09. That Feeling When

4.1K 385 26
                                    

Jongseong tidak menanggapi pertanyaanku. Ia hanya terdiam lama tanpa memberiku jawaban hanya mengatakan bahwa ia tak akan meninggalkanku.

Aku jadinya tak bisa tidur dan hanya menatap plafon kamarku dengan pikiran penuh dengan segala praduga. Bahkan sudah menyusun rencana terburuk pun jika mungkin bisa saja Jongseong menjadikan Seulhae istri keduanya.

Aku tentunya akan memilih pergi bagaimana pun caranya dan mungkin akan jadi orang pertama yang memutuskan perceraian dalam keluarga Park.

Kringgggggg

Aku tersentak oleh alarm di ponselku karna aku memiliki kelas pagi. Lantas segera beranjak dengan air muka kuyu karna tidak tidur semalaman.

Setelah bersiap aku pun ke counter dapur untuk menyiapkan sarapan meski itu hanya sandwich seadanya.

Jongseong datang dengan muka bantalnya memelukku dari belakang dan mengecup pipiku, "Morning yeobo." Sapanya dengan suara serak khas orang bangun tidur.

"Hm."

"Kenapa wajah istriku cemerut begini hm?" Aku berusaha melepas pelukannya tapi ia malah semakin mengeratkan kedua lengannya di pinggangku. "Ayolah Jay lepas. Aku mau sarapan."

Ia malah membawaku duduk di pangkuannya, "Begini saja." Katanya yang membuatku mendengus dan memulai memakan sarapanku karna berdebat dengannya hanya membuang waktuku. "Kau ada kelas berapa hari ini?"

"Hanya dua." Kataku seadanya.

"Selesai jam berapa?"

"Sore."

"Nanti aku jemput."

"Tak perlu." Kataku cepat. Aku tidak ingin semua orang yang ada di kampus semakin membenciku terutama teman sekelas karna akan membuat suasana belajarku jadi tak enak.

"Ayolah masa iya setelah bersuami tetap berangkat dan pulang seorang diri Bella."

"Tidak ya tidak." Ketusku dan ia malah mencebik sok lucu tapi harus aku akui dia memang lucu sekarang membuatku tanpa bisa tertahankan tertawa begitu pun dengannya.

"Nah begini baru cantik." Katanya mengecupi pipiku membuatku tak karuan. "Sudah Jay-ya nanti bedakku luntur." Kilahku.

"Baguslah jadi tidak ada lelaki di luar sana yang tergoda."

"Apa sih Jay." Kataku berusaha menjauh namun ia semakin memeluk pinggangku. "Ini juga jangan sampai kemerahan begini." Katanya sambil mengusap bibirku.

Aku berusaha menjauhkan tangannya dan Jay dengan cepat menarik tengkukku untuk memangut bibirku ke dalam ciuman dalamnya.

Sampai perlu aku tepuk dadanya keras untuk memberitahunya bahwa pasokan udaraku kian menipis. "Kau hhh ingin membuatku mati?" Kesalku dengan nafas terenggah.

Jay malah tertawa dan mengecup bibirku sekilas. "Kalau begitu Jangan membantahku Bella."

Aku berdecih dan bangkit setelah mendapati pelukan di pinggangku ia longgarkan. "Kau tak ada kelas?" Tanyaku setelah berpindah tempat duduk dan melanjutkan sarapanku.

"Ada nanti siang."

"Oh."

"Kelas keduamu jam berapa?"

"Jam dua belas." Dustaku membuatnya mendengus. "Mana ada jam kelas di jam makan siang Bella."

"A-ada."

"Kau tidak pintar berbohong yeobo." Bisiknya dan meniup telingaku main-main membuatku mengusap telingaku kasar sambil mendelik padanya. "Kau bisa tidak menjauh dariku?"

"Sayangnya tidak." Katanya mengecup pipiku lagi membuatku kesal bukan main. "Nanti temui aku di cafetaria di lantai lima okay."

••••

Minhye ijin tidak masuk kelas hari ini karna sakit. Jadinya aku merasa begitu sendiri di dalam kelas karna tidak terlalu dekat dengan yang lainnya.

"Wah baju yang bagus ya." Kata Arin tetiba saja duduk di sampingku begitupun dengan para komplotannya. "Sepatunya juga."

"Pasti dari suami kayamu ya."

Aku diam saja tak menanggapi mereka dan berharap dosen segera datang ke kelas agar mereka berhenti menggangguku. "Boleh dong aku coba."

Sora dengan cepat menarik lepas sepatu flatshoes milikku dan melemparnya keluar jendela membuatku terkesiap menatapnya tak habis pikir. "Ups. Maaf ya. Tanganku tadi tak sengaja Bella."

"Tak apa lah, kau kan pasti punya banyak di rumah." Arin tertawa sambil menepuk bahuku yang segera aku sentak kasar.

Kedua netra kami bersinggungan dan ia berdecih menjabak suraiku erat. "Kau berani padaku?" Desisnya.

"Kenapa aku harus takut padamu Arin-ssi?" Kataku tak mau kalah membuatnya berdecih dan menamparku keras.

Aku yang tak terima pun membalasnya dan sekon berikutnya kami pun saling menjambak yang pada akhirnya terduduk di ruang kemahasiswaan.

Setelah di wejangi oleh dosen wali aku pun keluar dan menemukan Jay yang menunggu di bangku panjang depan ruangan.

Ia mendekat sambil tertawa kecil yang membuatku semakin kesal dan mencubit perutnya, "Aduh sakit Bell."

"Iya kenapa juga harus tertawa? Apanya yang lucu?"

"Ini." Katanya membenarkan suraiku yang sepertinya berantakkan karna perkelahianku dengan Arin membuatku mencebik dan ia tersenyum mengecup ujung hidungku sekilas. "Yak!"

"Apa lagi?"

"Jangan cium sembarangan. Ini di tempat umum Jay." Kataku kesal dan ia malah mengangkat bahu ringan. "Biar saja. Semua orang pun tahu kita sepasang suami istri sekarang."

"Tapi-" Jay menempelkan jarinya di bibirku cepat, "Mengomelnya nanti saja. Sekarang kau juga perlu ke uks." Sambungnya lantas menggendongku tanpa kuduga.

"Yak! Turunkan aku Jay!!"

"Sudah diam. Jangan berisik kalau tidak ingin jadi pusat perhatian." Katanya membuatku terdiam dan memeluk lehernya erat semakin menenggelamkan wajahku di dadanya.

"Kau ini bisa-bisanya membuat anak gadis orang masuk rumah sakit."

"Dia yang memulai." Kataku membela diri. "Dia juga terluka sama sepertiku tapi si ratu drama itu tidak ingin di obati di uks."

"Iya, terus kau mau di periksa di rumah sakit juga?"

"Tak perlu." Kataku cepat dan Jay tersenyum simpul sambil terus berjalan menuju uks.

Aku pun di periksa dan di obati oleh dokter yang menjaga. "Ternyata perkelahian perempuan menyeramkan juga ya."

"Makanya jangan macam-macam."

"Iya, iya." Kata Jay kemudian berjongkok dan memasangkan sepatu kebesaran yang sepertinya miliknya. "Untung ada sepatu ini di lokerku."

"Gomawo Jay-ya."

Jay mendongak dan tersenyum memberikan afeksi lain untuk kali pertamanya. Lantas mengecup keningku lamat tanpa berkata apapun membuatku tersenyum. "Apapun untuk istriku, Bella Park." []

SWEET & SOURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang