41. Pelan-pelan saja

181 27 0
                                    

Yuhuuu part 41. sudah siap, semoga suka.

happy read
.
.
.

Keesokan harinya setelah acara pertunangan Sea yang membuat Nukha pertama kalinya terlihat menangis sampai tidak bisa bernafas di depan sang Ibu, membuat suasana di restoran pun seperti mencekam karena bos nya saja sudah tidak ada mood baik. Semua karyawan tidak ada yang berani untuk menyapa terlebih dahulu pada Nukha, bahkan semuanya terbilang sangat diam saat dalam waktu bekerja.

Sebuah suara decitan pintu yang dibuka oleh Amelia membuat Nukha memicingkan mata silau, karena ia baru saja ketiduran di mejanya.

“Ada apa, Mel?” tanya Nukha masih sedang mengumpulkan nyawanya.

“Ada Sea berkunjung.” Amelia menjawab dengan nada berat takut Nukha akan mengatakan suatu hal yang kasar.

“Berkunjung? Dia pikir ini ragunan?” Helaan nafas panjang dari Nukha sambil mengayunkan tangannya tanda bahwa Sea dipersilahkan masuk.

Lalu setelahnya ada pergantian, ketika Amelia keluar, Sea mulai masuk dengan membawa beberapa lembar kertas yang kemudian ia menyerahkan pada Nukha.

“Apa ini?” tanya Nukha malas, baginya setelah acara pertunangan Sea kemarin merupakan akhir dari perjuangannya untuk Sea. Dan tangisnya kemarin adalah air mata terakhir untuk menangisi Sea.

“Surat asli hasil otopsi Sabrina, yang gue janjiin kemarin. Buat membersihkan nama lo dari pandangan Pak Anton.”

“Lo bukan pembunuh,” sambungnya.

“Makasih,” jawab Nukha seadanya, ia tak mau lagi berurusan dengan Sea lebih jauh yang nantinya akan menyakiti hatinya sendiri.

“Siapa yang pasang pengharum ruangannya?” tanya Sea setelah melihat sebuah pengharum ruangan aroma lavender.

“Amel,” jawab Nukha.

“Lo kan gak suka lavender, gue nanti ngomong ke Amel supaya diganti sama aroma buah-buahan ya.” Sea memperlakukan Nukha seperti tidak terjadi sesuatu diantara mereka dengan santai mengambil pengharum itu.

“Sea,” ucap Nukha mendengus.

“Ya?”

“Jangan kayak gini,” ucap Nukha.

“Apanya?”

“Lo, jangan sok perhatian sama gue. Bahkan gue pun gak inget aroma kesukaan diri gue sendiri apa.”

“Yaudah gue taroh lagi,” jawab Sea menyimpan kembali pengharum itu di tempat semula.

“Berhenti buat hati gue bimbang, gue susah lupa kalo lo nya kayak gini terus!” Nukha berkata dengan nada sedikit tinggi.

“Nukha, gue udah maafin lo dan udah gak benci lagi sama lo. Jadi gue harap lo juga gak benci sama keputusan gue,” kata Sea dengan nada lebih pelan.

“Keputusan yang mana yang gak boleh gue benci?”

“Keputusan untuk tunangan sama Lucas, dan ninggalin lo.”

“Ninggalin? Kayaknya kata-kata itu kurang pantas untuk lo yang emang gak pernah stay kan?”

“Iya, lo bener. Gue gak pernah stay di lo, jadi gue gak ninggalin lo.“ Sea mengiyakan ucapan Nukha.

“Gue harap lo bahagia sama Lucas,” ucap Nukha memalingkan wajahnya dari pandangan Sea karena matanya sudah berkaca-kaca, rasanya masih berat saja untuk seorang yang sedang hilang ingatan yang baru saja merasakan cinta.

“Nukha,” panggil Sea dengan menyentuh kedua pipi Nukha.

“Pelan-pelan aja,” tambahnya.

“Apanya?” tanya Nukha.

Nukha itu Luka (Tamat)✓ #dilirikmedianbooksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang