H a p p y R e a d i n g
“Bagaimana keadaan Rina, Dam?” tanya Oma dengan khawatir.
Di belakang Oma, terdapat Opa, Sintia yang menggendong Rio kecil, dan juga Juan.
Bertepatan dengan itu, Dokter yang menangani Rina keluar. Mereka dengan cepat berkumpul menunggu penjelasan Dokter.
Dokter menggeleng dengan pelan, menatap seluruh anggota keluarga pasien dengan sendu.
"Saya memohon, maaf. Ibu dan anak tidak dapat di selamatkan."
Bagai disambar petir di siang bolong. Mereka semua terdiam membeku dengan pandangan kosong.
Lagi dan lagi, mereka kembali di hadapkan dengan kehilangan seseorang yang mereka sayang. Ah ralat, bukan seseorang karena mereka telah kehilangan anggota keluarga dan juga calon anggota keluarga mereka.
Adam tak lagi dapat menahan air matanya. Air matanya mengalir dengan deras seiring dengan langkahnya yang memasuki ruangan. Menatap tubuh kaku tak bernyawa milik sang istri yang kini sudah terselimuti oleh kain putih.
Adam berjalan dengan perlahan, begitu sampai di samping Rina yang sudah tak bernyawa. Dengan perlahan, dibukanya kain putih itu, dan terlihatlah wajar Rina yan sangat pucat.
Memeluk tubuh pucat itu dengan erat sambil terus menangis meraung-raung di hadapan sang istri.
"Ma-maaf, ma-maaf Mas telat."
Bibir itu, yang selalu memberikan senyum manis di wajah cantiknya, kini tak lagi bisa memberikan senyum manisnya. Netra itu, netra yang selalu menatap dirinya penuh cinta, kini tertutup dengan rapat. Pipi itu, pipi yang selalu memberikan semburat merah merona saat ia goda, sekarang tak lagi bisa ia lihat.
Adam memandangi wajah pucat itu dengan tersenyum manis, mengelus kedua mata dan pipi yang kini sangat pucat.
Air matanya terus mengalir dengan deras, seolah tak bisa berhenti begitu saja.
Flashback done...
"Setelah itu, Oma pun memilih untuk mengurusmu, karena mungkin Papa akan selalu terbayang dengan almarhum Mama saat melihatmu. Bagaimana Mama yang selalu gemas padamu, hingga mungkin Papa akan kembali bersedih. Sampai Papa melupakan, bahwa Mamamu nggak mau kamu kehilangan kasih sayang orang tua dan meminta Papa untuk terus disamping kamu."
Adam mengusap pelan air matanya yang telah terjun dengan bebas. Memeluk Rio dengan erat, menumpahkan air matanya di pundak sang anak.
Begitu pun dengan Rio yang juga menangis dengan kencang sambil mendekap erat sang Papa.
"Ma-maaf, maafin, Rio, hiks."
Adam menggeleng kuat. Melepaskan pelukannya pada Rio dan menatap anaknya itu dengan kasih sayang
"Enggak! Ini bukan salah kamu! Ini semua takdir yang memang sudah di tulis.
"Percayalah, Papa selalu sayang sama kamu walau kamu bukan anak kandung Papa. Karena dengan adanya kamu, Papa dan Almarhum Mama bisa merasakan bagaimana mengurus Anak. Papa bisa merasakan gimana rasanya punya anak semenggemaskan kamu."
Mengurai pelukannya, Adam menghapus dengan pelan air mata yang mengalir di pipi sang putra.
"Makasih. Makasih telah datang di hidup Papa dan Mama. Walau pada akhirnya Papa kehilangan semuanya, bagian waktu bersama kamu," lanjutnya seraya tersenyum tulus dengan air mata yang tetap mengalir
Mereka kembali berpelukan dengan masih menangis.
💫💫💫
Beberapa bulan setelah kejadian itu, banyak yang berubah diantara mereka.
Mulai dari hubungan Adam yang semakin mengerat, Zino dan Aldo yang langsung di drout out dari sekolah karena kejahatannya dan diasingkan di desa yang berada di pulau sulawesi oleh leluarganya.
Sebenarnya, saat itu Zino da Aldo akan di penjara akibat penculikan dan penganiayaan. Namun, Rio memohon pada Adam agar tidak memenjarakan kedua orang itu. Karena, mau bagaimanapun mereka tetaplah dua orang yang sangat berpengaruh bagi kehidupannya. Dua orang yang sempat mengisi hari-harinya dengan penuh canda tawa dan suka duka.
Pertemanan antara ia dengan Deon dan Nio juga semakin mengerat.
Serta Cahyo yang di penjara karena tuduhan penculikan, penganiayaan, penipuan data, dan juga pembunuhan berencana.
Dan keesokan harinya, adalah hari keberangkatan Rio ke Kanada.
Seperti rencana awalnya, Rio hanya akan tinggal setahun di Indonesia bersama Adam.
Namun bedanya, kini, Adam juga akan ikut bersama Rio ke Kanada.
"Sudah semua, boy?" tanya Adam saat memasuki kamar sang putra.
"Udah dong, tinggal berangkat aja," jawab Rio santai sambil terus memainkan ponselnya di atas ranjang.
Adam duduk di pinggir ranjang Rio, mengelus rambut sang putra yang kini sedang bersandar di kepala ranjang.
"Papa masih gak percaya kalo kita bisa melewati semua ini." ucap Adam dengan terus mengelus rambut Rio.
Rio menghentikan aksinya bermain ponsel, menatap Adam yang kini juga menatap dirinya sambil tersenyum manis.
"Ya, Rio juga masih gak percaya. Semua ini kayak mimpi, tau."
Tersenyum manis ke arah Adam sambil merosotkan tubuhnya agar berbaring telentang di tempat tidur. Hingga membuat Adam menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan apa yang baru saja ia lihat.
Entah mengapa, akhir-akhir ini Rio mempunyai hobi yang baru. Kalian tau apa?
Tentu saja, turu.
"Gak terasa, ya, pa. Satu tahun Rio tinggal bersama Papa. Hidup bareng Papa, makan bareng Papa, pergi bareng, papa. Bahkan di culik juga karena Papa." Canda Rio.
Adam yang mendengar itu seketika tak dapat membendung tawanya, begitu pula dengan Rio yang ikut tertawa dengan apa yang baru saja ia katakan.
-F I N I S H-

KAMU SEDANG MEMBACA
1 Tahun Bersama Papa
Novela JuvenilSebelum baca, follow akun Arii dulu 😗 17 tahun ia telah hidup, namun tidak pernah sekalipun ia berinteraksi dengan sang Papa. Mamanya telah meninggal saat melahirkan dirinya, semenjak itu pula kakek dan neneknya yang membesarkannya. Sedangkan, Papa...