33

10.8K 1K 90
                                        

H a p p y 💫 R e a d i n g

"Ma, sekarang mama mau gimana? Suami mama udah di penjara. Mama masih mau sama Papanya Aldo? Ma, apa Mama gak bisa setia sama satu pria aja?" tanya Zino pelan.

Meli, wanita yang kini berada di depan Zino terkekeh pelan. Meminum kopi yang ia pesan tadi dengan anggun.

Saat ini, mereka sedang berada di salah satu restoran yang berada di Jakarta. Setelah bujukan Zino yang entah ke berapa kali. Akhirnya Meli mau bertemu dengannya.

"Kau gau, Zino. Ayahmulah yang membuatku seperti ini. Kau kira ayahmu adalah pria sejati? Tidak Zino, karena ayahmu jauh lebih kejam dariku."

Zino menatap Meli bingung.

"Kau pikir aku jadi seperti ini karena aku gila harta? Tentu saja bukan, Zino. Au hanya sedang bersenang-senang setelah sekian lama disakiti oleh ayahmu."

Zino mengepalkan tangannya kuat hingga kuku-kuki jarinya memutih.

"Zino tau mama gak suka sama ayah karna ayah miskin. Tapi mama jangan pernah menghina ayah lebih buruk dari mama. Karena Mama adalah orang yang paling buruk yang pernah Zino temui!"

Meli tersenyum sinis, di tatapnya sang putra dengan lekat. Dan tertawa pelan saat ia menyadari satu hal yang janggal.

"Kamu tau kenapa ayahmu tidak marah saat tau kalau saya selingkuh?"

Zino menggeleng. Karena memang ia sungguh tak tau mengapa sang ayah tak pernah marah pada Meli yang sudah sangat keterlaluan.

"Karena ayah kamu tak pernah mencintai saya. Kamu tau apa alasannya?" tanya Meli dan lagi-lagi dibalas gelengan kepala oleh Zino.

"Karena ayah kamu adalah gay." Meli sedikit berbisik saat mengucapkan kalimat itu.

Zino membulatkan matanya tak percaya. Ia menatap Meli dengan tatapan bingung beserta marah.

"Coba saya tanya. Siapa pria yang selalu ada di dekatmu selama ini? Andre, bukan?"

Untuk kesekian kalinya, Zino mengangguk.

"Andre adalah selingkuhan ayahmu. Dan mereka yang membuat saya seperti ini. Kamu selalu bertanya, kenapa saya tak pernah sayang sama kamu? Karena saya yakin kalau kamu pasti sama seperti ayahmu. Dan, yah? Dugaan saya benar. Kamu sama seperti ayah kamu. Bahkan kamu lebih buruk dari ayahmu. Jika ayahmu hanya mencintai satu pria, kamu malah mencintai tiga pria. Kamu mencintai ketiga temanmu, bukan?"

Bungkam. Itulah yang saat ini Zino lakukan. Tangannya semakin terkepal, tatapapannya berubah menjadi tajam. Menatap tajam wanita paruh baya yang melahirkannya ke dunia ini.

"Kenapa? Mau marah? Silahkan. Tapi jangan salahkan saya kalau ketiga temanmu itu kalau kamu tidak normal."

Meli tersenyum puas melihat raut wajah Zino. Mengambil dompetnya lalu berjalan pergi meninggalkan Zino yang kini terdiam.

Baru beberapa langkah, Zino menghentikan langkahnya tepat di depan meja dua orang pria yang sudah lumayan tua yang kini sedang diam mencerna apa yang terjadi.

"Saya harap anda dapat menjaga putra semata wayang anda, Tuan Adam."

Zino yang mendengar nama itu seketika berbalik. Wajahnya seketika pucat mel8hat kehadiran Adam dan Bian yang kini masih diam membisu. Ia berdiri dengan kaku dan menatap kedua orang itu dengan takut-takut.

Meli kembali tersenyum, menepuk bahu Adam beberapa kali lalu melanjutkan jalannya.

"O-om, o-om udah be-berapa la-lama d-di si-sini."

Wajah Zino semakin memucat saat Adam malah menatap tajam dirinya. Tatapan yang tak pernah ia lihat sebelumnya.

"Sungguh menjijikkan."

Adam bangkit dan berjalan meninggalkan cafe dan diikuti Bian yang kini menggeleng tak percaya.

"Kayaknya bentar lagi kiamat deh." ucapnya sebelum berjalan menyusul Adam.

"Sialan!" umpat Zino pelan.

💫💫💫

Jauh berada di dalam hitam, terdapat sebuah rumah yang terbuat dari kayu. Rumaj tua yang sudah hancur di beberapa bagiannya.

Di sebuah ruangan yang berada di rumah tua itu, terdapat lima orang pria yang menggunakan pakaian serba hitam dan masker yang menutupi wajah mereka.

"Apa semua sudah sesuai rencana?" tanya seorang pria paruh baya pada bawahannya.

"Semua sudah sesuai rencana. Kita hanya perlu mencari waktu yang tepat dan menghancurkan mereka."

Pria paruh baya yang merupakan sang atasan itu mengangguk mengerti.

"Gimana kalau minggu depan? Bertepatan dengan hari ulang tahun salah satu dari mereka. Kita bisa buat kejutan yang tak akan pernah terlupakan bagi mereka." usul pria lainnya.

Keempat pria lainnya langsung memusatkan perhatian mereka pada pria itu.

"Sepertinya itu bukan ide yang buruk. Kita akan buat mereka merasakan apa itu rasa sakit yang teramat hingga mereka tak akan pernah melupakannya."

Pria paruh baya itu tersenyum licik. Semua rencana yang selama ini mereka rencanakan akan segera terlaksana. Semua dendam yang ia pendam akhirnya akan segera ia tuntaskan.

"Gimana kalau setelah itu kita jual mereka ke pasar gelap? Entah itu jadi budak, atau bahkan jadi mainan? Sepertinya akan sangat seru."

Sang atasan tertawa puas mendengar ide-ide brilian dari bawahannya.

"Kalian memang sangat pintar. Lihatlah kalian, kalian tak akan pernah melupakan momen itu."

-t b c-

Lo halooo
Ari double up ni yuhuuu 👀

C'mon! Ramaikan dengan vote and komen 😍

1 Tahun Bersama Papa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang