi yang langsung memusatkan pandangan mereka dan mencari tau siapakah gerangan pemilik mobil mewah itu.

Lalu keluarlah Adam dari mobil dengan mengenakan kaca mata hitam. Para siswi-siswi langsung memekik kegirangan saat melihat sesosok Adam.

Berbeda dengan Rio kini sudah menghela nafas untuk yang kesekian kalinya. Ia bukan termasuk dengan jajaran siswa terkenal. Is hanya siswa biasa yag terhindar dari bully dan juga tidak membully. Ia dan temannya adalah siswa-siswa yabg memiliki kehidupan yang santai di sekolah.

Tapi tidak ada yang mengetahui kekayaan keluarga Rio kecuali para sahabatnya.

Semua siswa-siswi mengira kalau Rio merupakan salah satu siswa beasiswa yang beruntung karena memiliki wajah yang tampan.

"Nggak mau keluar, prince?" tanya Adam setelah beberapa saat menunggu tetapi sang anak tidak juga kunjung keluar.

Pertanyaan dari Adam sontak membuat lamunan Rio buyar.

Rio menghembuskan kembali nafasnya memantapkan diri. Setelah itu membuka pintu mobil lali keluar dengan pelan.

Pekikan siswi-siswi semakin histeris saat melihat Rio keluar dari mobil mahal itu. Banyak dari mereka yang tidak percaya dengan kenyataan yang sebenarnya. Dan ada juga yang biasa saja melihat adegan itu.

"YOYO!" teriak seseorang dengan tiba-tiba.

Rio tersenyum canggun melihat temannya yang berteriak dengan kencang padahal jarak mereka hanya beberapa meter saja.

"Pagi Broder!" sapa Aldo dengan merangkul bahu Rio.

"Pagi, Yo, pagi Papanya Rio," sapa Zino dengan sopan.

"Pagi juga, temannya Rio." sapa Adam balik.

Rio menyatukan alisnya saat tidak mendengar suara dari Deon. Tidak mungkin bukan jika Deon jadi kalem? Oh tentu saja tidak!

Rio mengedarkan pandangannya lalu mencoba untuk menahan tawa yang sama sekali memaksa untuk keluar.

Bagaimana tidak? Deon dan Aldo dengan kompak saat ini sedang memandang kagum ke arah Adam. Bahkan tanpa sadar mulut Deon telah mengangak sangking kagumnya pada Adam.

Ketiga orang lainnya yang bingung mengapa Rio menahan tawa pun bingung dan mengikuti arah pandang Rio.

Seketika mereka juga menahan tawa melihat ekspresi Deon yang sangat memeable.

-T B C-

1 Tahun Bersama Papa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang