Bella terbangun dengan nyeri di seluruh tubuh terutama bagian kepalanya dan menemukan Jay terduduk tak jauh darinya.
Ia akan berteriak memanggil namun tak bisa karna mulutnya di tutup oleh selotip besar dan tangan juga kakinya terikat oleh tali. Sama persis seperti Jay.
Insung yang melihat Bella sudah sadar pun berjalan berjongkok di depannya dan menarik surai si gadis untuk mendongak menatap kearahnya.
"Aigoo, jangan menangis dong adik manis." Insung mengecup lamat pipi Bella sampai si gadis terisak. "Ssttt jangan menangis kan ada kak Insung."
Johan yang melihat kelakuan Insung pun tertawa cekikikan. "Kau ingin melakukannya bersama?"
"Ide yang bagus." Katanya membuat Bella semakin terisak keras dan Jay pun terbangun berusaha melepaskan talinya sesaat melihat Bella akan di gerayangi oleh kedua lelaki dewasa di depannya.
Suaranya yang berisik membuat Johan naik pitam dan mendorong Jay sampai si kecil jatuh dari kursinya. "MAKANYA JANGAN BANYAK TINGKAH. DASAR BOCAH INGUSAN!"
BUAGHH
BUAGHHH
Johan yang menendang perut Jay terus menerus sampai puas dan tertawa. Jiwa psikopatnya merasa terpuaskan sekarang sementara Jay sudah tak sadarkan diri.
Insung mendekat untuk memastikan, "Hei bagaimana kalau dia mati?"
Johan mengedikkan bahu. "Kita bakar saja. Terus buang ke laut, beres kan?"
Insung mengangguk menyetujui. Keduanya yang di kenal sebagai siswa teladan di sekolah tanpa diketahui oleh banyak orang memiliki jiwa psikopat.
Selalu memuat rencana keji yang naasnya Bella dan Jay menjadi bidikan sasaran keduanya.
Mereka terus tertawa senang menginjak tubuh kecil Jay yang meringkuk nyeri. Sementara Bella terisak keras menyaksikan hal itu.
Berusaha melepaskan ikatan talinya untuk menolong Jay tapi ia malah jatuh tersungkur ke lantai. Insung melihat itu akan mendekat mulai mencabuli si gadis namun Jay segera menahan kaki Insung erat.
"AH SIAL!"
Insung kalap. Marah dan tanpa babibu meraih teko yang masih mengepul panas lansung ia guyurkan ke seluruh tubuh Jay. "Mampus kau sialan! Mampus kau bocah tengik!!"
Johan yang melihat itu tertawa senang dan puas sekali. Sementara Bella yang melihat hal mengerikan itu menjerit ngeri dan Insung mendekat membuka tali di kaki Bella.
Ia akan siap melesakkan miliknya kalau saja dering telepon rumahnya tak berderiny nyaring. "Ah sial." Ia bangkit untuk mengangkat telepon dan Johan masih sibuk menghajar Jay yang sudah tak sadarkan diri.
Lalu meraih pisau yang akan ia tancapkan, "Johan ayo ke sekolah sekarang, guru An akan memberitahu hasil penguman beasiswa sekarang."
"Wah jinjja?" Johan melempar pisaunya dan mendekat pada Insung. "Ayo."
Keduanya pun keluar dari rumah dengan mengunci pintu rapat dengan berpikir yakin bahwa Bella maupun Jay tidak akan bisa berkutik.
Bella menggunakan kesempatan itu untuk menyeret tubuhnya yang sudah gemetar hebat mendekat pada pada pisau yang tergeletak cukup jauh.
Ia berusaha keras melepas tali di kedua tangannya sampai berhasil meski ujung pisau itu berulang kali salah menggores kulit tangannya.
Panik, nyeri dan takut yang ia rasakan membuatnya setelah kedua tangannya terlepas segera berlari ke arah jendela.
Membuka selotip di mulutnya dan melemparkan guci ke jendela. Lantas melirik Jay yang masih tak sadarkan diri, "Jay-ya, tunggu." Ucapnya sebelum melompat keluar dari jendela.
Sekitaran masih hutan membuat Bella terus berlari linglung sampai berpapasan dengan satu anak lelaki seumurannya. "Tolong aku."
SWEET AND SOUR
Aku dan Yoonji kembali ke Seoul di giring oleh para pesuruh keluarga Park sampai kami berdua pun duduk bersimpuh di hadapan para tetua.
Aula yang seperti pengadilan memuakkan yang di buat oleh keluarga Park ini masih memberiku perasaan ngeri yang membelit dengan teror absolut.
"Bagaimana liburan di pulau Sinju?" Tanya salah satu para tetua bersuara.
"Itu pelarian kami jika para tetua lupa." Sahut Yoonji lantang yang bergema seperti lonceng kematian. Aku meliriknya yang tak terlihat takut sedikit pun.
"Aku dan Bella pulang bukan karna takut." Ucapnya terenggah dengan nafas memburu oleh kepulan emosi yang terbenam lama. "Aku muak berada dalam lingkaran keluarga ini."
"Yoonji." Suara nenek Soji terdengar dan Yoonji membuang wajah lantas diam sepenuhnya.
Aku berdeham untuk menarik atensi. "Aku tahu, perbuatan kami salah dengan melarikan diri begitu saja yang mungkin memberikan kekacauan di rumah utama."
"Aku minta maaf sebesarnya atas kekacauan yang telah kami perbuat. Tapi kepergian kami memiliki alasan kuat untuk pergi."
"Aku maupun Yoonji memilih pergi karna tahu bahwa perceraian tak akan pernah di ijinkan oleh keluarga ini."
"Kami pergi karna sudah tak sanggup menahan rasa sakit tetua. Tolong mohon mengerti perasaan kami, kami sungguh tidak bermaksud berkelakuan tak sopan dan kurang ajar."
"Kami hanya ingin mengobati luka disana, mencoba untuk berdamai dan memaafkan semua luka yang telah suami kami satu sama lain torehkan."
"Aku tidak bisa terus berdampingan dengan seseorang yang hatinya bukanlah ada padaku. Ia belum selesai dengan masa lalunya yang bahkan terus menerus mengkhianatiku."
"Aku sakit, lelah dan frustasi sendiri. Tak bisakah para tetua membiarkan kami pergi dari keluarga ini?"
Hening cukup lama. Sampai satu ketukan dari jari salah satu tetua terdengar yang kemudian bersuara lantang tanpa ingin di bantah.
"Aku anggap kalian berdua hanya berlibur di pulau itu untuk meluruhkan penat dan tak ada hukuman." Putusnya kemudian bangkit pergi dari ruangan aula ini di ikuti para tetua lain.
Nenek Soji berjalan mendekat dan memelukku, "Akhirnya kau pulang nak.." Ucapnya penuh rasa syukur sementara Yoonji langsung berbalik keluar dengan pintu ia banting keras.
"Nak.." Nenek Soji mengamit satu tanganku dengan isak tangis tertahan, "Tolong jangan pergi lagi, Jongseong sangat membutuhkanmu nak. Nenek mohon jagalah Jongseong.."
Om Chanyeol mendekat berbisik sesuatu pada nenek Soji yang langsung merangkulnya membawa keluar dari aula.
Sementara tante Wendy terlihat masih di tempat yang sama. Meski jarak yang cukup jauh aku tetap masih melihat wajah tante Wendy yang bisanya cantik luar biasa kini terlihat begitu kuyu dan pucat.
"Jongseong sedang di rehabilitasi di rumah sakit kejiwaan Andong." Katanya membuka suara yang terdengar begitu getir.
"Apa itu sudah membuatmu puas?"
Aku menggeleng. "Meskipun aku sangat membencinya tapi aku tak sampai hati senang di atas penderitaan suamiku, ibu."
Tante Wendy kemudian mendekat dan semakin jelas terlihat rasa sakit di kedua netranya. "Aku tidak pernah memohon dalam hidupku Bella."
"Tapi kali ini aku memohon padamu nak, tolong tetaplah di samping putra sulungku Jongseong, kumohon.."
"Jangan pernah pergi meninggalkan putraku lagi." []
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET & SOUR
FanficBella tidak pernah berencana menikah dalam kehidupannya setelah perceraian kedua orangtuanya. Baginya hubungan romantisme adalah lelucon paling lucu dalam kehidupan. Sampai takdir membelitnya bersama Park Jongseong yang tidak akan pernah melepasnya...