Path to rescue pt.3

21 5 0
                                    

Langkah kaki yang semakin lama – semakin berat menandakan dekatnya mereka menuju puncak bukit utara. Rerumputan hijau mulai menjalar di depan jalur yang mengarah pada ketinggian 180 meter di atas permukaan laut. Tempat ini merupakan salah satu taman rekreasi dan sekaligus menjadi tempat untuk melihat matahari terbit, tenggelam, maupun gerhana bulan. Keadaan yang awalnya terlihat bersih dan rapi, sekarang menjadi area tandus yang tidak pantas dilihat oleh siapapun. 

Ketika mereka mendekati puncak bukit itu, Edzard dan Edmund menapakan kakinya ke tengah taman selagi memeriksa keadaan sekitar. Kepingan besi dan tombak yang mereka bawa tetap ada bersama dan menemani mereka pada genggaman tangan. Walaupun angin malam bertiup, tidak adanya daun yang menari – nari untuk menemani dinginnya waktu itu. 

"hah...", Edzard menghembuskan napasnya sembari mengambil dedaunan kering yang berhamburan pada telapak kakinya. 

"tempat ini tidak seperti yang pernah aku ingat...", kata Edmund selagi memandang batang pohon yang terpotong bersih dari ranting serta daun – daun yang dulunya ada. 

"ya, itu mungkin hanya tindakan monster – monster yang menyerang tempat ini terlebih dahulu", sahut Edzard dengan melepaskan daun kering yang ia ambil. 

Firasat Edmund masih belum yakin dengan pernyataan Edzard. lantaran apa yang mereka saksikan saat ini tidak menandakan adanya keberadaan monster dimanapun. 

(–) 

Langkah demi langkah ia ambil dengan tujuan untuk melihat hasil potongan itu dengan lebih jelas. Edmund menjulurkan tangan kirinya pada potongan kayu itu dan merabanya dengan hati – hati. Rasa halus dan ketepatan yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil tersebut bukanlah sesuatu yang dapat dicapai oleh sembarang monster. Dengan jumlah dedaunan kering yang berhamburan di sekitar taman dan penampilan yang kotor serta tidak terorganisir, membuat tempat ini rawan akan bahaya monster yang dapat menyerang kapan saja.

(–) 

Mereka kembali berjalan ke sekeliling untuk memeriksa keadaan, namun karena tebalnya dedaunan yang ada di sekitarnya, Edmund tidak menyadari bahwa ia telah menginjak suatu tali yang terhubung menuju tembok batu yang sudah hancur sekitar empat meter di sebelah kirinya. Suara pelatuk dan tali yang bergerak kencang di sekelilingnya, dapat menyadarkannya akan keadaan sekitar. Ia pun langsung memotong tali yang melilit pergelangan kakinya serta menghindari lemparan batu yang melaju di depannya dengan cepat. 

Edzard yang mendengar dan menyadari kegaduhan yang terjadi di belakangnya, langsung menghampiri Edmund yang sedang berlindung di belakang bebatangan pohon tidak jauh dari tempat ia berada. Daun – daun kering berhamburan, perangkap – perangkap berhenti bekerja, dan debu menyelimuti pemandangan mereka selama sesaat. Suasana hening yang sekilas terjadi, tiba - tiba terpecah oleh suara suatu langkah kaki yang berjalan mendekati arah mereka. 

Di balik pekatnya debu tersebut, muncullah dua orang dengan jubah coklat tua yang berada di depan mereka. Edmund yang masih tercengang akan kejadian tadi, hanya dapat diam dan pelan – pelan berusaha bangun. Tanpa dapat berbuat banyak, Edzard dan Edmund pun mulai menyadari salah seorang berjubah coklat lagi yang berjalan di belakang kepala mereka. Pikirannya pun beralih menuju kepingan besi yang ia bawa sebelum menuju puncak bukit ini. 

Tangannya yang berniat meraih kepingan besi itu hanya terhalang oleh salah satu dari mereka yang maju mendekatinya. Yang ada di depannya, terlihat sesosok gadis kecil dengan tinggi kira – kira 160 cm. Perlahan, gadis itu mulai membuka jubah yang menutupi penampilannya untuk melihat Edzard dengan lebih baik. 

Angin terasa berhembus lebih kencang membuat dedaunan kering ikut berterbangan kesana kemari di sekitar mereka. Sama juga dengan ekspresi wajah Edzard yang terkejut akan keberadaan adik perempuannya yang berada di depannya dengan mata ungunya yang ikut bersinar terang mencerminkan sinar bulan. 

Dungeon Duolist vol 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang