36

9.5K 912 55
                                        

H a p p y 💫 R e a d i n g

Benar apa yang Rio katakan tempo lalu, karna lima hari ini ia selalu les bimbel tanpa bolos hingga pukul 23:00 WIB. Membuat Adam terkadang merasa sangat khawatir jika sang anak akan setres nantinya.

Pada pukul 23:00 WIB ia pulang, lalu masih tetap belajar hingga satu jam ke depannya, setelah itu ia baru tidur. Tak jarang, Adam menjemput Rio les dari tempat bimbel disaat bimbel belum selesai dan meminta izin pada guru bimbel Rio. Namun, Rio malah menolak dan akan terus belajar.

Membuat Adam terkadang sedikit membenci sang Ibu yang terlalu menuntut untuk sempurna.

Dan kini, mereka bertiga yaitu Adam, Anton, dan Rio, sedang melaksanakan sarapan sebelum berangkat dan melakukan kegiatan masing-masing.

"Anton, Rio."

Anton dan Rio kompak menghentikan sarapan mereka dan menatap Adam bertanya.

"Papa masih bisa memaklumi segala kenakalan kalian asal tidak dengan merokok, tawuran, mabuk-mabukan, dan juga balap liar. Papa gak akan segan-segan membuat kalian jera dengan apa yabg telah kalian perbuat. Kalian paham?"

"Paham, pak/Pa." sahut keduanya kompak.

"Cepat selesaikan sarapan kalian. Setelah itu kita berangkat."

💫💫💫

"Yo, gue rasa akhir-akhir ini lo jarang banget gabung sama kita."

Rio yang tadinya sedang fokus pada makanannha seketika mengalihkan atensinya pada Aldo yang baru saja berkata.

"Gue ketauan sama Oma karna gak pernah bimbel. Jadinya Papa kena marah sama Oma. Terus juga bimbel gue di tambahin waktunya jadi kayak awal."

Ketiga orang lainnya terbelalak kaget mendengar ucapan Rio.

"Serius? Yang sampe jam sebelah malam itu?" tanya Deon yang dijawab anggukan oleh Rio.

Mereka bertiga menggeleng tak habis pikir dengan jalan pikiran Oma Rio.

"Nanti pulang sekolah lo mau bimbel lagi?" tanya Zino.

Rio mengangguk, ia kembali fokus pada makanan di depannya. Sebelum ketenangannya kembali terganggu akibat ulah seseorang.

"Kak Rio."

Rio membalikkan badannya. Menatap bingung plus kaget sepupunya yang kini tersenyum lebar sambil berlari menghampiri dirinya.

"Kak, gue kangen!" teriak seseorang itu sambil memeluk Rio kencang, bahkan kini tanpa sadar seseorang itu duduk di pangkuan Rio.

Semua atensi kantin seketika tertuju pada mereka. Pada seorang hadir yang dengan santainya memeluk bahkan duduk di pangkuan Rio yang notabenya tidak pernah dekat dengan seorang gadis.

Banyak bisik-bisik mulai terdengar, namun tak ada satupun yang mereka hiraukan. Dan juga, ada dua orang gadis di pojok sana yang menatap Nana dengan tajam serta satu gadis yang menatap kejadian itu dengan kecewa.

"Loh, Na. Kapan kamu pindahnya? Bukannya kamu tinggalnya di Kanada?" tanya Rio masih kaget.

Seseorang itu a.k.a Nana cemberut mendengar ucapan Rio.

"Jadi kakak gak suka aku disini? Lagian juga ya, aku tuh udah lama di Indo. Mama sama Papa soalnya lagi bantu Om Adam ngurusin perusahaan. Kakak aja yang gak nyadar." Nana membuka muka ngambek namun dengan tangan yang masih memeluk erat leher Rio.

"Lah sejak kapan?"

Plak...

Nana memukul pelan kepala Rio kesal. Membuat sang empu meringis kesakitan karenanya.

"Udah lama banget ih! Bahkan dari pertama kakak tinggal bareng Om Adam."

Rasa terkejut Rio semakin membanyak.

"Kok gak pernah nemuin kakak?" tanya Rio sinis.

"Kakak aja yang gak pernah ada pas aku dateng."

Nana bangkit dan memilih untuk duduk di samping Rio. Dia dengan santai meminum jus jeruk punya Rio hingga membuat sang empu dengan cepat menarik gelas miliknya.

Lalu, pandangan gadis itu tertuju pada ketiga pemuda lainnya. Ia menatap ketiga pemuda itu satu persatu dengan tatapan menilai. Hingga, saat matanya tertuju pada Zino. Nana tersenyum sinis pada pemuda itu, mengucapkan beberapa kalimat tanpa suara namun dapat membuat pemuda itu naik pitam.

'Gay menjijikkan dan tak pantas hidup. Lebih baik lo mati dan masuk neraka.'

Melihat wajah marah pemuda itu, mampu membuat Nana senang. Dengan cepat ia mengalihkan pandangan seolah tak terjadi apa-apa.

Lalu, tanpa sengaja pandangan Nana tertuju pada ketiga gadis yang kini masih menatap ke arah mereka dengan tatapan sinis.

'Loser'

Ucap Nan kembali tanpa suara. Ia menyenderkan kepalanya di bahu Rio dengan sengaja.

"Halo, neng. Kenalin, nama abang, Abang Deon. Eneng bisa manggil Abang, sayang."

Deon mengulurkan tangannya dengan senyun menggoda.

"Halo, abang. Nama eneng, Nana. Abang juga bisa manggil eneng Sayang. Tapi pamggik darling aja biar lebih waw gitu." Nana menyambut uluran tangan Deon dengan mengedipkan mata kanannya menggoda.

Membuat kedua orang berbeda kelamin itu tertawa, menertawakan diri mereka sendiri yang sama sekali tidak lucu.

"Gue, Aldo. Salam kenal." Aldo mengulurkan tangannya dengan senyum tulus.

"Nana, kak." Nana menghentikan tawanya, membalas ukuran tangan Aldo dengan tersenyum tipis.

Lalu, pandangan Nana kembali tertuju pada Zino yang kini hanya diam membisu.

"Zino."

"Nana."

Nana mengulurkan tangannya dengan tersenyum palsu, senyum yang berbeda dari senyum yang ia berikan pada Deon dan Aldo.

Beberapa saat menunggu, namun tak juga kunjung mendapatkan balasan. Akhirnya Nana menurunkan tangannya dengan berpura-pura canggung.

Membuat ketiga pemuda lainnya menatap Zino dengan bingung dan juga sedikit marah.

- t b c-

Gess, Ari mo cerita....

Tadikan, ortu Ari pergi kondangan ke tempat sodara yang jauh tuh di siantar. Ari sekolah, terus kakak Ari rapat kan sama organisasinya.
Ari dikabarin jam sepuluh kalo kunci rumah di bawa sama kakak Ari. Terus kakak Ari juga bilang, kalo dia pulang jam dua. Dan ari di suruh untuk ke rumah temen dulu. Ari iyain dong, pas jam tiga, Ari pulang tu dari rumah temen. Ternyata kaka ari belum pulang. Ari bingung dong ya, ari chat tu kakak ari. Ternyata dia masih lama, ari disuruh nunggu bentar. Sangking bentarnya, ari dah jadi gembel di depan rumah. Masih make sepatu terus bawa tas. Dan juga, sangking sebentarnya. Kakak ari pulang tengah enam sore.

Coba kalian bayangin gess, ari pulang sekolah jam tengah satu, ke rumah teman sampe jam tiga, terus nunggu sampe jam tengah enam di deoan rumah kek gembel. Rasanya seperti anda menjadi airon men ᕙ(⇀‸↼‶)ᕗ

1 Tahun Bersama Papa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang