Kingdom of Imvitia

11 3 0
                                    

Perjalanan dua puluh menit yang dilalui dengan darah, api, dan kehancuran pun akhirnya telah selesai. Averie yang tadinya menggenggam tangan Edzard dengan erat kini dapat merasa lebih tenang karena destinasi mereka telah sampai. Perasaan lelah dan ngeri akan situasi yang telah mereka alami, perlahan memudar dengan keyakinan bahwa mereka dapat terhindar dari bahaya monster – monster itu. 

(–) 

Dihadapan mereka semua, berdirilah tembok batu dengan tinggi tiga puluh meter yang menutupi gerbang utama dari kerajaan Imvitia. Fondasi tembok yang keras dan tegak digunakan oleh raja Adelio untuk mempertahankan tempat itu dari serangan monster – monster yang berniat untuk menerobos masuk. Edzard yang melihatnya hanya dapat tercengang – cengang melihat kemegahan pertahanan yang sudah tercakar dan hancur pada beberapa bagian. 

(–) 

Sesampainya mereka di depan tembok besar itu, berhentilah kedua prajurit yang membawa mereka ke tempat ini dan mulai mengangkat bebatuan besar yang ada di sisi kiri tembok, dan memunculkan suatu celah kecil yang cukup bagi mereka untuk masuk ke dalam kerajaan. Salah satu dari kedua prajurit itu pun mulai masuk ke celah kecil itu diikuti dengan mereka berlima secara satu per satu dan diakhiri oleh prajurit kedua di belakang mereka. 

(–) 

Dari balik tembok besar itu, berdirilah mereka pada halaman depan kerajaan, tepatnya lima belas meter pada pintu masuk utama yang tertutup oleh gerbang kayu yang sedang dijaga oleh empat prajurit berbaju zirah seperti kedua prajurit yang berada di sisi kiri kanan mereka. Perlahan mereka mulai mengambil langkah menuju pintu masuk tersebut. 

Pepohonan, tanaman, serta air yang mula – mula tertata rapi dan bersih, kini terlihat kotor dan layu akibat kurangnya sinar matahari untuk membantunya bertumbuh. Bahkan ada beberapa tanaman besar yang mati tertindih oleh bebatuan yang tercecer di sekitarnya. Ditambah dengan udara di sekeliling mereka yang penuh dengan debu dan asap api, segala hal itu membuat pemandangan menjadi amat kabur dan sulit untuk dinikmati. 

Langkah demi langkah dipijak oleh Edzard yang semakin lama semakin mendekati pintu masuk itu. Cahaya dan suara orang – orang yang didengarnya dari dalam menandakan kehadiran dari sisa para warga kota yang telah selamat dari kejadian ini. Dengan perlahan, dibukakanlah pintu itu oleh seorang prajurit yang berjaga di dalam dan mempersilahkan mereka berlima untuk masuk. Masuklah mereka ke dalam kerajaan Imvitia untuk pertama kalinya. Bukan waktu yang sangat menakjubkan untuk kunjungan pertama, namun mungkin mereka dapat selamat untuk beberapa waktu. 

(–) 

Sekejap saat mereka masuk ke dalam kerajaan, tampaklah sebuah aula besar yang menyambut mereka dengan megah. Lampu – lampu yang dipasang di sekeliling tempat, dan lantai kayu yang terlihat dan terasa nyaman untuk dipijak, serta pilar – pilar batu yang menopang struktur dari tempat yang besar ini merupakan pemandangan pertama yang terlihat. Selagi mengagumi keindahan dan kemegahan tempat ini, mereka pun mulai berjalan menuju tempat dimana para warga kota Aeithein berada. 

Ruang demi ruang dilewati yang akhirnya membawa mereka pada suatu aula yang mirip dengan yang ada di dekat pintu masuk. Namun, kali ini terlihat lebih kecil dengan ratusan orang yang berada di dalamnya. Penampilan indah dan megah tempat ini tidak setara dengan ekspresi yang ditampilkan oleh para warga. Selangkah demi langkah dilakukan dengan perlahan melewati kerumunan orang dengan tatapan dan penampilan mata yang beragam. 

Mulai dari orang yang terlihat normal dengan seluruh bagian tubuhnya, hingga seorang dengan kaki dan tangan yang hilang entah mengapa alasannya. Sekalipun banyaknya situasi berbeda yang telah ia lihat, warna mata yang dapat ia saksikan hanyalah warna kuning atau ungu dan tidak ada yang seperti dirinya. 

Teriakan dan tangisan memenuhi seluruh suasana ruangan karena kejadian yang menimpa banyak warga. Bercampur dengan kesal, marah, dan juga tatapan tajam yang dilemparkan. Dengan pelan, Edzard menahan kerudung jubah yang ia pakai pada mata kirinya dan berusaha untuk menghindari tatap muka pada siapapun. Beberapa desakan serta langkah kaki yang dilewati, akhirnya mereka sampai pada suatu tempat kosong dekat dengan para kerumunan. 

(–) 

Kira – kira lima menit kemudian, muncullah suara hentakan kaki dari podium yang berada di depan dimana semua orang berada. Langkahan kaki yang yang semakin lama semakin jelas, menyadarkan para warga yang haus akan informasi serta menginginkan jawaban akan segala permasalahan ini. 

"raja Adelio!".

"berilah kami arahan akan masalah ini". 

"tolong selamatkan kami semua". 

Jeritan dan teriakan minta tolong telah dilontarkan kepadanya. Beberapa langkah selanjutnya, ia pun sampai di hadapan mereka semua. Dari jarak pandang mereka, berdirilah seorang berjubah merah tua dengan hiasan berwarna putih serta kuning yang menyinari seluruh bagiannya dengan mahkota emas berkilau yang ada di atas kepalanya. Tidak juga terhindar dari pancaran sinar bulan yang terjadi, adanya dua mata ungu pada dirinya. 

"janganlah takut wahai para warga kota Aeithein. Keadaan ini bukanlah akhir dari kita semua, prajurit – prajurit kerajaan ini akan terus berusaha untuk mempertahankan dan menyelamatkan semua orang dari marabahaya yang terjadi dan tempat ini telah dijaga serta ditahan oleh dinding yang tidak akan dihancurkan oleh makhluk makhluk buas diluar sana. Situasi ini mungkin berat, namun jika kita dapat percaya akan satu sama lain, maka segala sesuatu akan baik – baik saja. Pemberian sinar bulan beberapa waktu yang lalu mungkin menandakan sesuatu yang lebih besar bagi kita semua". 

Raja Adelio menghela napas untuk sesaat, lalu mulai melanjutkan. 

"bagi kalian semua yang telah berada disini, aku telah mempersiapkan makanan dan juga pengobatan yang dapat kalian terima". 

Sesaat setelah ia mengatakan hal itu, muncullah beberapa prajurit yang mulai membagikan makanan kepada seluruh warga yang ada. Beberapa orang luka para warga pun diobati dan berbagai hal lain yang dapat membantu dalam hal medis yang tergolong ringan. Kecemasan yang tertera pada muka warga kini mulai membaik berkat pidato singkat yang diberikan oleh raja Adelio. 

(–) 

"jadi, apa yang akan kita lakukan setelah ini?", tanya Edmund yang sedang menyantap roti di sisi ruangan aula. 

"aku juga belum yakin", jawab Edzard sambil memperhatikan orang – orang di sekitarnya. 

"sebenarnya aku tidak tau mau berbuat apa lagi karena tujuan utamaku sudah terpenuhi. Yaitu untuk bergabung dengan kalian" lanjut Edzard sembari memandang kearah Averie dan kedua orang tuanya yang sedang duduk pada sisi kanan dan kirinya. 

"memang benar tujuan pertama kita sudah selesai, tapi aku rasa raja Adelio sedikit menganggap hal ini terlalu mudah. Apalagi dengan monster seperti apa yang telah kita lihat di bawah bukit itu", balas Edmund terlihat cemas. 

Edzard terdiam sebentar, sambil mengingat apa yang telah ia saksikan sebelum ia naik ke bukit utara. 

"kita pasti aman berada di tempat ini kan?", tanya Averie yang dari tadi mendengarkan perkataan mereka berdua. 

Edzard memalingkan pandangannya ke arah Averie untuk sesaat dan tersenyum kecil. 

"ya, kita akan aman berada disini". 

"maaf, mungkin aku berpikir sedikit berlebihan", kata Edmund sambil menghela napas perlahan – lahan. 

"tidak apa – apa, aku mengerti perkataanmu. Raja Adelio pasti akan mencari solusi untuk menyelesaikan masalah ini". 

Sembari memperhatikan podium di mana ia berdiri, ia menyadari lirikan mata yang mengarah pada Edzard selama beberapa saat. Menyadari hal itu, Edzard hanya menarik jubah yang menutup mata kirinya lebih erat.

Dungeon Duolist vol 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang