Alfred membuka matanya untuk memulai hari – harinya yang sama seperti hari sebelumnya. Membangunkan dan membersihkan dirinya. Menyantap sarapan seorang diri dan menghabiskan waktunya entah berjalan melalui jalur yang sama untuk menuju pada taman yang selalu ia kunjungi, atau sembari berjalan tanpa arah tujuan manapun.
"16 September, hari berlangsung seperti biasanya. Tidak ada hal yang berbeda dari kemarin".
"17 September, tidak berbeda dari yang sebelumnya, aku------".
"18 September, tampaknya lebih banyak orang yang terlihat senang dengan keseharian mereka------".
"19 September, hari yang sama lagi tapi beberapa anak di taman banyak yang terluka jadi ak-".
"20 September hari yan-".
Alfred diam memegang pensilnya dengan erat dan tangan yang gemetaran. Setelah lima hari menulis catatan yang sama mengenai kesehariannya, kali ini ia tidak kuat lagi.
"mengapa!? Mengapa hari – hariku terasa kosong?!", ia menatap lembaran kertas yang semakin pendek seiring waktu terus berjalan.
Setetes air mata mulai membasahi lembaran kertas di mana tanggal 20 baru saja selesai ia tulis.
"aku memang manusia yang tidak berguna...! Menggunakan waktuku tanpa berbuat apa – apa dan hanya mengkhawatirkan segala hal yang tidak akan kulakukan..!", Alfred menutup matanya sambil memegang sisi kepalanya dengan kedua tangan.
"aku tidak ingin membuang waktu lagi", lanjutnya menutup buku itu dan langsung menunggu hari selanjutnya agar cepat datang.
(–)
"hah, hah, hah", Alfred berlari menuju sebuah rumah dengan penampilan gelap yang berada tidak jauh dari di mana ia tinggal.
Sesampainya di sana, ia memperhatikan pintu depan yang terbuat dari kayu.
"knok, knok, knok!", Alfred mengetuk pintu itu dengan cukup keras.
"permisi, apa Norine ada di sini?!", katanya sambil berteriak memanggilnya.
Satu menit berlalu tanpa adanya suara yang terdengar dari dalam. Namun sesaat sebelum Alfred ingin mengetuk untuk kedua kalinya, suara langkah kaki terdengar mendekati balik pintu tersebut.
"siapakah itu?", seorang wanita yang pernah ia temui telah membuka sebuah celah kecil untuk mata dan wajahnya agar terlihat.
"apa Norine ada di sini?!", Alfred menatap wajah wanita itu dengan khawatir.
"ah, kau anak yang menggendong Norine sewaktu hari itu ya?", wanita itu mengingatnya.
"aku ingin mengucapkan terima kasih telah membantunya, tapi juga meminta maaf karena Norine tidak dapat bertemu dengan siapapun terlebih dahulu", katanya memandang Alfred yang disinari oleh cahaya matahari siang yang terik.
"m-mengapa?!", Alfred merasa semakin cemas dan bingung.
"hahh..", wanita itu menghela nafasnya.
"beberapa hari ini Norine merasa sakit dan merasakan panas pada badannya. Banyak dokter yang telah mengunjunginya namun belum ditemukannya cara untuk mengobatinya. Untuk hari – hari ini, sebaiknya biarkan dia beristirahat saja", wanita itu perlahan menutup pintu itu.
"tunggu!", Alfred mencoba menahan gagang pintu yang hampir tertutup.
"aku ingin mencoba untuk membantunya!", katanya dengan serius.
"apa kau yakin? Sudah banyak orang yang berusaha memeriksa keadaannya namun tidak ada satupun yang dapat memberikan jawaban yang pasti", wanita itu tidak mempercayai perkataannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dungeon Duolist vol 1
FantasySinar bulan muncul di tengah malam hari yang sunyi di kota Aeithein. Dari kejadian itu, banyak orang yang tertarik akan keindahannya. Namun di balik fenomena mengagumkan itu, dari dalamnya menyimpan suatu kutukan yang melanda seluruh kota. Bagi mere...