Wartawan langsung menyerbu di depan loby rumah sakit saat mereka melihat Daisy dan Mamanya berjalan keluar menuju parkiran.
Mereka mulai berdesak-desakan berusaha mendekati Daisy dan Mamanya untuk bertanya banyak hal.
Daisy kesal, dia bahkan berjalan masih dalam keadaan pincang. Tapi para wartawan seolah-olah tidak memperdulikan kondisinya.
Untung saja Hadyan sudah memprediksi hal ini, pria itu menempatkan beberapa bodyguard untuk membantu menghalau wartawan supaya Daisy dan Mamanya bisa keluar dari rumah sakit dengan aman.
Para bodyguard itu menyeruak diantara lautan wartawan, berusaha memberikan jalan untuk Daisy dan Mamanya masuk kedalam mobil jemputan.
"Hadyan gilaa!!! Kenapa sih dia harus bikin konfrensi pers begitu. Sekarang aku jadi pusat perhatian kan! Sebeel banget sama dia" Desis Daisy saat mobil jemputannya sudah jalan keluar dari gerbang rumah sakit.
"Sudahlah nak, mau sampai kapan kamu menggerutu terus begini. Mama pusing dengarnya. Dari kemarin gerutuan kamu nggak selesai-selesai." Omel Mamanya sambil memijit kening.
Daisy langsung manyun mendengarnya.
Sementara sopir yang mengantar mereka hanya bisa diam mendengarkan.
Drrrt drrrt
Ponsel yang di pegang Daisy bergetar. Dia membalik layar untuk melihat siapa yang menghubunginya, ternyata orang itu adalah pria yang baru saja mereka bicarakan.
"Hmm" Jawabnya dengan nada malas.
"Sudah sampai dimana?" Tanya Hadyan dari seberang sana.
"Masih dijalan, baru keluar dari rumah sakit. Kenapa?"
"Nanti begitu tiba di loby apartment Mas, kamu minta key card sama receptionist nya ya. Mas sudah titip ke mereka."
"Loh, kenapa aku harus ke apartment Mas?" Tanya Daisy bingung. Dia lalu melihat ke arah jalanan dari balik jendela, sang sopir teryata membawanya ke arah jalan menuju apartment Hadyan.
"Mama belum ngasih tahu kamu? Mulai sekarang kamu tinggal sama Mas" Ucap Hadyan yang membuat Daisy melotot kaget.
Dia tatap Mamanya yang saat ini sedang memejamkan mata. Mamanya itu memang suka tidur kalau sedang berkendara menggunakan mobil.
"Mas bohong kan? Nggak mungkin Mama kasih izin" Sahut Daisy sedikit ketus.
Hadyan mendecakkan lidah mendengarnya "Kamu tanya Mama kalau nggak percaya. Lagipula kita akan segera menikah. Lebih baik kamu tinggal bersama Mas. Jadi Mas bisa lebih mudah menjaga kamu"
"Tapi Mas. . . ." Daisy menggigit bibir bersiap untuk melayangkan protes, tapi Hadyan langsung menyambar.
"Nggak ada tapi-tapi! Terakhir kali kamu menentang omongan Mas, kamu langsung celaka. Mas nggak mau kecolongan lagi. Jadi untuk kali ini turuti apa yang Mas bilang. Bisa Daisy?" Tanya Hadyan dengan suara berat namun tegas.
Daisy yang mendengarnya hanya bisa mendesah pasrah. Dia bahkan belum menyetujui untuk menikah dengan pria itu.
Tapi sepertinya Hadyan sudah sangat bertekad. Apalagi Mamanya juga sepertinya tidak terlihat menolak pinangan pria itu.
Daisy jadi menggigiti bibir khawatir. Ini semua tidak ada dalam rencananya. Dia mendekati Hadyan untuk mencari tahu mengenai kasus Papanya. Bukan malah berakhir menikah dengannya !
****
Karena jalanan macet, mobil yang membawa mereka sampai sejam kemudian ke gedung apartment Hadyan .
Begitu memasuki loby apartment, Daisy berjalan ke arah meja resepsionis untuk meminta key card yang Hadyan maksud.
Tadi setelah sambungan panggilan mereka berakhir, Hadyan mengiriminya pesan mengenai password unit apartemen nya.
Daisy tidak menyangka, pria itu menggunakan tanggal lahirnya sebagai password kediamannya.
Setelah mendapatkan key card tersebut, Daisy dan Mamanya langsung menaiki lift menuju unit milik Hadyan.
"Mama nggak nyangka, penghasilan pejabat negara bisa membeli unit apartment semewah ini" Decak Mama Daisy terlihat kagum saat mereka sudah memasuki apartment Hadyan.
"Hasil korupsi kali" Sahut Daisy yang langsung mendapat jitakan dari Mamanya.
"Kamu itu kalau ngomong jangan sembarangan"
"Lah, padahal Mama sendiri tadi yang bilang nggak nyangka Hadyan bisa membeli apartment ini!" Protes Daisy mengusap kepalanya yang terasa sakit.
Mamanya langsung meringis mendengarnya "Iya sih, tapi kan kamu nggak boleh ngomong begitu. Memangnya kamu tahu berapa gaji pejabat negara?" Tanya Mamanya yang langsung mendapat gelengan dari Daisy.
"Tuh kamu aja nggak tahu, jadi jangan ngomong sembarangan lagi. Apalagi Hadyan itu calon suami kamu. Hati-hati kamu bersikap kalau sudah menjadi istrinya"
Daisy langsung berdecak sebal mendengarnya. Dia lalu berjalan kearah sofa dan duduk disana dengan lemas.
"Aku masih muda loh Ma, Mas Gibran aja baru nikah belum ada enam bulan. Masa aku udah mau menyusulnya? Teman-temanku juga belum ada yang menikah" Rengek Daisy yang langsung membuat Mamanya menghela nafas kasar.
Mamanya kemudian berjalan mendekatinya untuk duduk di sampingnya.
"Kamu harus menikah nak. Hadyan sudah menceritakan semuanya ke Mama. Kenapa kamu bisa terluka saat demo waktu itu"
Daisy langsung menahan nafas mendengarnya. Dia tidak menyangka Hadyan akan membeberkan hal itu pada Mamanya.
"Mama sebenarnya tidak menyangka, Mama pikir setelah Papa kamu dipenjara, keluarga kita tidak akan pernah mendapat teror seperti ini lagi. Tapi ternyata Mama salah. Kamu tetap menjadi incaran mereka. Meski kali ini dengan alasan yang berbeda"
"Maksud Mama?" Tanya Daisy penasaran.
"Mama sebenarnya cuma menduga-duga. Dulu ketika Papa kamu sedang melakukan penyelidikan kasus korupsi mega proyek, Mama sudah merasa ada yang tidak beres. Mama selalu merasa ada mata-mata yang mengawasi keluarga kita. Puncaknya dulu ketika kamu kecelakaan. Untung saja waktu itu kamu tidak terluka parah. Mama yakin musibah itu pasti karena pekerjaan Papa kamu yang sangat beresiko sehingga mengundang orang untuk mencelakai kamu."
Daisy meneguk ludah parau, dia tidak menyangka Mama nya bisa berpikir sampai sejauh itu. Selama ini Daisy pikir kecelakaan yang dialaminya merupakan musibah karena keteledorannya. Tapi ternyata ada cerita lain di baliknya.
"Apa Mama berpikir Papa tidak bersalah dalam kasus pembunuhan itu?" Tanya Daisy dengan mata berkaca-kaca.
"Tentu saja nak, Papa kamu adalah pria yang baik. Dia tidak mungkin tega menghabisi nyawa orang lain." Ucap Mamanya terisak pelan.
"Makanya sekarang Mama sangat khawatir. Ketika mendengar cerita Hadyan Mama tidak bisa tenang. Ketika Hadyan mengatakan akan melindungimu dengan cara menikahimu. Mama langsung setuju. Kita tidak punya apapun Daisy, kalau terjadi sesuatu pada kamu Mama tidak mampu melindungimu. Sementara kamu tahu semenjak Gibran menikah kita tidak bisa lagi mengharapkan bantuannya" Ucap Mamanya lagi sambil membelai rambut Daisy pelan.
Daisy menunduk sedih mendengarnya. Dia tidak siap menikah dengan Hadyan. Ada banyak sekali keraguan yang menyelimutinya. Bagaimana bisa dia merajut jalinan rumah tangga dengan pria yang dia curigai? Akan dia bawa kemana pernikahannya nanti?
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil Inside Him
General FictionDulu Daisy tidak percaya bahwa roda kehidupan bisa berputar. Daisy pikir dirinya akan selamanya hidup sejahtera bersama keluarganya yang hebat. Namun takdir membawanya pada kenyataan bahwa keluarganya yang hebat bisa jatuh terperosok begitu dalam. ...