H a p p y 💫 R e a d i n g
"Tunggu, siapa tadi lo bilang nama tante itu?" tanya Zino dengan menatap Aldo menuntut.
"Meli, kenapa?"
"Dia bukan Mama kandung Nio. Mama kandung Nio udah meninggal delapan tahun yang lalu."
Ketiga lainnya menatap Zino bingung.
"Dari mana lo tau?"
"Karena Meli itu Mama kandung gue."
"Ha?"
Mereka menatap Zino bingung.
"Serius?" tanya mereka serentak.
Zino mengangguk membuat mereka kembali dalam diam.
"Tapi tante Meli cuma ngenalin Nio bukan lo?"
"Karena Mama gak pernah nganggep gue ada."
Aldo tersenyum licik, ia merangkul bahu Zino dengan masih tersenyum.
"Gimana kalo ita bully dia? Toh dia udah bilang kalo kita sering bully dia. Gimana kalo kita kabulkan permintaannya?" tanya Aldo serius
"Gue setuju."
Aldo dan Zino menatap Rio dan Deon yang masih diam membisu. Menatap mereka dengan senyum licik.
"Gue ngikut aja."
"Gue merhatiin aja."
💫💫💫
Setelah selesai dari pembicaraan mereka tadi, Rio memilih untuk pulang ke apartemen karena hari sudah mulai gelap.
Begitu Rio membuka pintu apartemen, hal pertama yang ia lihat sangat membuatnya terkejut. Ia terdiam di depan pintj dengan tangan yang masih memegang gagang pintu.
"Sudah pulang, prince?" tanya seseorang itu a.k.a Adam.
Rio masih dian membisu, ia menatap Adam dengan tatapan bingung. Bukanya pria dewasa itu mengatakan kalau ia akan pergi keluar kota selama beberapa hari? Kok sekarang sudah pulang? Batin Rio bertanya.
Terlalu sibuk dengan pikirannya, Rio sampai tak menyadari bahwa Adam telah berdiri tepat di sampingnya.
Tak...
"Mikirin apa sih, hm?" Adam mengetuk kening Rio menggunakan jari telunjuknya hingga membuat Rio kembali sadar dari lamunannya.
Rio hanya menggeleng menjawab pertanyaan Adam. Dengan lembut, Adam menarik tangan Rio menuju ruang tamu yang dekorasinya masih sama. Juga terdapat beberapa makanan hingga kue yang dibeli Rio juga masih ada.
Adam menyuruh Rio untuk duduk di sampingnya. Menatap Rio dengan lembut dengan satu tangan yang mengelus surai sang anak.
"Maaf ya. Papa kemarin lupa kalau ada janji sama kamu. Tapi salahin saja Om Bian karna dia yang ngajak Papa makan malam ngerayain ulang tahun, Papa. Jadi, gimana kalo kita sekarang saja ngerayainnya?"
Adam tersenyum manis, tangannya mengambil sebuah pemantik api yang sudah ia sediakan di samping kue. Menghidupkan lilin dengan angka empat puluh itu.
Rio masih diam, ia sangat kebingungan saat ini, sungguh.
Adam mengangkat kue itu, mengesampingkan duduknya hingga kue itu berada diantara ia dan Rio.
"Ayo kita tiup bareng-bareng."
Saat Adam sudah bersiap untuk meniup lilin iyu, ucapan Rio mampu menghentikannya.
"It's your birthday, make a wish."
Adam sedikit tertawa saat mendengar ucapan sang anak.
Memejamkan matanya sesaat untuk memulai permohonan yang akan ia ucapkan. Setelah selesai mengucapkan permohonannya, Adam membuka matanya.
"Apa yang kau minta?" tanya Rio begitu Adam membuka mata.
"Rahasia."
Adam tersenyum misterius, membuat Rio berdecak kesal. Adam terkekeh pelan mendengar decakan kesana sang putra. Menaruh kue itu di meja, dan memotongnya dengan ukuran sedang.
Adam menatap kue itu dengan tatapan errr, jijik? Lalu sesegera mungkin mengganti tatapan itu.
"Suapan pertama untuk prince kesayangan, Papa." Adam menyuapi Rio dengan sepotong kue yang sudah menjelma menjadi kecil.
"Kau juga harus memakannya."
Rio mengambil alih sendok yang dipegang oleh Adam dan menyuapi Adam dengan kue yang sudah ia ambil. Dengan jahilnya, Rio meletakkan banyak kue di dalam sendok.
Adam menatap kue itu dengan sinis. Namun, tak ayal ia juga membuka mulutnya dan menerima suapan dari Rio.
Rasa kecewa yang tadinya Rio rasakan seketika berubah menjadi geli saat melihat Adam yang ogah-ogah'an mengunyah dan menelan kue itu.
"Kau tak suka?" tanya Rio dengan berpura-pura tersinggung melihat cara Adam mengunyah.
Dengan paksa, Adam menelan kue itu dan menggeleng. Membuat Rio ingin sekali tertawa terbaik-bahak. Sifat jahilnya mulai keluar, Rio kembali mengambil kue itu dengan poto yang banyak. Melirik Adam yang kini meneguk ludahnya kasar.
"Kalo gitu makan lagi, dong."
Rio mengarahkan sendok berisi kue itu pada Adam. Membuat Adam tersenyum paksa dan menatap putra semata wayangnya itu dengan horor.
Apakah putranya ini tak peka jika wajahnya sudah sangat masam?
Begitu sendok itu berada di depan mulut Adam dan Adam telah bersiap untuk membuka mulutnya. Ucapan Rio selanjutnya mampu membuat Adam menghela nafas lega dan juga berdecak kesal.
"Becanda. Gak usah gitu amat mukanya. Lagian aku juga tau kalau kau tak suka matcha dan strobery."
Rio tertawa setelah itu, apalagi saat melihat raut masam dari Adam.
"Dasar bocah nakal."
Adam mencolet wajah Rio menggunakan krim kue. Membuat Rio seketika menghentikan tawanya.
Adam kembali mencoket wajah Rio menggunakan krim. Membuat Rio tak terima dan membalas perlakuan Adam.
-t b c-

KAMU SEDANG MEMBACA
1 Tahun Bersama Papa
Novela JuvenilSebelum baca, follow akun Arii dulu 😗 17 tahun ia telah hidup, namun tidak pernah sekalipun ia berinteraksi dengan sang Papa. Mamanya telah meninggal saat melahirkan dirinya, semenjak itu pula kakek dan neneknya yang membesarkannya. Sedangkan, Papa...