Bab 17

1.2K 115 5
                                    

Ada Yang Nunggu Nggak Sih? Nggak Semangat nulisnya yang like dikit

Disclaimer : Setiap Detail Kejadian dan Karakteristik tokoh merupakan fiksi dan khayalan saya sebagai penulis.

*****

Daisy bangun dari tidurnya ketika merasakan rasa tersengat di pergelangan tangannya yang di infus. Dia menoleh kearah tangan yang di infus tersebut, terdapat dua orang perawat yang baru saja selesai menyuntik sebuah cairan ke tabung kecil yang ada dibawah botol infusnya.

"Maaf ya jadi mengganggu tidurnya" Kata salah satu perawat yang tersenyum ramah. Daisy hanya mengangguk singkat. 

Dia menatap sekeliling, hanya ada Mamanya yang sedang tertidur di sofa di sudut kamar. Ketika dua orang perawat tersebut baru pamit padanya untuk keluar ruangan, pintu ruang rawat inapnya terbuka pelan. Muncul sosok Hadyan dibaliknya. Pria itu memakai kaos oblong bewarna putih dan celana chinos pendek bewarna cream. Untuk sesaat Daisy melihat Hadyan sangat menarik dengan berpenampilan santai seperti itu.

Daisy bisa melihat kedua perawat wanita tersebut tersipu sambil menyapa Hadyan dan hanya di balas singkat oleh pria itu.

"Gimana keadaan kamu? Badannya masih sakit?" Tanya pria itu saat kedua perawat sudah keluar dari ruangan. Pria itu menarik kursi kemudian duduk di samping Daisy.

"Udah nggak sakit lagi, cuma nyeri dikit di bagian kaki" Kata Daisy pelan sambil menunjuk bagian kakinya yang sakit.

Hadyan menarik kursi untuk mendekat ke arah kaki yang di tunjuk Daisy, dia membuka selimut yang menutupinya pelan. Tampak memar kebiruan yang memanjang di samping betis. Hadyan meringis pedih melihatnya. Dengan pelan dia belai memar itu dengan jempol tangannya.

"Sakit?" Tanyanya sedih. Daisy mengangguk pelan.

Hadyan kemudian mencium memar itu membuat Daisy seketika meremang. "Masih sakit?" Tanya Hadyan lagi.

"Masih, Mas ngapain sih? Malu kalau Mama nanti lihat" Bisik Daisy sambil melihat ke arah Mamanya yang masih tertidur. Hadyan terkekeh pelan, dia lalu menarik lagi kursinya mendekat kearah wajah Daisy.

"Mama nggak akan komen apapun" Kata Hadyan sambil tersenyum manis.

"Dari dulu Mama juga nggak pernah komen apapun sama kelakuan Mas" Cibir Daisy pelan.

Hadyan mengkerutkan kening bingung mendengarnya.

"Mama pernah mergokin Mas nyium bibir aku. Mas lupa?" Tanya Daisy berbisik pelan padanya.

Hadyan langsung teringat dengan masa lalu mereka. Dia menerawang jauh kebelakang. Mama angkatnya itu memang tidak mengatakan apapun, menegurnya pun tidak. Tapi perempuan itu langsung mengadu kepada suaminya. Membuat pria paruh baya itu terpaksa mengusirnya dari rumah untuk tinggal sendiri di apartment yang disewa Papa angkatnya tersebut.

Hadyan lalu menatap Daisy dalam, ternyata selama ini Daisy tidak mengetahui perbuatan Mamanya. Yah, Hadyan juga tidak pernah koar-koar kemana-mana sih. Dia diam saja saat Papa Daisy melarangnya mendekati putrinya lagi.

Meski pada akhirnya Hadyan melanggar. Dia sering menjemput Daisy diam-diam untuk di bawa ke apartmentnya. Memikirkan itu, membuatnya meringis malu. Dulu ternyata perbuatannya sangat tidak tahu malu. Pantas saja Mama Daisy bersikap dingin padanya dulu. 

"Jadi kapan kamu bisa keluar dari rumah sakit? Mas baru jenguk kamu malam ini. Mas belum dengar kabar apapun tentang kondisi kamu sejak tiga hari lalu" Tanya Hadyan sambil mengelus pipi Daisy. Wanita itu menjawab mungkin lusa dia sudah keluar dari rumah sakit. 

Hadyan memang di sibukkan dengan pekerjaannnya sekaligus rencana untuk menepis rumor keterlibatan istana mengenai kejadian naas saat demo.

Dia juga di sibukkan dengan menjadi saksi atas kejadian yang menimpa Daisy dan Enji. Sebab dia adalah orang yang berada di tengah kejadian saat itu. Sebenarnya posisinya sebagai saksi sangat rentan sekali. Jika dia berbohong, bisa jadi para mahasiswa akan mencurigainya sebagai orang yang bekerjasama dengan oknum yang mencelakai teman mereka.

Devil Inside HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang