H a p p y 💫 R e a d i n g
"Mas, temenin gue keliling dong."
Anton yang tadinya fokus menyapa halaman, seketika menghentikan kegiatannya dan menoleh ke arah Rio yang kini berjalan menghampiri dirinya dengan keadaan rapi.
"Siap mas selesai nyapu ya, dek."
Rio mengangguk, lalu memilih untuk duduk di kursi yang berada di teras rumahnya. Anton dengan cepat menyelesaikan nyapunya.
"Mas, lo umur berapa?" tanya Rio tiba-tiba.
"Dua puluh taun, dek," jawab Anton tanpa mengalihkan perhatiannya.
"Gak kuliah, mas?"
Anton menghentikan kegiatannya beberapa saat, lalu kembali melanjutkannya.
"Sebenarnya sih pengen kuliah, dek. Tapi ya, gitulah. Disini gak ada universitas, kalo ke kota, kasian mbok sendirian. Udah gitu mas gak punya uang banyak. Kan bsnysk biaya untuk kuliah, uang kuliahnya, uang kosnya, uang makannya. Uang mas gak cukup. Ini juga mas bantu-bantu mbok kerja biar uangnya di tabung untuk kuliah yang entah kapan."
Bungkam, itulah yang Rio lakukan saat ini. Tak ada lagi sepatah kata yang ia keluarkan.
Hingga, kemunculan Adam mengalihkan perhatian Rio.
"Mau kemana?" tanya Rio saat melihat penampilan Adam yang sangat rapi.
"Lah, kamu lupa? Tapi kita mau ke makam, mama. Kok malah nanya mau kemana?" tanya Adam balik dengan bingung.
"Yaudah, ayo pergi."
Adam menggelengkan kepalanya lalu melangkahkan kakinya.
"Ah iya! Mas, gak jadi deh, mas. Gue lupa kalo mau ke makam mama."
Rio bangkit dari duduknya dan berjalan menyusul Adam.
"Iya, dek."
💫💫💫
'Rina Saputri'
Nama makam di depan mereka, sebuah makam yang sudah ada semenjak tujuh belas tahun yang lalu. Sebuah makan yang berisi seorang wanita yang amat-amat mereka cintai di dalamnya.
Seorang wanita yang akan selalu mereka ingat keberadaanya. Dan tak akan pernah tergantikan di hati mereka. Karena, akan selalu ada ruang tersendiri untuknya.
"Assalamualaikum, sayang."
Adam berjongkok di samping sebelah kanan makam, mengelus batu nisan yang menjadi kepala makam dengan pandangan sendu.
"Assalamualaikum, ma."
Rio juga ikut berjongkok di samping sebelah kiri makam hingga ia kini berada di depan Adam.
"Kita baca do'a dulu. Al-fatihah."
Adam dan Rio mengadahkan tangannya dan mulai membaca surah Al-Fatihah.
Setelah selesai membaca surah Al-Fatihah, Adam mengambil sebuah teko yang sudah diisi oleh air dan menyiramkannya pada makam sebanyak tiga kali. Menyerahkan teko yang sudah tinggal setengah kepada Rio.
Rio mengambil teko dan kembali menyiram makam menggunakan air sebanyak tiga kali.
"Selamat ulang tahun, Ma."
"Selamat ulang tahun, sayang."
Mereka dengan kompak mengucapkan kalimat itu.
"Pulang, yuk."
"Aku pulang, ma. Assalamualaikum."
"Aku pulang, sayang. Assalamualaikum."
Rio mengangguk, mereka berjalan meninggalkan makam dengan pelan.
Rio memperhatikan jalan menuju rumah sang nenek. Suasana disini masih sangat asri, membuat Rio betah untuk berlama-lama disini.
Hingga, pikiran Rio tertuju pada percakapannya dengan Anton tadi. Entah dari mana, Rio mendapatkan sebuah ide yang menurutnya sangat-sangat cocok diungkapkan pada Adam.
"Pa," panggil Rio pelan nyaris tak terdengar.
Namun, karena pendengar Adam yang tajam, jadi ia mendengar panggipan Rio. Adam yang tadinya melihat-lihat ke sekeliling dengan cepat menoleh ke arah Rio dengan pandangan binar.
"Manggil apa tadi?!" tanya Adam semangat.
Bahkan, kini Adam merangkul pundak Rio dengan tersenyum lebar saat mendengar panggilan Rio. Panggilan yang entah sejak kapan selalu ingin ia dengar dari Rio.
Wajah Rio memerah padam karena malu. Dengan sedikit kasar, Rio mencoba untuk melepaskan rangkulan Adam. Tapi, tentu saja masih kalah karena Adam yang merangkulnya dengan kuat.
"Gak manggil apa-apa."
Rio membuang muka ke arah lain masih dengan wajah yang memerah padam. Adam yang gemas terhadap Rio pun mencolek dagu Rio menggoda.
"Ayolah, manggil apa tadi? Ayolah! Janji deh bakal diturutin apa maunya."
Adam masih setia mencolek-colek dagu Rio dengan terus memanggil sang anak.
"Pa-pa." ragu Rio pelan.
Adam melepaskan rangkulannya, menutup mulutnya dengan dramatis.
"Waahh! Papa berasa baru aja ngajarin anaknya ngomong. Dan kata pertamanya itu. Wahhh!"
Rio mempercepat jalannya, bahkan sedikit berlari meninggalkan Adam yang kini masih tersenyum lebar.
Akhirnya, penantiannya selama ini terbayarkan.
-t b c-

KAMU SEDANG MEMBACA
1 Tahun Bersama Papa
أدب المراهقينSebelum baca, follow akun Arii dulu 😗 17 tahun ia telah hidup, namun tidak pernah sekalipun ia berinteraksi dengan sang Papa. Mamanya telah meninggal saat melahirkan dirinya, semenjak itu pula kakek dan neneknya yang membesarkannya. Sedangkan, Papa...