31- Mulai

6 1 0
                                    

Setelah hari di mana Pelangi mengobati Semesta di kafe nya. Sebulan setelahnya tidak ada lagi pertemuan diantara mereka. Entah kebetulan atau mereka yang saling menghindar untuk saling bertemu. Tiba-tiba saja mereka begitu asing dan tidak saling mencari satu sama lain. Mana mungkin Pelangi yang mencari Semesta. Gadis itu merasa buruk karena di bandingkan dengan Ayuna. Sementara Semesta ia sibuk dengan dunianya. Kabarnya ia mengikuti ekskul lintas alam yang baru saja di bentuk oleh osis baru disekolah. Sebenarnya kelas XII tidak diperkenankan ikut karena akan menghadapi ujian akhir sekolah. Tapi entahlah kenapa Semesta bisa ikut di sana. Pelangi tidak ingin mencari tau hanya saja Midun selalu memberinya kabar burung tentang kehidupan Semesta dan Bintang.

Tentang Bintang, cowok itu tengah ikut pertukaran pelajar selama satu semester di Malaysia. Ada tiga orang yang ahli fisika di kelas XI yang diikut sertakan termasuk dirinya dan Ayuna. Pelangi hanya bisa menghela nafas mendengarnya, Ayuna memang jauh lebih baik darinya. Pantas Semesta mengaguminya. Lihat saja saat ini ia ke Malaysia karena kepandaiannya. Yang menyakitkan adalah Ayuna pergi dengan Bintang. Sementara Pelangi masih di sekolah dan kabar paling sial, satu minggu lalu ia kecelakaan saat latihan menari. Kaki kirinya terkilir cukup parah sehingga dokter memintanya untuk istirahat selama lima bulan untuk memulihkan kakinya. Artinya Pelangi tidak bisa menari selama lima bulan. Sungguh malang hidupnya, namun yang hebatnya gadis itu ceria-ceria saja. Tidak meratapi nasib atau mengeluh dengan keadaannya.

"Lebih sering di gerakin kakinya biar uratnya nggak kaku ya neng" ucap ibu paruh payah yang sudah menjadi langganan keluarga Pelangi. Kalau soal urut mengurut.
Pelangi mengangguk patuh. "Iya bi" jawab gadis itu.
Seperginya Bibi dari kamar Pelangi. Mawar datang dengan segelas jus buah naga di tangannya.

"Minum ini dulu baru kita berangkat"

"Emang harus yah gue pake tongkat ke sekolah" tanpa menanggapi ucapan Mawar. Pelangi malah mempermasalahkan tongkat yang barus saja di belikan papahnya untukya.

"Ya di pakelah. Kayak lo bisa jalan tanpa tongkat aja. Papa udah beliin juga" cerocos Melati yang ikut masuk kamar Pelangi.

"Berasa miris banget gue pake tongkat ke sekolah" cibir Pelangi.

"Coba aja lo jalan tanpa tongkat. Keguling lo di lapangan. Atau gini aja kalau nggak mau pake tongkat ngesot aja"Melati sedikit emosi menghadaip Pelangi. Kaki pincang tidak bisa di gerakkan aja belagu tidak mau pake tongkat.

"Gue nggak usah ke sekolah deh"

"Udah seminggu loh. Lo nggak masuk" kali ini Mawar yang berbicara dengan nada yang jauh berbeda dengan nada bicara Melati.

Pelangi diam sejenak memikirkan kata-kata Mawar. Benar juga sudah seminggu ia tidak masuk sekolah sudah cukup banyak pelajarannya yang tertinggal.

"Ya udah deh. Ayo berangkat" ucap Pelangi pasrah. Menarik ransel dan tongkat pemberian papahnya

"Jusnya nggak di minum?"

"Kak Mela aja yang minum. Gue lagi nggak mau"

Mendengar ucapan Pelangi membuat Melati senyum lebar dan segera menyuruput jus buah naga buatan Mawar.

***

Sepekan Pelangi tidak masuk sekolah, namun rasanya sudah cukup lama ia tidak berpijak di tempat yang cukup membuat hidupnya memiliki banyak cerita. Beberapa cerita yang mungkin sudah berakhir.

"Buruan turun" ucap Melati saat melihat Pelangi saat ragu membuka pintu mobil. Dalam hati cewek mungil itu adalah ia malas dilihat kasihan karena pakai tongkat. Pelangi terlalu mengkhawatirkan kejadian yang belum tentu terjadi. Biasanya juga Pelangi tidak peduli dengan ucapan orang. Kenapa kali ini berbeda.

PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang