Same goal, different view pt.2

3 1 0
                                    

Dari jarak di mana Maxwell dan Larry berbicara, tidak ada satupun yang dapat mendengar mereka. Percakapan yang tertukar antar keduanya hanya tersimpan dalam diri mereka masing – masing. 

"hah, baiklah...", setelah dua menit berbicara dengan Larry, akhirnya suatu hal telah disetujui oleh Maxwell. 

Setelah mengatakan hal itu, ia berbalik menuju lapangan yang mengarah pada Aeithein. Sambil berbalik pada semuanya yang ada di situ, Maxwell menghadap kepada Edmund. 

"jangan khawatir, aku akan menyusul nanti", katanya. 

Walau ingin bertanya mengenai apa yang telah terjadi, Edmund tidak ingin menghambat apa yang ingin ia lakukan. 

"baik", kata Edmund pelan meski tidak terdengar olehnya. 

Dengan begitu, Maxwell bergegas berlari menjauh dari hadapan mereka. Langkahnya yang semakin lama semakin cepat membuat penampilan dirinya ikut menghilang di tengah malam yang gelap. 

(–) 

"ayo kita melanjutkan perjalanan kita", Larry mempersiapkan semuanya untuk berjalan dengan arahan Tilia. 

Mendengar hal itu, semuanya langsung mengikuti laju jalan Tilia tepat di belakangnya. Dari bagian tengah, Larry membalikkan badannya untuk melihat Edmund yang berjalan dengan gaya yang sedikit lesu. Ia melambatkan langkahnya hingga berada di depannya. 

"jangan khawatir, apa yang Maxwell lakukan saat ini pasti akan membantu pertarungan kita dengan semua kelompok magis yang ada", katanya memandang pada jalan di depan. 

(–) 

"apa yang kau lihat di atas sana?", tanya Tilia dari bawah sebuah pohon. 

 Dengan kedua sayapnya, Achazia terbang ke atas sebuah pohon dengan tinggi sekitar tiga puluh meter dari tempat mereka sebelumnya. Pada puncak pohon itu, Achazia setengah berdiri dan menekukkan cakar kakinya dengan kedua sayapnya yang masih terbuka. Apa yang dapat ia lihat dari atas situ adalah pemandangan kota Aeithein yang gelap dan hancur, serta area perhutanan yang hancur dan terbakar. 

"beberapa hutan hijau yang nampak pada bagian kanan dan juga aliran air pada bagian kiri. Namun selain itu, sepertinya hanya bagian kota Aeithein yang terlihat di atas sini", Achazia melaporkan. 

"tempat yang biasa ya?", Tilia menghadap pada lapangan luas di mana mereka berada di tengah – tengahnya. Ia menutup matanya dan menenangkan diri serta pikirannya. 

"Averie, kalau tidak salah, Larry mengatakan bahwa kekuatan elemenmu adalah tanah ya?", Tilia membuka matanya dan menghadap Averie. 

"iya", jawabnya singkat. 

"tolong mendekat kepadaku sebentar ya", Tilia berjalan dua langkah ke arahnya. 

Melihat tindakannya itu, Averie berjalan mendekat dengan perlahan. Tilia mengulurkan kedua tangannya di hadapannya. Secara spontan seperti apa yang telah diajarkan oleh Larry, Averie juga menaruh kedua tangannya di atasnya. Kedua mata mereka tertutup di tengah lapangan kosong yang penuh dengan angin kencang. 

"ini mungkin akan terasa sedikit menyakitkan", Tilia memperingatkan. 

Sebuah percikan api mulai nampak pada telapak tangan Tilia. Karena batu merah yang ada padanya saat ini, ukuran dari api itu lebih besar dibandingkan dengan apa yang dapat dilakukan oleh Larry. 

"a-apa yang-", Edzard tersentak melihat hal itu. 

Namun setelah melangkahkan kakinya sebanyak dua langkah, Larry mengulurkan tangannya. 

"tenanglah, Tilia tahu dengan apa yang ia lakukan". 

"Averie, aku ingin kau untuk mengarahkan kekuatanmu pada telapak tanganmu", Tilia berkata dengan pelan. 

Dungeon Duolist vol 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang