Fire that burns all pt.2

6 2 0
                                    

Kumpulan asap yang tercipta oleh ruangan persegi panjang kini telah datang menuju lorong sel penjara. Kedatangannya serupa dengan apa yang dilakukan oleh Achazia sebelumnya. Bersamaan dengan hal itu, batu merah yang dipegang oleh Tilia kini bergabung menjadi asap tersebut. 

Diikuti dengan mereka bertiga yang juga ikut berubah ke dalam tebal serta gelapnya keadaan yang terjadi sekarang. Semenjak sebelum berubah, Edzard melihat Igfus yang berdiri di hadapan mereka. Nampaknya tidak mengejar mereka lebih jauh daripada lima meter dari posisi awalnya dan hanya memberikan senyuman yang licik. 

(–) 

Tiupan asap yang mereka naiki kini membawa mereka menuju belokan sebelah kiri dari sel yang ditempati oleh Edzard dan juga Achazia. Jalur yang telah ditempuh tetap mengikuti jalannya asap lainnya sehingga membuat seluruh ruang bawah tanah ini tertutupi olehnya. Ketiganya menutup dirinya di balik sebuah tembok. Dari apa yang dapat Tilia rasakan dari batu merahnya itu, nampaknya Igfus masih belum menemukan keberadaan mereka saat ini. 

"apa yang telah terjadi tadi?", Edzard merasakan tubuhnya yang kini telah berubah menjadi manusia lagi. 

"itu adalah salah satu kemampuan dari batu merah ini. Karena asap adalah hal yang dapat diciptakan oleh api, maka benda itu dapat kita manfaatkan untuk melarikan diri", Tilia menjelaskan. 

"tapi bukankah lebih baik jika kau membawa kita keluar dari tempat ini?", Achazia memandang tempat mereka saat ini yang lebih jauh dibandingkan sebelumnya. 

"aku sudah memikirkan hal itu, namun tampaknya Igfus telah menutup jalan keluar dari tempat ini dengan kekuatan apinya", jawabnya. 

"jika batu merah itu dapat mengubah orang menjadi asap seperti itu, berarti Igfus juga dapat melakukan hal yang sama mengingat ada banyak asap yang tersebar di seluruh tempat", Edzard memperhatikan keadaan sekeliling mereka. 

"pemikiran itu benar juga. Jika kekuatan yang ia miliki sama atau lebih kuat dibandingkan dengan batu yang kumiliki sekarang, berarti dia sudah dekat dengan posisi kita saat ini", Tilia mulai merasa khawatir. 

Tilia membalikkan badannya dan berjalan menuju tempat dimana tidak banyak asap yang ada. Pergerakannya diikuti oleh Edzard dan Achazia. 

"kita membutuhkan suatu rencana. Tapi aku ragu bahwa kumpulan asap ini dapat membawa suara kita menuju telinganya", Tilia mulai mengecilkan suaranya. 

Edzard berdiri di hadapan Tilia lalu beralih memandang Achazia. 

"Achazia, apa kau tidak keberatan?". 

"hah, mengapa aku selalu mengetahui apa yang kau pikirkan?", balasnya sambil menghela nafas. 

Sama seperti apa yang telah ia lakukan dengan rencana mereka berdua yang sebelumnya, Achazia membuka kedua sayapnya dengan lebar dan mengepakkannya dengan kuat sehingga seluruh asap yang ada di sekitar mereka dapat menjauh. 

"oh, baiklah. Tapi untuk tetap berjaga – jaga, sebaiknya kita tetap berbicara dengan nada yang lebih pelan", Tilia berjalan mendekati mereka berdua. 

(–) 

Ketiganya berdiri berdekatan dengan satu sama lain. Memastikan apa yang akan mereka katakan tidak akan terdengar olehnya. 

"mengapa tiba – tiba ia menyerang kita bertiga?", Tilia menghela nafasnya. 

"dari perkataannya tadi, nampaknya dia memiliki suatu pengalaman dengan batu merah ini", katanya kembali memandang batu itu dengan lebih jelas. 

"Tilia, aku ingin menanyakan suatu hal", kata Edzard. 

"ada apa itu?". 

"sebenarnya darimana kau mendapatkan batu merah itu?", tanyanya merasa tidak nyaman. 

"batu dengan kekuatan api seperti itu tidak dapat didapat oleh manusia biasa seperti dirimu", Achazia menambahkan. 

Mendengar itu, Tilia terdiam sebentar. Dirinya tidak ingin memberitahu Edzard dan juga Achazia berhubungan dengan Larry yang memberikan batu itu kepadanya. Jika mereka tahu, maka kepercayaannya kepada Larry akan rusak. 

"ehm, aku juga tidak yakin darimana aku menemukan batu ini pertama kalinya. Dari apa yang kuingat, nampaknya batu merah ini telah berada di dalam sebuah hutan lebat di mana pintu masuk menuju ruang bawah tanah ini berada", jawabnya memberikan penjelasan yang menurutnya dapat dipercayai. 

"berada di tanah dekat pintu masuk tempat ini ya?", Edzard mulai memikirkan jawaban Tilia. 

"iya, pastinya pemilik batu merah ini merupakan salah satu penjaga ruang bawah tanah ini sebelum Igfus mulai memiliki batu merah miliknya sendiri", Tilia menambah penjelasannya. 

Kecurigaan Edzard semakin lama – semakin menghilang. 

"baguslah kalau begitu, tapi aku masih ragu dengan kemampuan kita untuk mengahadapi Igfus. Dia merupakan pengguna elemen api yang sudah pastinya menguasai kekuatannya, tapi kita masih belum terlalu mengerti mengenai apa yang dimiliki oleh batu tersebut", Edzard mulai memikirkan suatu hal. 

"Achazia, bisakah kau beritahu apa yang kau ketahui mengenai Igfus sewaktu kau berada di tempat ini?", Edzard melirik kepalanya. 

Achazia melihat ke kiri dan kanan sambil memikirkan suatu hal. 

"tidak banyak yang dapat kukatakan kepadamu. Segala hal sudah ia katakan sewaktu di lorong itu. Kehancuran, panas api, dan juga penggunaan kekuatannya yang sangat besar", Achazia merasa kesal hanya mengingatnya. 

"penyalahgunaan kekuatannya yang besar. Tilia, apa itu rasanya memiliki kekuatan api dari batu merah?", tanya Edzard. 

Tilia memandang batunya itu. Segala hal yang dikatakan oleh Igfus berhubungan dengan batu merah itu dapat teringat kembali pada pikirannya. 

"kemauan batu inilah yang menjadikan penggunannya ingin melakukan kehancuran. Bahkan sejak pertama kali ingin memakainya, segala hal yang kudengar hanyalah kehancuran, derita, dan juga kemusnahan. Meskipun aku bukan pengguna batu ini secara asli, sikapnya yang ingin melakukan hal seperti itu hanya didasari oleh keinginan terdalam oleh batu itu", Tilia menjelaskan. 

"jadi maksud perkataanmu, tindakannya sewaktu tadi hanya disebabkan oleh hubungannya dengan batu merah?", tanya Achazia. 

"bisa saja", jawabnya. 

"tapi setelah mendengar perkataannya tadi mengenai pengguna batu ini di masa lalu, sepertinya ada keinginan terdalam pada dirinya. Batu itu hanya ia gunakan sebagai pijakan dalam mengabulkannya", lanjut kata Tilia. 

Keadaan tiba – tiba diam. Segala yang diucapkan Tilia semakin lama semakin terserap pada diri Edzard. 

"sepertinya aku telah memiliki sebuah rencana", Edzard tiba – tiba berkata. 

"apakah rencananya?", tanya Tilia. 

"setelah mendengar apa yang telah Igfus lakukan dengan batu merahnya selama ini, nampaknya salah satu cara paling mudah untuk mengalahkannya adalah dengan mengambil batu merah miliknya". 

"mengambilnya?", Achazia terdengar tidak yakin. 

"aku tau hal itu terdengar aneh dan sedikit egois, tapi kita tidak akan menyimpannya untuk diri kita sendiri. Tanpanya, kita pasti mampu untuk keluar dari tempat ini dan berusaha untuk menemukan tiga pengguna lainnya", Edzard melanjutkan perkataannya. 

"jika dipikirkan baik – baik, nampaknya rencana itu tidak terdengar terlalu buruk", ucap Tilia. 

"tapi aku ingin menambahkan suatu hal", katanya mengubah volume bicaranya. 

"aku tidak ingin kau maju pada barisan depan tanpa adanya suatu perlindungan. Tugasku menuju tempat ini adalah menyelamatkanmu dari pengguna api ini. Jika kau berada dalam bahaya sekali lagi, maka segala hal yang kulakukan akan menjadi sia – sia", Tilia sedikit merasa cemas. 

"jangan khawatir, kita semua akan berhati - hati melakukannya", katanya meyakinkan.

Dungeon Duolist vol 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang