H a p p y 💫 r e a d i n g
"Permisi, kak. Kak Rio'nya dipanggil Bu Reva disuruh ke ruangan Bu Reva," ucap seorang adik kelas tiba-tiba.
"Iya. Makasi ya, dek." adik kelas itu mengganggu lalu pergi dari kelas Rio.
Sementara, Rio dan yang lain seger berkumpul dan berbisik.
"Menurut kalian, kenapa Bu Reva manggil gue?" tanya Rio pelan.
"Jangan-jangan masalah nilai ulangan lagi?"
Mereka bertiga seketika memusatkan perhatian mereka pada Aldo yang menyetuk. Aldo yang di tatap oleh yang lain pun bingung.
"Kan bisa jadi?" sambung Aldo.
"Kayaknya lo bener deh. Lo datengin aja dulu, Yo." Rio megangguk mendengar ucapan Xino dan bangkit dari duduknya untuk pergi ke ruangan Bu Reva.
Tok..... Tok.... Tok...
"Masuk."
Rio membuka pintu Ruangan Bu Reva degan santai dan langsung duduk di depan Bu Reva.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun. Bu Reva melemparkan sebuah kertas dengan sedikit kasar. Tatapan Bu Reva yang menatap Rio tajam mampu membuat Rio diam.
"Bukankah saya sudah mengatakan untuk mempelajari dan menghafal soal dan jawaban ulangan yang saya kasih? Kenapa kamu menolaknya? Saya tau kamu pintar, tapi kenapa? Kenapa nilai kamu sangat turun sepeeti ini? Kerjakan ulang, ulangan fisika kemarin sekarang dan lihat jawaban di kertas yang satunya. Cepat kerjakan agar nilai kamu meningkat!" tegas Bu Reva.
"Saya gak mau, bu. Itu nilai murni saya, dan saya tetap ingin menggunakan nilai hasil jerih payah saya sendiri!" balas Rio tak kalah tegas.
Bu Reva tertawa sinis mendengar ucapan Rio.
"Ini memang hasil jerih payah kamu, Rio. Tapi, apa ini? 76? Bahkan nilai gak mencapai angka delapan? Kamu mau membuat malu Papa kamu sebagai donatur utama di sekolah ini dan membuat kami sebagai guru malu pada papamu karna gak bisa naikin nilai kamu? Itu mau kamu? Rio-Rio, saya tau kamu selama ini hidup nyaman dengan siswa yang tergolong biasa saja dan gak terlalu menonjol karena kami belum tau siapa Papa kamu. Kami tau Oma dan Opamu memang orang kaya, tapi tetap saja mereka bukan donatur di sekolah ini. Tapi papamu, dia donatur disini. Dan kami harus memberikan kesan terbaik untuk dia dengan membuat kamu menjadi unggul! Kamu paham?" jelas Bu Reva dengan bertanya diakhir kalimatnya.
Rio mengepalkan kedua tangannya kuat mendengar penjelasan Bu Reva. Jadi ini yang membuat para murid yanf orang tuanya adalah donatur di sekolah ini berlaku semena-mena. Karena para guru selalu memberikan kesan terbaik untuk orang tua mereka.
"Saya tetap gak mau untuk ulangan lagi, bu. Itu keputusan saya, saya gak peduli mau ibu dan para guru-guru caper pada, papa saya. Yang saya inginkan adalah untuk kembali belajar dengan nyaman seperti kalian belum mengetahui kalau saya adalah anak Adam. Dan juga, terserah mau bilang apapun ke papa saya, saya gak peduli. Saya permisi" tegas Rio lalu berjalan keluar dari ruangan Bu Reva dengan moodnya yang buruk.
Jadi ini alasan ia selalu diperlakukan spesial akhir-akhir ini. Ia jadi mengingat bagaimana saat ia kepergok sedang tidur di kelas. Bukannya di marahi, ia malah disuruh kdmbali tidur.
'Cih, sungguh menjijikkan!' batin Rio jijik.
Rio memasuki kelasnya dengan tatapan datar dan langsung ke bangkunya untuk tidur. Moodnya sedang buruk saat ini, ia takut malah nanti akan berbuat yang enggak-enggak pada teman sekelasnya.
Begitu ketiga teman Rio melihat Rio masuk. Mereka segera berjalan menuju Rio dan berdiri di sekitar Rio.
"Lo, okey?" tanya Zino dengan hati-hati.
"Kita gak usah jadi nyelidiki apa yang terjadi sama guru-guru. Gue udah tau apa yang buat mereka berubah," ucal Rio tanpa mengangkat wajahnya dari lipatan tangan.
"Apa-apa?" tanya Deon penasaran.
"Kayaknya untuk sekarang kalian gak perlu tau, dulu."
Mereka semua mengangguk mengerti dan kembali duduk di tempat mereka masing-masing.
💫💫💫
Di sebuah taman belakang sekolah atau lebih tepatnya di bawah pohon yang rindang, ada seorang pemuda yang sedang duduk menikmati angin sepoy-sepoy yang sejuk.
Ia memejamkan matanya menikmati hembusan angin. Hingga sebuah telepon masuk membuat pemuda itu mengambil ponselnya untuk melihat siapa yang menelepon.
'mama'
Dengan cepat pemuda itu menggeser ikon ke kanan untuk mengangkat telepon itu.
"Sayang, kamu gak masalah kan kalo mama nikah lagi?"
"Tentu aja, enggak dong, Ma. Malah aku senang akhirnya aku bakal punya papa baru."
"Benarkah? Nanti kamu jga bakal punya kakak juga loh."
"Really? Wah, pasti menyenangkan."
"Yaudah. Udah dulu ya, mama mau kerja lagi. Nanti mama kasih tau kapan bertemu calon papa kamu.
"Oke ma, see you. Love you."
"Love you, too."
Sambung telepon mati dan menyisakan pemua itu yang sudah berjingkrak-jingkrak kesenangan karena ia akan memiliki keluarga baru.
-t b c-
KAMU SEDANG MEMBACA
1 Tahun Bersama Papa
Teen FictionSebelum baca, follow akun Arii dulu 😗 17 tahun ia telah hidup, namun tidak pernah sekalipun ia berinteraksi dengan sang Papa. Mamanya telah meninggal saat melahirkan dirinya, semenjak itu pula kakek dan neneknya yang membesarkannya. Sedangkan, Papa...