Keadaan di sekitar lorong kerajaan sangat sepi. Tidak adanya suara maupun kegaduhan yang terdengar seperti di dalam aula itu tadi. Keheningan ini memberikan rasa sunyi dan damai, namun juga perasaan misterius yang menjulur di sekitarnya. Setelah situasi telah dirasa aman, dan Edzard telah memakai jubahnya kembali, mereka pun mulai bergerak dengan hati – hati.
"jadi, apa yang ingin kau tanyakan?", tanya Edmund menghadap Edzard.
"sebenarnya aku tidak memiliki hal yang ingin kubicarakan pada tempat ini..", Edzard mengatakan hal itu dengan pelan.
"b-benarkah? Kukira kau ingin membicarakan sesuatu yang penting", serunya dengan kecewa.
"tidak juga... Saat kau mengatakan bahwa aula tadi telah dijaga oleh sejumlah prajurit, aku tiba - tiba merasa ingin keluar dan melihat kerajaan ini lebih dalam. Namun secara sekilas, tidak ada yang cukup menarik".
"....".
"berhubungan dengan apa yang kita cemaskan tadi, aku merasa hal itu tidaklah penting kita pikirkan. Aku pun tidak tau bagaimana kita dapat berbuat apa - apa".
"hahh... jadi sekarang kau hanya ingin mengajakku untuk berjalan menyusuri lorong ini?".
"begitula-".
Tidak sempat menyelesaikan perkataannya, pandangannya tiba - tiba tertuju pada seorang yang tampak dari ujung lorong panjang itu. Tanpa dapat berkata apa – apa, tiba – tiba Edzard berseru kepadanya,
"kita harus pergi!".
Dari jauh, terlihat empat orang prajurit yang berjalan menuju ke arah mereka dengan cepat. Tanpa membuang banyak waktu, keduanya mengendap – endap melewati, ruang aula, dapur, kamar mandi, ruang tidur raja, dan akhirnya sampai di ruang tahta sang raja.
(–)
"hah, hah, hah. Apa kita sudah aman?", tanya Edmund dengan nafas yang terengah - engah.
"aku tidak yakin, tapi sepertinya kita sedikit tersesat", Edzard terus membalikkan kepalanya ke kiri dan kanan untuk menemukan jalur yang aman, namun dari segala arah, semuanya tampak sama saja.
"Edzard dan Edmund, atas perintah dari raja Adelio kalian diwajibkan untuk ikut denganku!".
(–)
Berdiri melihat ujung tombak besi yang mengarah tepat di wajahnya, Edzard tidak tahu ingin melakukan apa. Dengan keringat yang mengalir dari wajahnya, tampaknya dirinya dan Edmund telah terbelakangi pada sebuah tembok.
"bawalah mereka!", kata prajurit berbaju zirah terhadap dua prajurit lain yang baru saja datang menghampirinya.
Hanya berdiri di antara mereka pada bagian kiri dan kanan, prajurit yang menahan mereka tadilah yang mengawal jalan.
(–)
Seketika berhenti setelah berjalan selama beberapa menit, tampak sebuah lorong di mana suatu pintu berdiri di ujungnya. Dengan penampilan dan hawa yang amat berbeda dari apa yang keduanya amati hingga saat ini, area itu seolah memberikan perasaan yang sunyi dan misterius. Melangkah maju pada jalur lurus yang cukup kecil, pencahayaan yang diberikan pun tidak dapat menerangi sepanjang jalan itu. Melewati lorong dengan panjang sekitar lima belas meter, hanya dua buah obor api yang menerangi sebuah pintu raksasa dari kedua sisinya.
"knock, knock", prajurit yang terdepan mengetuk pelan pintu sebanyak dua kali. Perlahan mundur ke belakang, kedua buah pintu yang berdiri setinggi tiga meter itu pun perlahan terbuka oleh dua buah prajurit lain yang sudah menunggu kehadiran mereka.
(–)
Berhadapan dengan ruang tahta raja untuk pertama kalinya, diri mereka disambut oleh sebuah karpet merah yang terbaring dengan panjang dari posisi mereka berdiri hingga kursi raja itu sendiri. Mulai melangkah pada karpet itu, dipandangnya tiga jendela kaca yang menghiasi masing - masing dari kedua sisi ruangan. Pada beberapa titik yang sama antar kedua sisi itu, juga berdiri sejumlah lilin tinggi yang berkumpul menjadi deretan yang menyinari beberapa titik.
"raja, aku telah membawa dua orang yang telah kau perintahkan", kata prajurit itu menghadap raja Adelio sambil berlutut di depannya.
Dengan kedua prajurit yang mengawal Edzard dan Edmund dari belakang, keduanya pun mendorong mereka untuk berlutut bersama.
"baiklah, kalian dipersilahkan untuk pergi", kata raja Adelio pada ketiga prajurit tadi.
Segera bangun, mereka pun membalikkan badannya hingga pintu tertutup di belakang membuat suasana menjadi sunyi kembali.
(–)
Perlahan bangun dari tempat duduknya, sang raja pun mengalihkan pandangannya ke arah mereka. Dengan rasa gugup dan khawatir, Edzard memundurkan tubuhnya sedikit.
"janganlah khawatir, aku memiliki tujuan memanggil kalian berdua".
Menenangkan diri sedikit, ia pun membalikkan badannya pada Edmund yang merasakan hal yang sama.
"banyak hal yang terjadi dalam beberapa waktu yang begitu singkat ini. Dari kehancuran yang terus terjadi di luar sana, aku telah menyadari beberapa hal terhadap semua orang di Aeithein", raja Adelio melangkah maju mendekati Edzard yang berdiri lebih depan dari Edmund.
"dapatkah kau menunjukkannya?", ia memandang Edzard dengan jubah coklat yang selama ini ia pakai.
Sambil menggenggam kerudung jubahnya dengan erat, dengan pelan ia menunjukkannya. Menunjukkan warna mata ungu yang selama ini tertutup oleh banyak orang, kedua mata ungu raja Adelio pun terbuka dengan lebar.
"dua warna mata yang berbeda....".
Meski sudah menduga akan hal tersebut, raut wajahnya masih menampilkan kekaguman yang jelas.
"ehm...", raja Adelio membalikkan badannya.
"tidak biasa aku melakukan hal ini, tapi bersediakah kau untuk membantu menyelesaikan permasalahan ini?", lanjutnya kini membalikkan badan menghadap pada mereka berdua.
Edzard memikirkan perkataan yang barusan diucapkan oleh raja Adelio sejenak, pikirannya merasa siap, namun hatinya masih ragu akan apa yang akan terjadi. Semua yang telah ia bicarakan dengan Edmund telah sampai pada momen ini yang tidak akan didapatkan kembali. Kepastian yang masih diragukan dirinya memang berasal dari sikap dan tindakan raja Adelio saat di aula, namun untuk mempertahankan apa yang telah ia selamatkan merupakan tujuan utamanya dari awal. Tanpa berpikir terlalu panjang lagi, Edzard pun ajakan dari raja Adelio.
"ya aku mau, aku dan Edmund bersedia membantu".
"baguslah kalau begitu. Tapi tempat ini bukan merupakan tempat yang cocok untuk membicarakan hal seperti ini. Ikutilah aku untuk menuju ke ruang pertemuan bawah tanah", kata raja Adelio yang mulai berjalan meninggalkan ruang tahtanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dungeon Duolist vol 1
FantasySinar bulan muncul di tengah malam hari yang sunyi di kota Aeithein. Dari kejadian itu, banyak orang yang tertarik akan keindahannya. Namun di balik fenomena mengagumkan itu, dari dalamnya menyimpan suatu kutukan yang melanda seluruh kota. Bagi mere...