Saat membuka matanya, Igfus merasa bahwa hari selanjutnya telah datang. Terasa bingung dengan waktu karena segala kegelapan yang ada, ia berniat untuk bangun setelah melihat Ardfer yang sudah tidak ada.
"apa ini masih terlalu pagi?", gumamnya melihat keluar ruangan di mana tidak banyak orang yang mempersiapkan dirinya.
Sambil mengusap kedua matanya, perlahan ia berjalan pada lantai atas di mana berbagai buah – buahan bergantung pada satu tanaman besar itu. Melihat tidak banyaknya orang yang berkumpul pada tempat itu, Igfus mengambil kesempatannya untuk memakan buah – buahan tanpa merasa diawasi. Ia duduk pada sebuah batang kayu yang sama sewaktu ia mendapat batu merahnya.
"rasanya aneh duduk di tempat ini", gumamnya memegang batu merahnya pada tangan kiri dan buah jeruk pada tangan kanannya.
Satu butir buah ia masukan pada mulutnya. Bersamaan dengan itu, dilihatnya berbagai serangan kecil yang sedang bermain pada batang kayu yang berseberangan dengannya. Mengingat ia pernah bermain bersama dengan serangga tersebut, Igfus menaruh jeruknya pada meja kayu yang ada di depannya. Tangan kanannya yang bebas kini ia ulurkan ke arah mereka. Melihat wajahnya yang dikenali olehnya, serangga itu bergerak perlahan demi perlahan. Namun sebelum salah satu dari mereka dapat bersentuhan dengan kulit jari telunjuknya, semuanya berhenti.
"eh?".
Meski tidak menunjukkan emosi apapun, semua serangga yang datang kepadanya kini menghindarinya dengan cepat. Tanpa suatu tanda apapun, seakan ia adalah orang yang berbeda.
"m-mengapa?", tanyanya karena terkejut dengan tanggapan serangga itu.
Igfus berdiri sambil mencoba untuk mengulurkan tangannya lagi. Namun sama seperti usahanya yang pertama, seakan segala makhluk hidup telah pergi menghindarinya.
"apa karena segala hal yang ku lak-", kata – katanya terpotong dengan kemunculan seorang di belakangnya.
Tanpa berbalik, Igfus sudah tahu siapakah dia.
"maaf aku terlambat", Ardfer sehabis kembali dari luar.
Wajahnya sedikit berkeringat namun raut wajahnya masih terlihat segar. Seiring berjalannya waktu, keduanya melihat tangga bawah yang mulai dikerumuni oleh banyak orang.
"Igfus, ayo kita pergi", ajaknya secara langsung.
(–)
Pintu depan terbuka dengan cepat sesaat sebelum orang – orang yang ada di tangga itu menyadarinya. Tidak ada sisa sedikitpun dan hanya serangga kecillah yang menyadari kehadiran mereka. Sambil berjalan menyusuri lorong bunga dan rerumputan yang memisahkan tempat itu dengan alam, Igfus diam pada tengah – tengah jalan.
"Ardfer, mengapa semuanya seperti menghindar dari keberadaan kita?", tanyanya melihat ke tanah di bawahnya.
Awalnya ia berhenti dan membalikkan kepalanya ke belakang, namun lama – kelamaan ia kembali berjalan.
"ada sesuatu yang ingin kutunjukkan berhubungan dengan pertanyaanmu itu", jawabnya setelah sepuluh meter di depannya.
(–)
Tak lama berjalan pada tengah – tengah hutan, Ardfer berdiri pada sisi aliran sungai.
"jadi kau sudah mengerti cara mengendalikan kekuatan elemen api ya?", Ardfer mulai berbicara. Igfus merasa sedikit ragu dengan pertanyaannya.
Ia melirik ke sekelilingnya sambil berpikir.
"i-iya", jawabnya masih tidak yakin. Ardfer menghela napasnya.
"baiklah kalau begitu", katanya mengambil sebuah daun kering.
"aku ingin kau untuk menghindari segala serangan yang akan kulemparkan. Kau tidak boleh menyerang balik dan gunakan area sekitarmu untuk berlindung", Ardfer tiba – tiba melemparkan daun itu.
(–)
"a-apa?!", Igfus tidak menduga perkataan itu.
"apa kau siap?", Ardfer mengangkat tangannya setinggi dada.
"tunggu!", serunya masih belum siap.
Namun tidak mendengar perkataannya, Ardfer langsung melemparkan sebuah bola api tepat di sampingnya.
"sudah kubilang, hindari seranganku menggunakan apa yang ada di sekelilingmu", katanya memperjelas.
Tidak ada pilihan lain, Igfus menatap Ardfer dengan tajam. Dengan perlahan ia mengamati segala gerakan serta tindakan yang akan ia lakukan. Sesaat Ardfer bergerak, sebuah bebatuan api berterbangan ke arahnya dengan jumlah yang banyak seperti hujan. Melihat hal itu, Igfus berlari pada deretan pohon yang berjajar dengan jarak yang pendek antar satu sama lain. Dari sebelah kanannya, dapat ia lihat segala pohon sedang yang melindungi dirinya kini terbakar habis hingga tidak ada yang tersisa.
"apa yang dia rencanakan?", gumam Igfus setelah hujan batu panas itu berhenti.
Ia berhenti di depan sebuah kolam kecil dengan keringat yang berjatuhan dari dagunya. Karena jumlah pohon yang terbakar, muncul banyak asap yang menutupi pandangannya.
"jangan lengah", suatu suara muncul di depannya.
Namun setelah melihat ke kiri dan kanan, tidak ada yang nampak.
"Ardfer tidak ada di mana pu-!", kata – katanya terpotong.
Tanpa ia sadari, sebuah tangan berapi muncul dari balik asap yang tebal itu.
"muncul dari dalam asap?!", Igfus melangkahkan kakinya ke belakang.
Tubuhnya terjatuh ke tanah dan ujung tangannya masuk ke dalam kolam.
"egh!", Igfus melemparkan percikan air pada Ardfer yang telah muncul sepenuhnya.
Tapi bukannya padam karena air yang diberikan, asap putih muncul hingga menutupi pandangan antar mereka berdua. Igfus yang melihat kesempatan itu langsung berlari menjauh darinya.
"apa dia sudah gila?! Apa tujuan semua ini?!", Igfus berlari dengan kencang di mana pohon maupun air tidak ada di mana pun.
Yang dapat ia lihat hanyalah pemandangan langit kosong yang berwarna biru. Dengan keringat yang membasahi wajahnya, Igfus berusaha mengusapnya dengan tiupan angin yang ada.
"sial, di sini tidak ada pohon atau benda yang dapat menghalangi serangan Ardfer!", gumamnya melihat keadaan sekitar.
Di tengah kebingungannya, Igfus melihat sebuah daun kering yang terbang dibawa oleh angin. Hal itu terlihat indah, namun tidak lama kemudian, ia sadar bahwa ada sesuatu dengannya. Igfus langsung melompat ke belakang sekejap sebelum melihat daun itu yang terbakar. Awalnya ia tidak khawatir dengan ukurannya yang relatif kecil, namun seiring angin bertiup lebih kencang, juga dengan api yang semakin bertambah besar sehingga ia tak dapat menghindarinya.
"apa ini akhirnya?", Igfus melihat seakan api yang besar itu nampak tepat di depan matanya.
Saking paniknya, Igfus hanya ingin menutup matanya. Namun tidak disangka olehnya, semua hal itu telah berakhir. Apa yang ia lihat hanya penampilan langit biru yang jelas. Igfus terjatuh pada tanah rumput dan di depannya nampak Ardfer yang berdiri menghadapnya.
"apa yang kau lakukan barusan?!", Igfus terlihat kesal dengan apa yang terjadi.
"aku hanya ingin menjawab pertanyaanmu mengapa banyak anggota Vergicis yang tidak menyukai elemen api", jawabnya berjongkok hingga setinggi dengannya.
"jawaban?", Igfus tidak mengerti dengan perkataannya.
"iya, jawaban. Apa kau sadar dengan halangan dan pertahanan yang kau gunakan untuk menghindari seranganku?", Ardfer melihat pada kehancuran yang ada di belakang.
"pertahanan yang kugunakan?", Igfus mulai menyadari sesuatu.
"apa maksudmu...".
"iya, itu benar", Ardfer berjalan mendekati Igfus.
"mereka takut dengan kita. Karena api memiliki kemampuan untuk menghancurkan segalanya. Bahkan air yang dapat memadamkan api juga bisa dihilangkan dengan jumlah api yang besar", Ardfer mengatakan hal itu dengan senyuman kecil di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dungeon Duolist vol 1
FantasySinar bulan muncul di tengah malam hari yang sunyi di kota Aeithein. Dari kejadian itu, banyak orang yang tertarik akan keindahannya. Namun di balik fenomena mengagumkan itu, dari dalamnya menyimpan suatu kutukan yang melanda seluruh kota. Bagi mere...