Satu bulan di musim panas telah berlalu, tampaknya bulan ini akan berganti dengan musim hujan. Butiran-butiran air yang masih membekas di aspal jalan, menjadi seperti warna polkadot. Ditambah udara dingin di kota Bandung semakin terasa meskipun hari sudah menunjukan pukul dua belas siang. Beginilah saat kota kembang hidup, tak peduli hujan atau pun panas, tak peduli malam atau pun siang. Manusia tetap pada hakikatnya untuk bekerja terus menerus mengejar duniawi, dan juga…CINTA.
Nukha masih dengan setelan jasnya berangkat siang pada hari itu, karena harus mengecek persediaan bahan makanan di pedesaan terlebih dahulu. Ia melonggarkan dasinya karena lelah dan pengap. Nyatanya walaupun cuaca sedang dingin, baginya keringat selalu ada alasan untuk tetap menetes. Ia duduk dengan nyaman di kursi sambil mengangkat kedua kakinya keatas meja. Lalu suara cempreng Amelia menggetarkan seisi ruangan walaupun tubuhnya masih di luar ruangan, “Pak!”
Tak berselang lama, Amelia dengan setelan nya yang nyentrik pun masuk dengan membawa satu amplop coklat seperti surat lamaran pekerjaan. Dengan memakai blazer berenda warna kuning, ditambah dengan celana cutbray berwarna senada sebagai bawahannya, membuat restoran itu merasakan sentuhan pelangi setelah hujan.
“Ada apa?” tanya Nukha gusar.
“Pak, ada yang mau ngelamar pekerjaan,” jawab Amelia girang, karena semenjak dia meminta dipindahkan ke devisi accounting untuk menggantikan Sea, Garisston belum mendapatkan sekretaris pengganti untuk Nukha.
“Langsung masuk aja, interview.” Nukha memerintahkan dengan yakin karena dirinya sudah sangat membutuhkan sekretaris.
“Okelah, Pak. Saya permisi. Masuuuk!” seru Amelia pada satu orang yang sedang menunggu giliran masuk.
Tapak heels nya menggema mendekati ruangan, Nukha yang semula duduk dengan asal, membenarkan posisinya dengan tegap.
“Sea?” bisik Nukha membulatkan matanya dan memfokuskan pandangannya pada wanita yang sekarang berada di hadapannya menjadi kandidat interview.
“Hai.” Sea mengucapkan dengan canggung dan seulas senyum menghiasi wajah cantiknya.
Sudah satu bulan lebih sejak kejadian Lucas, Nukha tidak bertemu dengan Sea. Wanita itu mendadak hilang, dan rumahnya pun selalu sepi. Hingga hari ini, di musim dingin. Kehadiran Sea mampu menghangatkan semuanya yang membeku, termasuk hati Nukha.
“Hai,” jawab Nukha lebih canggung.
“Apa kabar?” respon Sea memecah kecanggungan.
“Lo yang apa kabar? Satu bulan Lo hilang, “ jawab Nukha.
Sea kembali tersenyum, “gue gak bisa ketemu lo saat gue lagi berantakan.”
“Sekarang?” tanya Nukha benar-benar mengkhawatirkan Sea.
“I’m good.“ Helaan nafas Sea menandakan bahwa sebelum ia berkata seperti itu, ada banyak tragedi yang harus dilewatinya.
“Lo kemana aja?” Tanya lagi Nukha sambil mempersilahkan Sea duduk di depannya.
Sea tertawa sebentar,” Lo pasti kaget.”
Nukha hanya mengerutkan keningnya menunggu lanjutan kalimat Sea.
“Semenjak Lucas pergi, gue dihantui rasa bersalah dan kesedihan yang mendalam. Singkat cerita, penyakit gue kambuh, bahkan lebih parah saat terakhir kali lo liat gue. Paranoid, insomnia, delusi, bahkan percobaan bunuh diri. Dan ternyata, gue mengalami gejala skizofrenia tingkat awal. Gue dirawat di rumah sakit jiwa, dipasung, dikurung, dosis obat-obatan gue lebih tinggi. Satu bulan lebih gue ngalamin itu, Nukha.”
Nukha masih saja kaget dengan setiap penuturan perkata yang dilontarkan oleh Sea, bagaimana bisa seorang gadis rapuh mengalami hal semenyakitkan ini. Nukha masih mematung lekat pada wajah Sea yang terlihat lelah, wajahnya yang menirus dan terlihat lekukan tulang selangka menandakan bahwa berat badan Sea turun banyak.
“Sekarang gue sehat, tenang aja. Gue gak bakal tiba-tiba ngamuk di restoran lo kok.” Senyumnya kembali terhias menenangkan.
Tapi reaksi tak terduga dari Nukha kepada Sea membuatnya sedikit kaget, Nukha memegang tangan Sea dengan lembut. Ibu jarinya memijat dengan gerakan melingkar pada punggung tangan Sea, satu tangannya lagi mengelus alis Sea dengan lembut.
“Kerja yang bagus, lo udah ngelewatin banyak hal.”
Mata Sea terasa memanas dan berair, sikap Nukha yang selalu membuat Sea seperti orang normal mampu menenangkan hatinya walaupun hanya beberapa menit saja.
“Lo tahu? Cuman sama lo, gue gak dipandang sebagai pasien dan orang gila.” Sea menyunggingkan kembali senyumnya.
“Gue tahu, karena gue gak menciptakan rumah sakit buat lo, tapi rumah. Rumah tempat Lo pulang, lo bisa pulang ke gue.”
Tatapan mereka beradu tak ada yang menghalangi, bagi Sea, satu bulan kemarin mengajarkan ia banyak hal. Dan membuat ia merenungi banyak hal pula, termasuk tentang Nukha dan segala yang mengitarinya.
"Lo sendiri gimana? ingatan Lo ada perkembangan?" kali ini Sea yang bertanya keadaan Nukha.
"Masih acak, Sea. gak berurutan." Nukha menjawab dengan nada menyerah.
"Nanti, kalo Lo inget sesuatu, Lo harus kasih tau gue. Jangan Lo nilai sendiri, karena Lo belum kenal diri Lo sendiri lebih dari gue." Sea mengingatkan.
"Karena Lo bisa salah paham nantinya," tambahnya.
"Iya, Sea."
"Oke," Sea menepuk tangannya.
“Gue udah siap buat kerja!” seru Sea mengusap air mata yang sempat jatuh, dan setelahnya mendapatkan respon tawa dari Nukha.
“Garisston masih membukakan pintu buat gue kan?” tanya Sea.
“Tapi Amelia baru aja udah ngisi posisi lo sebagai accounting, jadi sekarang gue lagi butuhnya sekretaris.”
Sea menganggukan kepalanya,”oke.”
“Lo mau?” tanya Nukha.
“Mau lah.”
“Bukannya lo dulu paling gak mau jadi sekretaris gue?”
“Dulu kan gue masih benci sama lo, “ jawab Sea.
“Oke, lo diterima! Hari ini mulai kerja!” tegas Nukha menyambut kembali kedatangan Sea di restorannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/310220349-288-k808573.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Nukha itu Luka (Tamat)✓ #dilirikmedianbooks
Romansa!!!FOLLOW DULU SEBELUM.BACA !!! "Sebuah usaha untuk memperbaiki" Sea adalah gadis yang mental dan kepribadiannya berubah semenjak putus dengn pacarnya bernama Nukha, hingga lima tahun kemudian mereka dipertemukan kembali Dengan Nukha versi baru yang...