Spread like wildfires pt.5

7 1 0
                                    

Hari baru saja berubah menjadi sore. Cahaya matahari kini menyinarkan sebuah warna oranye pada celah di mana ia bisa masuk. Namun berbeda dengan ruangan yang ditempati oleh keduanya, kegelapan terus menutupi seluruh pandangan mereka. Pada tempat tidur, Igfus terlentang dengan pandangan kosong pada langit – langit ruangannya. Bayangan cahaya dari obor api terlihat bergerak dengan gerakan yang cepat. 

"hah..", Igfus menghela napasnya masih merasa kecewa dengan hal yang terjadi pagi itu. 

Tubuhnya digerakkan menjadi posisi ke samping dengan matanya yang lama – kelamaan ia tutup. 

"kau melupakan benda ini", Ardfer berjalan masuk dengan batu merah pada genggamannya. 

Perlahan ia letakan pada meja kayu di sebelah wajahnya. Melihat hal itu, Igfus sedikit membuka matanya meski tidak nampak tertarik dengan tawaran tersebut. 

"tenangkanlah dirimu terlebih dahulu, kita bisa coba lagi besok", Ardfer berjalan keluar. 

Masih merasa lelah, Igfus memerhatikan batu itu dengan kesal. Cahayanya yang masih bersinar terlihat seperti membujuknya untuk melakukan suatu hal. Tangannya ia kepalkan dengan keras. Walaupun tubuhnya kini berbalik pada arah yang berbeda darinya, suara panggilan itu terus menerus menghantuinya. 

"k-a-u i-n-g-i-n k-e-k-u-a-t-a-n y-a ?", batu itu berbicara kepadanya lagi. 

Namun kali ini, suatu hal terpikirkan olehnya. 

(–) 

Beberapa waktu telah berlalu semenjak Igfus berada di dalam ruangannya itu. Tidak disangka olehnya, matahari telah hilang dari langit dan malam telah datang. Melalui jalanan hutan yang dipenuhi oleh tiupan angin yang dingin, Igfus berjalan dengan batu merahnya sebagai penghangat tubuhnya. 

Kumpulan pohon terjajar di hadapannya, pemandangan yang sama sewaktu pagi tadi kembali mengingatkannya dengan segala hal yang tidak dapat ia lakukan. Melewati dedaunan yang berjatuhan, Igfus berdiri pada tengah – tengah lapangan itu. Pancaran cahaya bulan menyinarinya dengan warna biru tua. Rasanya serupa dengan apa yang terjadi pada hari terakhir ia berada di Nocterum. 

"huh....", ia menghembuskan nafas yang menimbulkan asap dingin. 

Igfus mengeluarkan batu merah miliknya dan menutup matanya. Tangannya sedikit bergetar, namun pikirannya ingin fokus pada waktu ini. Hanya suara tiupan angin dan jangkrik lah yang dapat ia dengar. 

(–) 

Kegelapan kembali menjumpainya sama seperti tadi pagi. Berada di dalam penglihatan itu, Igfus berdiri tegap dengan ekspresi yang serius. Mata ungunya nampak bersinar meski di tengah tempat itu. 

"a-p-i, k-e-h-a-n-c-u-r-a-n !", suara misterius kembali berkata kepadanya. 

Bersamaan dengan itu, ledakan yang serupa dengan sebelumnya juga ikut muncul. 

"k-a-u, i-n-g-i-n m-e-r-a-s-a-k-a-n-n-y-a y-a ?", suara itu mengulurkan tangan merah dari bekas ledakannya itu. 

Igfus berjalan sebanyak dua langkah ke belakang, dirinya masih tidak yakin dengan apa yang akan ia alami, namun ia juga tidak ingin menolak kekuatan yang terpendam dari dalam batu itu. 

"b-baiklah", jawabnya menerima uluran tangan tersebut. 

Serupa dengan apa yang ia kira, genggaman tangan itu panas. Hal itu dirasakan seperti besi yang baru saja dibakar hingga warnanya berubah menjadi merah. Tangan kanannya bergetar karena rasa sakit darinya. Tapi sebelum Igfus menyadarinya, semua hal itu telah berakhir. 

(–) 

Sekedar membuka matanya, Igfus melihat dirinya yang diam berdiri pada tanah di mana dedaunan yang ada di belakangnya telah terbang pada bawah kakinya. 

"huh..", ia menghembuskan nafasnya kembali sambil mengeluarkan asap yang lebih dingin. 

Pada tangannya ia memegang batunya itu dan melihat pada daun di bawahnya. Matanya fokus melihat teksturnya yang berwarna hijau tua dengan kondisi yang kedinginan. Mengandaikan sebuah kehangatan yang dapat membebaskan daun itu dari malam yang dingin, Igfus memikirkan sebuah percikan api kecil yang pergi menuju dedaunan itu. Tanpa ia sadari, hal itu pun terjadi. Daun yang ada di ujung kakinya kini terbakar hanya dengan api kecil yang ia ciptakan. 

"h-hal itu berhasil", katanya merasa senang. 

Tidak lama setelah terpapar oleh api, daun itu pun hangus hingga menjadi abu bekas bakaran yang terbawa oleh angin. Sambil melihat ke sekeliling, Igfus menyadari sekumpulan semak hijau yang berdiri sendiri pada kumpulan pohon yang berjarak lima meter dari satu sama lain. 

Dengan batu miliknya yang ia genggam dengan lebih erat, Igfus memikirkan sebuah bola api yang ada pada tangannya. Ketika ia mendapatkan apa yang ia pikirkan, terlemparlah bola itu pada sasaran yang ada di depan pandangannya. 

"k-kekuatan api benar – benar kumiliki...", Igfus memandang kedua tangannya di mana batu merah itu berada di antaranya. 

"eh!, hah!, hah!", serunya mengeluarkan berbagai serangan api yang ia sasarkan pada segala tanaman dan juga pohon di sekitarnya. 

Malam yang tadinya dingin kini berubah menjadi hangat dikarenakan segala api dan asap hitam yang tercipta pada satu area tersebut. Warna kuning dan merah tak lama langsung mengubah kondisi malam yang nampak biru. Lapangan tanah yang dikelilingi oleh pohon yang jaraknya lima puluh meter kini telah hangus dengan sisa pohon yang masih berdiri mengubah jaraknya sejauh delapan puluh meter. 

"m-mengapa ini terasa sangat enak?", Igfus menggumam pada pikirannya. 

Apa yang ia lihat hanyalah pemandangan kehancuran yang terjadi di depan matanya. Sama seperti apa yang ia lihat pada waktu terakhirnya di Nocterum. 

"tapi apa yang kurasakan sekarang, sangatlah berbeda dari waktu pagi", gumamnya kembali mulai mempertanyakan segala hal yang telah ia perbuat. 

"apa ini hal yang benar – benar kuinginkan? Ataukah ini hanya sekedar tindakan yang kulakukan karena-", pemikirannya tiba – tiba terpotong. 

Saat Igfus berdiri dengan ekspresi datar melihat apa yang telah ia hasilkan. Seseorang telah berdiri di belakangnya. 

"jadi kau telah mempelajari mengenai elemen api?", Ardfer berdiri sembari memandangi hasil karyanya. 

"A-Ardfer", Igfus membalikkan badannya dengan rasa terkejut. Berbalik menghadap ke arahnya, Ardfer melihat batu merah yang ia genggam selama ini. 

"a-aku tidak bernia-", Igfus seolah tidak dapat mengatakan hal apapun. 

Yang dapat ia lakukan hanya berdiri diam menunggu respon yang akan diberikan olehnya. 

"sekarang sudah malam. Sebaiknya kita kembali", katanya. 

Tanpa mengatakan apapun mengenai hal yang telah ia lakukan, Ardfer hanya mengatakan hal itu dengan raut wajahnya yang nampak khawatir. 

"Ardfer, bagaimana dengan-", Igfus tidak menduga akan mendapatkan tanggapan seperti itu. 

Ardfer memandangnya dengan muka yang datar. Tidak senang maupun marah. 

"aku sudah menyadari kepergianmu sejak awal. Walau aku tidak menyadari apa yang akan kau lakukan sendirian di tempat ini. Sudah seharusnya aku terus mengawasimu", katanya berbalik dari bekas bakaran itu dan kembali pada Igfus. 

"kita kembali saja untuk hari ini. Akan lebih baik jika kita dapat memulai hari pada waktu pagi", lanjutnya sambil memandang bulan yang ada tepat di atas kepala mereka. 

Keduanya berjalan melewati jalur yang selalu mereka ambil untuk datang ke tempat ini. Tiupan angin malam yang dingin kembali muncul dengan dorongannya yang jauh lebih kuat dibandingkan dengan waktu yang sebelumnya. Saat Igfus melihat ke belakangnya, segala api dan asap yang ada, telah hilang dalam sekejap. 

Dungeon Duolist vol 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang