H a p p y 💫 R e a d i n g
Plak....
Adam memegang pipinya yang baru saja di tampar sang Mama. Menatap Mamanya dengan marah, namun tetap diam mendenggarkan segala kemarahan sang Mama.
Setelah mendengar kalau Rio menghilang, Oma dan Opa langsung terbang ke Indonesia dan memastikan kalau itu tidak benar. Namun sayang, apa yan mereka harapkan hanya menjadi sebuah harapan karena Rio memang benar menghilang.
"Kenapa bisa kayaj gini, Adam?! Mama cuma pengen kalian dekat, udah gitu aja! Tapi kenapa kayak gini, Adam, Astagfirullah."
Oma mendudukkan dirinya di sofa apartemeb Adam. Pusing, sungguh pusing, cucu laki-laki satu-satunya menghilang sudah lebih dari dua hari.
"Kamu udah lapor polisi?" tanya Opa yang langsung diangguki oleh Adam.
"Kalo kamu gak nerima Rio tinggal sama kamu, harusnya kamu bilang sama Mama! Biar Mama gak pernah rencanain pindah ke Canada dan ninggalin Rio sama kamu! Sadar, Adam! Rio itu anak kamu! Rio anak kamu satu-satunya! Dia darah daging kamu! Kenapa kamu gak pernah peduli samaa dia, hah?!"
Oma mengguncang bahu Adam dengan tersisa pelan. Sementara yang lainnya hanya bisa diam menyimak percakapan itu.
"Mama gak mau tau, kalo sampe Rio kenapa-napa, ini semua salah kamu, Adam! Dan satu lagi, setelah Rio ketemu, Mama bakal bawa dia lagi dan gak akan mama izinin dia tinggal bareng kamu!"
Oma kembali duduk, mengatasi nafas pelan. Sinta -adik Adam- mengelus bahu sang Mama menenangkan.
Adam yan kenddengar ucapan Mamanya itu tentu saja tak terima.
"Mama gak bisa gitu dong!"
Baru saja Oma mau berkata, Adam lebih dulu melanjutkan ucapannya.
"Iya Adam tau Adam salah, iya tau kok! Tapi Rio tetap anak Adam! Oke, memang telat ngakuin itu karna Adam baru dekat sama Rio aja belum ada satu taun! Tapi bisa gak sih Mama mikirin perasaan Adam yang baru aja ngabisin waktu sama Rio?"
Oma yang melihat itu tertawa sinis, bangkit kembali dari duduknya dan berjalan menghampiri Adam.
plak...
"Kamu mau Mama mikirin perasaan kamu sementara juga pernah mikirin perasaan Rio. Hei, sayang! Emang selama ini Mama ada ngelarang kamu nemuin Rio? Emang ada selama ini Mama ngelarang kamu ngabisin waktu bareng Rio? Emang ada selama ini Mama ngelarang kamu tinggal bareng Rio? Gak ada, Adam! Jadi ngapain mikirin perasaan iamu sementara kamu aja gak pernah mikirin perasaan anak kamu!"
Oma memandang putra sulungnya itu sinis. Sinta kembali mengelus punggung Oma sambil terus mengatakan kata 'tenang'.
"Kamu tau, Adam, gimana selama ini Rio cuma diam disaat teman-temannya ngabisinwaktu bareng orang tua mereka? Kamu tau gimana perasaan Rio saat tau kalo bukan kamu yang ngambil rapotnya ke sekolah? Kamu tau gimana perasaan iri anak kamu saat ngeliat teman-temannya piknik bareng orag tuanya sementara dia cuma bisa bareng Oma Apanya? Kamu tau perasaan dia? Rio, yang harusnya cuma kehilangan kasih sayang ibunya harus kembali kehilangan kasih sayang dari ayahnya karna keegoisan kamu? Apa pantas kamu disebut seorang ayah sementara tingkahmu selama ini gak cerminkan seorang ayah?"
Bungkam, hanya itu yang bisa Adam lakukan saat ini. Sementara yang lain semakin mbisu saat mendengar ucapan Oma.
"Ma, udah ya? Ada Nana loh disini. Gak boleh ngomong gitu." Opa mengambil alih mengelus punggung Oma berharap jika wanita paruh baya itu menghentikan perkataannya.
"Anton, bawa Nana keluar. Terserah mau kemana aka yang penting kalian keluar dari sini!"
Anton yang sedari tadi hanya diam seketika mengangguk, mengajak Nana keluar dari apartemen namun di tolak mentah-mentah oleh gadis itu.
"Nana mau nungu kak Rio pulang, mas."
Anton mengangguk mengerti, menarik pelan lengan Nana hingga membuat gadis itu menatap Anton marah.
"Oma lagi emosi, jadi lebih baik kita keluar dulu dari pada bikin Oma tambah emosi. Keluar dulu yuk." bujuk Anton.
Nana menoleh ke arah sang ayah yang sedari tadi memperhatikan dirinya dengan Anton. Melihat Nana yang meminta persetujuan dirinya, Juna mengangguk tanda lebih baik mengikuti Anton keluar.
Akhirnya Nana luluh dan mereka berdua pun keluar dari apartemen Adam. Begitu puntu di tutp dari luar, seketika ruangan seketika berubah menjadi mencekam.
"Adam tau kok, kali Adam gak bisa bilang kalo Adam ini seorang ayah. Adam juga tau kok, kalo perasaan Adam ini udah lama terlambat. Adam tau Adam salah karna ngabaikan Rio selama ini. Tapi tolong, Ma. Biarkan Adam ngurus Rio mulai sekarang buat ngeganti waktu yang selama ini tersisa-siakan."
Adam menjatuhkan dirinya berlutut tepat di hadapan sang Mama hingga membuat yang lain terbelalak kaget.
"Kak jangan gitu ih!" Sinta menarik tangan Adam untuk membantu sang kakak berdiri. Namun Adam hanya diam membisu seakan ia adalah sebuah robot yang hanya akan mendengar ucapan tuannya.
-t b c-
KAMU SEDANG MEMBACA
1 Tahun Bersama Papa
JugendliteraturSebelum baca, follow akun Arii dulu 😗 17 tahun ia telah hidup, namun tidak pernah sekalipun ia berinteraksi dengan sang Papa. Mamanya telah meninggal saat melahirkan dirinya, semenjak itu pula kakek dan neneknya yang membesarkannya. Sedangkan, Papa...