"baiklah, akan kucoba", Tilia menggenggam kertas itu dengan erat, menggerakkan matanya ke kiri dan ke kanan dengan pandangan yang serius.
Keheningan terjadi selama beberapa saat, lalu pada saat itu juga, ia mulai berkata secara perlahan - lahan.
"keempat elemen utama di dunia ini mengalir dalam diri kita. kekuatan api, kelenturan air, ketahanan bumi, serta keringanan angin hidup dalam diri kita semua. Dengan kekuatan dari alam ini, kita benar – benar bisa membawa dunia ini menuju kedamaian. Emosi dan pengkhianatan manusia yang kejam tidak akan membuat kita kehilangan harapan untuk membawa mimpi sempurna yang telah kita nantikan. Tidak peduli apa yang terjadi, kami akan berhasil", Tilia berhenti, menghela nafasnya sedikit dengan pandangan khawatir kepada mereka berlima.
"apa yang telah kalian lakukan?".
(–)
Semuanya terdiam. Memikirkan kembali dengan apa yang telah mereka dengar. Keheningan kembali datang di sekeliling mereka diikuti dengan kecemasan di wajah mereka satu persatu.
"kita memiliki sesuatu hal dengan seluruh keadaan yang terjadi di Aeithein", Maxwell menggaruk dagunya.
Tilia bersandar di kursinya.
"semua hal ini ada hubungannya dengan dua jenis warna mata kita ini?".
"itu benar, segala hal mengenai makna warna mata kita sudah dibicarakan bersama dengan raja Adelio beberapa hari yang lalu", Larry melirik ke arahnya.
"setelah semua yang terjadi, kita dapat pastikan bahwa orang dengan warna mata ungu tidak dapat bertarung secara fisik atau memegang senjata dalam jenis apapun, dan hanya orang dengan warna mata kuning yang dapat melakukannya. Walaupun begitu-", Larry diam sejenak.
"teks itu ditunjukan untuk semua orang dengan warna mata ungu", lanjutnya.
"bagaimana kau dapat yakin dengan hal itu?", Tilia menaikkan salah satu alisnya.
"tangkap ini", sebelahnya.
Saling berhadapan untuk sesaat, Maxwell pun melemparkan sebuah belati kecil ke arahnya. Dengan cepat Tilia menangkap belati itu dengan salah satu tangannya. Melainkan dapat menggenggamnya, tangannya seolah tidak mampu mempertahankan genggaman erat dari tangannya selama lebih dari lima detik. Seolah seluruh tubuhnya tidak mengenali benda apa yang terdapat di sekitar tangannya. Belati itu terjatuh ke lantai hampir secepat waktu yang dibutuhkannya untuk melempar dan menangkapnya.
(–)
"keempat elemen utama di dunia...", Edzard merenungkan kembali apa yang telah dia dengar.
"api, air, tanah, dan juga angin", katanya sambil memandang tangan kirinya yang terhubung dengan mata ungunya.
Walau dengan penjelasan yang cukup sederhana mengenai elemen apa yang dapat terjadi oleh orang dengan warna mata ungu, dirinya tidak dapat berhenti berpikir dengan apa yang telah ia lakukan di bukit utara pada hari – hari sebelumnya. Sebagai saksi mata kedua, Edmund pun terlihat bingung dengan apa yang telah terjadi kepada monster serigala itu.
"apa kalian dapat mengambil sesuatu dari teks itu?", Larry melihat Edzard dan juga Edmund yang sedang memikirkan sesuatu.
"ah, tidak, kita hanya sedang mengambil apa yang telah dikatakan oleh Tilia", balas Edmund.
(–)
"api, air, angin, dan tanah", Larry mulai mengatakan sesuatu lagi.
"cukup menarik, mungkin besok kita dapat mencoba sesuatu dengan kemampuan kalian berdua", Larry memandang ke arah Averie dan juga Edzard.
"tunggu dulu", kata Maxwell singkat.
"bagaimana dengan bagian kedua dari teks itu. Mengenai rencana serta pengkhianatan yang tertulis di sana?", lanjutnya cemas.
"apa mungkin itu berhubungan dengan ikutnya kaum magis pada perang yang lalu?", jawab Edmund.
"hal itu bisa juga, terutama karena mereka lah yang paling berdampak dari peristiwa itu", kata Larry.
Tilia menghela napas, dan berdiri dari kursinya.
"hari sudah malam, apa perlu ku antar kalian ke tempat penginapan kalian?", katanya memandang pintu depan yang sudah gelap.
Maxwell bangkit berdiri melihat Tilia dengan gugup.
"soal itu, apa kita boleh meminta satu permintaan lagi?".
Tilia menepuk keningnya dengan perasaan sedikit kesal.
"dasar kau Maxwell.... Aku tau hal ini akan terjadi".
Kelimanya hanya duduk diam dengan perasaan malu karena belum mengatakan hal itu lebih awal.
"maaf, aku harusnya bertanya hal itu terlebih dahulu", Maxwell menggaruk belakang kepalanya.
"bisa dibilang tempat penginapan publik di Nocterum sudah tidak aman lagi karena keributan yang kita lakukan", kata Maxwell menambahkan.
"baiklah tidak apa – apa, sudah kubilang aku sudah menduga hal ini akan terjadi. Lagipula siapa orang yang datang ke tempat terpencil seperti ini pada jam enam sore. Untungnya aku membawa beberapa matras yang dapat kalian gunakan. Namun untuk kalian bertiga...", Tilia menunjuk ke arah Edzard, Edmund, dan Averie.
"bagaimana kalau kalian bertiga menggunakan kamarku di situ?", ia menunjukan jarinya ke arah sebuah pintu yang terdapat di ujung rumah kecil ini.
"tapi bagaimana denganmu?", Edmund melirik ke arahnya.
"jangan khawatir, jika hanya untuk semalam aku dapat beristirahat pada kursi – kursi yang ada di tempat ini", katanya memberikan senyuman.
"terima kasih", balas mereka bertiga dengan membalas senyuman itu dan berjalan perlahan ke dalam ruangan itu.
(–)
"aku tidak tau kau bisa begitu lembut dengan mereka", kata Maxwel sambil mempersiapkan tempat tidurnya.
"itu bukan apa – apa. Mungkin bisa dibilang aku merasa senang dapat melihat warga Aeithein yang bahagia dan selamat di tengah kejadin mengerikan ini", balas Tilia ikut mempersiapkan tempat tidurnya.
"mereka sungguh hebat dalam perjalanan dari Aeithein menuju Nocterum", kata Larry sambil melihat pintu kamar yang terdapat di ujung, tertutup dengan perlahan.
"aku percaya dengan kalian, namun", nada bicara Tilia mulai berubah menjadi lebih serius.
"dari teks yang baru saja kubacakan, aku rasa kita harus berhati – hati jikalau ada seseorang atau sesuatu yang datang ke tempat ini, kita harus siap. Aku mungkin tidak terlibat dalam misi kalian ini, namun hanya dengan membaca tulisan itu, pasti ada harga yang harus dibayar", lanjutnya meraih kertas bahasa latin yang baru saja ia terjemahkan.
Maxwell dan Larry menganggukan kepalanya dan bersiap untuk berjaga – jaga dan mengawasi sekitarnya pada malam hari ini.
(–)
Perlahan Edzard menutup pintu di belakangnya. Suara decitan dan gesekan terdengar pada seluruh kamar. Walau tidak sebersih apa yang mereka lihat di ruang depan, kamar ini tetap terlihat bersih dengan satu ranjang besar yang berada di tengah – tengah ruangan, dua buah laci yang berada di sisi kiri dan kanan, satu buah lampu yang tergantung di tengah - tengah kamar dan tembok kayu kokoh tanpa jendela satu pun di sekitarnya.
"walau Tilia tinggal sendirian, kamar ini terlihat cukup besar", komentar Edmund berjalan dari ujung kiri ke ujung kanan.
"sepertinya mereka masih berbicara di luar sana", kata Averie mendekatkan telinganya pada tubuh pintu.
"sudahlah, lupakan saja. Aku sudah lelah", kata Edmund menguap.
"tidak kusangka kita dapat menahan kelelahan kita sejak keluar dari gua itu", kata Edzard.
"iya tapi sekarang aku tidak dapat menahannya lebih lama lagi", tambah Averie mulai berjalan ke arah ranjang besar itu.
Ketiganya pun bersama – sama membaringkan badanya di ranjang itu dengan Edmund di sebelah kiri, Averie di tengah, dan Edzard di sebelah kanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dungeon Duolist vol 1
FantasySinar bulan muncul di tengah malam hari yang sunyi di kota Aeithein. Dari kejadian itu, banyak orang yang tertarik akan keindahannya. Namun di balik fenomena mengagumkan itu, dari dalamnya menyimpan suatu kutukan yang melanda seluruh kota. Bagi mere...