51. TANPA HADIRMU

1K 81 15
                                    

Hallow. I'm comeback😎

Gimana kabar kalian, Vren?

Okey. Selamat membaca 💖💖





Langit tamaram karena awan mendung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit tamaram karena awan mendung. Cairan bening mengalir membasahi pipi manusia yang saat ini tengah berada di depan gundukan tanah. Salwa masih tidak menyangka kalau putranya akan pergi meninggalkan dirinya secepat ini. Wanita baya itu duduk dengan tangan masih setia memegang nisan dengan ukiran nama Abriel Daerlangga di sana.

Puluhan pelayat sudah meninggalkan pemakaman, tersisa Bunda, Ayah, Lilac, dan teman-teman Ariel. Excel berjongkok di samping Bunda, gadis dengan pakaian serba hitam itu menatap kosong gundukan tanah di depannya. Bisa dibilang Excel lah yang paling kehilangan. Sedari kecil hingga di usianya sekarang dia tumbuh bersama dengan Ariel. Suka duka mereka lalui bersama. Sekarang tidak ada lagi sosok itu, tidak ada lagi senyuman indah itu, tidak ada lagi kehangatan itu. Malaikatnya sudah tumbang.

Perasaannya hancur tak terbentuk, bahkan di saat seperti ini dia tidak menitikkan air mata sekalipun. Terlalu menyakitkan. Hanya diam dengan tatapan hancur menyelimuti diri gadis itu. Apakah dia bisa melewati hari-harinya tanpa sosok sahabat kecilnya? Sulit, sudah pasti. Tapi kehidupan masih terus berjalan, mau tidak mau dia harus bisa menerima kenyataan bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini, begitu juga dengan kesedihan.

"Abang beneran ninggalin Bunda? Kenapa Abang ninggalin Bunda secepat ini, nak...."

"Bunda..., udah. Abang nggak bakal tenang kalo bunda kayak gini." Lilac ikut berjongkok di samping Bunda, dia memeluk tubuh letih sang Bunda.

"Abang ninggalin kita...."

"Bunda, Lilac tahu pasti nggak mudah. Nggak ada satupun yang siap merasakan kehilangan, tapi kita harus ikhlas Bunda. Ikhlasin Abang, Abang pasti sedih lihat Bunda kayak gini."

"Bund, udah mau hujan. Biarin Abang istirahat. Biarin Abang tenang di sana!" ucap Ayah dengan suara paraunya.

Pria baya itu menahan mati-matian agar air matanya tidak jatuh. Sebisa mungkin dia harus terlihat tegar, supaya Salwa dan Lilac tidak semakin meledakkan tangisannya. Meski tidak bisa dipungkiri, wajah Ayah sangat kentara jika belum bisa mengikhlaskan kepergian Ariel.

"Ayah...." Salwa mendongak menatap suaminya.

Gaung mengembuskan napas berat, pria baya itu masih berusaha membujuk Salwa agar bisa mengikhlaskan kepergian putranya. Gaung tahu, tidak ada seorang Ibu yang rela kehilangan putranya.

Salwa menatap nanar gundukan tanah di depannya, mengusap sekali lagi nisan Ariel sebelum beranjak untuk meninggalkan pemakaman tempat Ariel di makamkan.

"Excel, Bunda duluan ya, Nak," kata Bunda dengan suara bergetar.

Ayah membantu Bunda untuk berdiri, sebelum pergi Ayah dan Lilac berpamitan pada Excel dan teman-teman putranya yang masih ingin menunggu di sana.

Abriel dan Excel | SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang