Bab 1

3.5K 194 2
                                    

April, 2035

"Dek kamu jadikan pulang ke rumah? Jangan sampai gak jadi lagi dek, Mas bener-bener ada yang pengen diomongin" ucap Gibran, kakak Daisy lewat ponsel.

"Iya, Mas. Ini aku udah di kereta" Jawab Daisy, dirinya memang sudah di kereta menuju rumah kakaknya yang ada di Cikarang. Daisy memang tinggal terpisah dengan Mamanya dan Kakaknya karena memilih ngekost di dekat kampusnya. Sebagai aktivis kampus Daisy sangat report harus bolak balik Cikarang dan Jakarta karena dia sering menghabiskan waktu di kampus sampai malam.

Sebenarnya Daisy bisa menebak alasan kakaknya menyuruhnya pulang. Kakaknya itu sudah menjadi tulang punggung keluarga sejak Papanya masuk penjara. Bahkan biaya kuliah dan kostan Daisy juga kakaknya yang nanggung.  

Tetapi semenjak 6 bulan lalu, sejak Kakaknya memperkenalkan seorang wanita, Daisy merasa Kakaknya berubah, Dia menjadi sedikit pelit. Hal ini bukan hanya dirinya yang merasakan tetapi Mamanya juga.

"Mas mu gak kasih uang lebih hari ini dek, padahal hari ini jadwal Mama besuk Papa di penjara. Jadi gak bisa masakin makanan enak buat Papa" ucap Mamanya suatu hari kepadanya. Ingin Daisy curhat kalau Kakaknya mengurangi jatah bulanannya juga. Daisy bahkan tidak bisa jajan di kampus karena uang yang dikasih kakaknya hanya cukup untuk makan sekali doang sehari. Tetapi Daisy tidak bisa mengatakannya, karena Daisy paham betul sebesar apa perjuangan Kakaknya dalam keluarga.

Hal itulah yang membuat Daisy curiga alasan Kakaknya menyuruhnya pulang. Pasti ini ada hubungannya dengan perubahan sikap Kakaknya kepada Dia dan Mamanya.

Begitu sampai di rumah Daisy langsung disambut Mamanya yang sudah menunggu di teras depan rumah. Ada raut sedih dan khawatir di wajah Mamanya, hati Daisy jadi semakin gelisah. 

Begitu sampai di ruang tamu sudah ada Kakak dan Pacar kakaknya, Adisti namanya. 

"Eh ada Kak Adisti juga" Ucap Daisy mencoba bersikap ramah, dia salami perempuan itu sebagai tanda hormat. Seperti biasa wanita itu membalas dengan sikap enggan dan angkuh yang terlihat pekat di wajahnya.

"Duduk dek. Mas mau ngomong" ucap Gibran terlihat gugup. Daisy menurut dan segera duduk.

"Ada apa ya, Mas?" 

"Dek gimana kuliah kamu? kapan kira-kira kamu lulusnya?" Tanya Gibran hati-hati.

"Loh, kan aku kasih transkip nilai ku setiap semester ke kamu, Mas. Sekarang aku di akhir semester 6. Semester depan baru mau buat skripsi"

"Gak bisa kamu percepat nulis skripsinya?"

"Bisa sih aku mulai nyari judul dari sekarang, tapi baru bisa di ajuin semester depan Mas. SKS ku belum cukup untuk ngajuin skripsi"

"Berarti kalau selesai tepat waktu kamu harus kuliah setahun lagi ya sampai semester 8?"

"Iya, Mas benar. Aku bakal usahain tepat waktu. Aku juga gak mau terlalu lama ngerepotin kamu" Ucap Daisy meyakinkan Gibran. 

Mendengarnya Gibran mengerjabkan mata, dengan ragu menoleh ke arah Adisti. Ditatap begitu Adisti mengeraskan wajah dan membuang muka ke samping enggan melihat Gibran. Melihat gelagat mereka hati Daisy menjadi gundah. Dia tahu, apapun yang akan dikatakan Gibran pasti merupakan hal buruk untuknya.

"Gimana kalau kamu cuti dulu satu tahun dek? Mas gak sanggup bayar UKT* semester berikutnya. Mas juga gak bakalan sanggup untuk bayar kostan kamu." Meski sudah mempersiapkan hati, Daisy tetap sakit mendengarnya.

"Tapi kenapa, Mas? Kan kamu yang nyuruh aku untuk kuliah, kamu lupa? Kamu yang memaksaku dulu" ucap gadis mungil tersebut dengan suara parau.

"Adisti hamil dek, aku butuh biaya untuk nikah dan untuk calon bayi kami nanti" ucap Gibran dengan nada menyesal. Mendengarnya Daisy menjadi marah. Sebenarnya dia sudah bisa menebak sejauh apa hubungan Gibran dengan pacarnya. Tetapi Daisy tidak menyangka Kakaknya begitu ceroboh. 

Devil Inside HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang