Bab 53

476 38 9
                                    

I'm Back!!!

Ada yang nunggu?

Maaf Lama :(

Warning 21++

****

Awan kelabu menyelimuti langit yang tadinya berwarna cerah membiru, menumpahkan rintik air yang semakin deras setiap detiknya. 

Di atas awan, kilat petir pun tampak menghiasi cakrawala. Bersamaan dengan itu, guntur mulai ikut bersuara, menggelegar keras, menyemarakkan kebisingan dan keruwetan di tengah kota.

Hujan, ketika datang saat diharapkan menjadi pembawa berkah. Namun tidak sedikit orang yang mengutuk kedatangannya. Ada yang merasa hujan sebagai pembawa bencana, ada pula yang merasa hujan beserta petir yang dibawanya menjadi penyulut trauma.

Hadyan pernah tidak menyukai hujan. Setiap  rintik yang dia dengar sering membuatnya sakit kepala, teringat akan masa lalunya. 

Masa lalu tentang Ibu yang sudah samar dia ingat. Entah seperti apa rupanya, Hadyan pun sudah lupa. Namun rasa sakit saat tinggal bersama wanita itu masih terpatri jelas di ingatannya.

Dulu, Ibunya sering mengutuk hujan. Karena hujan, Ibunya menjadi kesulitan mencari nafkah. Warung tempat Ibunya berjualan sering sepi pembeli di kala hujan. Jika sudah begitu, ketika pulang wanita itu selalu melampiaskan kekesalannya kepada dirinya. Kalau hanya kata-kata sumpah serapah Hadyan masih bisa menerimanya, namun seringkali Ayah tirinya ikut turut memarahinya. Sebab bila uang yang didapat Ibunya sedikit, pria itu akan sebal berujung murka pada mereka. Pria itu tentu menganiaya Ibunya terlebih dahulu sebelum beralih memukulnya secara membabi buta.

Tubuh kecilnya yang ringkih dulunya banyak menerima pukulan dan tamparan dari pria itu. Terkadang pria itu memakai ikat pinggang, melibas kaki dan punggungnya seperti memecut kuda. Sang Ibu tidak pernah membelanya atau menghentikan perbuatan suaminya, wanita itu justru mengabaikan, dan membiarkan Hadyan mengerang kesakitan di tengah tangisannya.

Ah, betapa Hadyan sangat membenci hujan. 

Untuk waktu yang lama sebelum bertemu Daisy, dia tidak bisa menikmati kehadiran hujan.

Namun, setelah bertemu wanita itu. Eksistensi hujan membawa ketenangan baru baginya. Momen saat bersama Daisy kecil di waktu hujan selalu menjadi favoritnya.

Istri yang dulu masih kecil sering berceloteh riang di kala hujan datang. Tak jarang Hadyan diam-diam mengikuti permintaan wanita itu untuk bermain hujan.

Lalu sekarang, eksistensi hujan berubah menjadi sesuatu yang kerap dinantikan nya. Bisa berada di atas istrinya di waktu hujan menjadi hal yang paling membuatnya bergairah.

Rintik hujan di luar sana bisa menjadi simfoni indah yang selalu sukses memecut libidonya. Tubuhnya seperti tidak pernah kehabisan tenaga, terus menggoyangkan pinggulnya, menggoda istrinya yang sudah lemas di bawah sana.

"Mas . . ." Desah Daisy parau. "Buruan, aku capek"

"Sedikit lagi." Suara Hadyan terdengar berat. Mulutnya kembali mengecap payudara Daisy, mengulumnya kasar, menggoda putingnya dengan lidahnya.

Daisy semakin melengkungkan tubuhnya, merasa lemas sekaligus nikmat karena siksaan penuh nafsu yang dilampiaskan suaminya.

Daisy menghitung, sudah dua kali dia mendapatkan orgasmenya. Ini kali ketiga mereka melakukannya.

Dari sebelum matahari terbit, hingga matahari bersinar terik, Hadyan belum juga terlihat kehabisan tenaga. Dan sekarang, saat hujan mulai terdengar menerpa dinding kaca kamar mereka, pria itu justru terlihat semakin bersemangat menggagahinya.

Devil Inside HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang