"ah iya, ibu pergi mengurusi sebuah urusan seperti hari kemarin", Alfred masih belum terbiasa dengan dirinya yang berada sendirian di dalam rumah.
Sambil berjalan menuju ruang makan, dirinya sudah tidak merasa sesedih hari sebelumnya.
"ada apa ini?", tanyanya mengambil tempat duduk yang sama.
Dengan piring yang telah ia taruh di hadapannya, ia mengambil sepotong daging dan sayuran hijau yang tersaji di sampingnya.
"hmm, tidak kusangka aku akan bangun dengan rasa segar secepat ini", gumamnya sambil mengambil gigitan pertama.
"rasanya lebih gurih dan segar", Alfred terus merasakan segala hal yang tidak ia sangka akan terjadi.
"ada apa sebenarnya ini?", menenangkan rasa terkejutnya sesaat, ia memandang ke depan pintu rumahnya.
(–)
Setelah menyelesaikan waktu sarapannya yang tidak lama, Alfred berjalan ke depan sambil membuka pintu itu. Dengan sekejap ia langsung disinari oleh cahaya terik matahari yang telah merambat ketika ia masih berada di dalam. Dengan tangan kirinya yang menutupi kedua matanya karena silau, perlahan Alfred berjalan pada jalanan depan.
"sudah banyak orang yang keluar dari rumah mereka", gumamnya melihat ke sekeliling sambil berjalan dengan santai.
Tak jauh dari jalan yang ia lalui, terdapat sebuah lapangan rerumputan kecil di mana berbagai anak berumur sebelas hingga enam belas tahun sering berkumpul untuk bermain atau hanya sekedar berbicara bersama. Masih tidak memiliki rencana untuk hari ini, Alfred duduk ada sebuah kursi kayu yang berada di bawah pohon besar yang melindungi dirinya dari sinar matahari.
"hey, ayo oper bolanya ke sini!".
"ayo kita berlomba siapa yang bisa berlari paling cepat!".
"musik pertengahan sepertinya sangat serius!".
"apa itu benar?".
"iya!".
Terdengar berbagai perbincangan dan suara riang semua yang berada pada taman itu. Walau dengan segala hal yang dilihatnya, Alfred memilih untuk duduk diam dan memperhatikan segala hal itu pada tempat yang duduk paling terpencil.
"hah, hah, hah, a-ku, sudah t-tidak kua-t l-lagi.....", seorang anak laki dengan umur berkisar dua belas tahun nampak mengarahkan segala tenaganya untuk mengejar seorang anak laki – laki dengan umur di atas dirinya yang dapat berlari lebih cepat.
Alfred memandang anak itu dengan sekilas sebelum melihatnya terjatuh pada tanah berdebu yang kotor.
"apa kau baik – baik saja?", Alfred berjalan menghampiri anak itu yang memegangi dengkulnya yang terbaret.
"t-tidak", jawabnya hampir menangis.
Mencoba menenangkan anak itu, Alfred berjalan membawanya pada sebuah kolam kecil yang berada tak jauh dengan lokasi kejadian itu. Sambil mengulurkan kaki kanannya, anak itu menutup matanya karena tidak ingin melihat apa yang akan terjadi.
"hahh...", Alfred menghela napasnya selagi membasuh kakinya dari bagian paha hingga mengalir pada ujung kaki.
Segala air itu berjalan dengan halus hingga membersihkan debu dan berbagai batuan kecil yang hinggap padanya.
"bertahanlah sebentar", Alfred kini beralih membasahi lukanya yang terus mengalirkan darah.
Mengira proses itu akan terasa sakit, anak itu sangatlah terkejut ketika tidak ada suatu hal pun yang dirasakan olehnya.
"darahnya sudah menghilang tapi sepertinya kau harus mengobati goresan ini", katanya.
"goresan?", anak itu tiba – tiba menatapnya dengan wajah yang bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dungeon Duolist vol 1
FantasySinar bulan muncul di tengah malam hari yang sunyi di kota Aeithein. Dari kejadian itu, banyak orang yang tertarik akan keindahannya. Namun di balik fenomena mengagumkan itu, dari dalamnya menyimpan suatu kutukan yang melanda seluruh kota. Bagi mere...