Cahaya bulan telah bergerak hingga di atas kepala mereka yang menandakan bahwa hari telah menunjukkan waktu tengah malam. Di ujung jalanan hutan yang telah berakhir pada dekat gerbang utama Nocterum, Maxwell berhenti di tempat itu dan melihat ke arah depan.
"hmm", gumamnya memperhatikan beberapa penjaga yang berdiri tegap di sisi kiri dan kanan gerbang tersebut.
"bagaimana keadaan di sana?", tanya Edmund sambil berbisik di belakangnya.
"mungkin kita bisa menggunakan cara yang sebelumnya kita laku-", katanya terpotong. Maxwell berbalik menghadap Larry.
"sewaktu kita datang ke Nocterum beberapa hari yang lalu, benda apa yang kau gunakan untuk memasukkan kita ke sini?", tanyanya.
"sewaktu kita masuk ke dalam Nocterum ya?", katanya berpikir sebentar.
Larry meraih ke dalam kantongnya dan mengambil sebuah batu merah kecil.
"beberapa hari yang lalu, aku mengatakan kepada penjaga di gerbang itu bahwa kita adalah pedagang batu seperti ini", jawabnya mengarahkannya lebih dekat kepada Maxwell.
"batu merah? Sepertinya batu itu tidak terlihat seperti yang sebelumnya", komentar Edmund sambil mengamatinya.
Larry terdiam sebentar.
"ah ya, setelah beberapa hari berada di kota ini, kecerahan yang dipancarkan olehnya tidak akan terlihat seindah yang sebelumnya", katanya menjelaskan.
"batu seperti apa itu? Aku belum pernah mendengarnya", Edmund masih tidak yakin dengan penjelasannya.
"sudahlah, biar aku saja yang berjalan di depan kalian", katanya mengantongi batu itu kembali dan berjalan duluan.
"jika dari perkataannya beberapa hari yang lalu memang berhubungan dengan perdagangan, maka seharusnya kita tidak perlu ragu dengan apa yang akan penjaga itu katakan", Maxwell mengajak keduanya berjalan di belakang Larry.
Sama seperti apa yang mereka lakukan sewaktu datang ke tempat ini untuk pertama kalinya, Larry lah yang mendekati kedua penjaga tersebut.
"maaf, tapi warga Nocterum tidak boleh keluar pada waktu seperti saat ini", kata seorang penjaga itu.
Dari apa yang dikenakan oleh mereka sekarang, tidak adanya kecurigaan bahwa yang datang adalah orang diluar Nocterum. Namun sewaktu kepala penjaga itu memandang kedua mata yang menyambut mereka.
"t-tunggu dulu, kau bukan warga Nocterum!", jawabnya terkejut.
Mendengar perkataan itu, penjaga di sebelahnya pun ikut waspada dengan sekumpulan orang yang muncul di situ.
"tenanglah, kami telah meminta ijin untuk datang ke kota ini beberapa hari yang lalu untuk berdagang", jawab Larry.
"aku tidak ingat pernah mengucapkan hal seperti itu kepada orang seperti kalian!", katanya masih bersikap waspada.
Setelah diamati kembali, barulah Larry ingat akan pakaian yang dikenakan oleh mereka sejak datang ke tempat penginapan pada hari pertama menuju tempat ini.
"mengapa kau diam saja? Katakan identitasmu!", perintah penjaga itu mulai tidak sabar.
"orang – orang di Nocterum bertindak lebih agresif dibandingkan dengan hari – hari sebelumnya", gumam Larry sedikit kesal.
"baiklah, ini buktinya", katanya mengeluarkan batu yang ada di kantongnya itu.
Namun karena batu tersebut bukanlah benda aslinya, ia harus memiliki cara lain agar batu itu terlihat mirip dengan apa yang ditunjukkan kepada mereka pada hari itu. Selagi memegang batu itu pada genggamannya, sepercik sinar api ia berikan padanya. Meski akan terasa panas jika berdekatan dengan orang lain, warna merah yang dipancarkan olehnya akan nampak seolah benda itu memang bersinar.
"batu merah sewaktu itu!", penjaga yang melihatnya mengingat benda tersebut.
"kitalah pedagang batu merah yang datang ke kota ini beberapa hari yang lalu", Larry kembali mengingatkan mereka.
"oh iya, aku ingat sekarang. Baiklah, kalian dipersilahkan untuk pergi", kata mereka tidak lagi merasa curiga dengan keempatnya.
"belakangan ini ada banyak warga Aeithein yang keluar", komentar seorang penjaga ketiga yang baru saja melihat apa yang terjadi.
"iya, kalau tidak salah, seorang gadis dengan jubah yang menutupi sebagian badannya juga keluar tiga hari yang lalu", kata seorang penjaga yang kedua.
Semenjak melewati ketiga penjaga itu, Maxwell membalikkan kepalanya setengah. Hanya dengan mendengar hal itu, ia tahu bahwa gadis yang dibicarakan oleh mereka adalah Tilia.
(–)
Malam masih terus berlangsung seperti apa yang mereka lihat di atas. Udara yang dingin kembali meniupkan hawanya kepada mereka berempat. Meski telah keluar dari Nocterum melalui jalan perhutanan, area pepohonan kembali menyambut mereka.
"bagaimana menurutmu, apakah padang rumput masih merupakan jalan teraman yang dapat kita lalui?", Maxwell berhenti di belakang sebuah pohon yang besar.
Larry yang mengamati jalurnya yang ada di depan, berbalik menghadapnya.
"aku masih belum yakin. Jika dilihat baik – baik, tampaknya keadaan di padang rumput itu telah dipenuhi oleh berbagai monster", jawabnya mengamati dari balik pohon yang besar.
"bagaimana kalau begini saja?", Maxwell mulai memutuskan suatu hal.
"karena lapangan rumput yang ada dihadapan kita tidak dapat dilalui, bagaimana kalau kita bergantian dengan ideku sewaktu hari pertama?", tanyanya kepada Larry sekaligus Edmund serta Averie yang mendengarkan usulannya dari belakang.
"hmm..., boleh saja. Walau dari itu, aku masih tidak yakin kalau tempat itu memang benar – benar aman", balasnya masih memikirkan hal tersebut.
"kita tidak memiliki banyak pilihan lain, lagipula semakin cepat kita sampai pada Aeithein, semakin baik", katanya sambil membalikkan kepalanya untuk melihat beberapa monster yang seperti berjalan lebih dekat ke arah mereka.
"baiklah, pimpin jalannya", balas Larry melihat belakangnya yang mulai didekati oleh monster.
(–)
Keempatnya melanjutkan perjalanan mereka ke dalam sebuah hutan yang mereka telah masuki. Berbagai pohon yang tinggi serta lebat menutupi sebuah jalanan dari tanah yang hanya cukup dilalui oleh dua orang dari kiri ke kanan. Ditambah dengan itu, suara aliran air serta tetesan butir air yang jatuh dari ujung dedaunan yang ada di atas mereka yang dapat membuat sensasi yang menyegarkan.
"mengapa kau begitu ingin mengambil jalan ini?", Edmund berjalan di sebelah Maxwell dengan posisi yang sama dengan sebelumnya.
"alasan yang paling utama pastinya karena berbagai monster yang ada di tempat itu".
"benarkah begitu? Rasanya kalian berdua terlihat seperti berdebat", Edmund merasa sedikit bingung.
"hahaha, apakah benar begitu? Yah, sebagai ketua perencana pasukan di Aeithein dan tugas Larry sebagai pengumpul intel dan informasi, mencari jalan atau rute yang paling baik untuk perjalanan kita memanglah sangat penting. Maka dari itu, kita tidak pernah tersesat dalam mengambil jalan yang paling optimal", Maxwell menjelaskan.
"oh begitu ya? Lalu bagaimana dengan alasan kedua?", tanya Edmund.
"alasan kedua pastinya lebih terdengar masuk akal dibandingkan dengan alasan perdebatan kita".
Maxwell menunjuk kepada sebuah aliran air kecil yang menjulur dari sisi kanannya yang berada sepuluh meter dari posisi ia berdiri.
"sewaktu kita pertama kali pergi mengunjungi Nocterum, aku pernah mengatakan bahwa ini merupakan jalur tercepat yang dapat kita lalui. Alirannya yang kecil namun panjang terus mengalir dari tempat kita berdiri saat itu, hingga pada sungai yang ada di Nocterum. Maka dari itu, hanya ada dua jalan yang pastinya digunakan oleh Tilia untuk menemukan tempat persembunyian salah satu kelompok magis itu. Menurut apa yang kita saksikan barusan, Tilia tidak mungkin mengambil jalan padang rumput itu dikarenakan banyaknya jumlah monster yang ada", kata Maxwell menjelaskan.
"jadi, apa menurutmu kita akan bertemu dengan Tilia di jalur ini?", tanya Edmund.
"aku juga masih belum yakin, namun jika hal yang telah kukatakan itu benar, maka kemungkinan kita akan bertemu dengan Tilia dan Edzard tidak lama lagi".
KAMU SEDANG MEMBACA
Dungeon Duolist vol 1
FantasySinar bulan muncul di tengah malam hari yang sunyi di kota Aeithein. Dari kejadian itu, banyak orang yang tertarik akan keindahannya. Namun di balik fenomena mengagumkan itu, dari dalamnya menyimpan suatu kutukan yang melanda seluruh kota. Bagi mere...